Akulah hati yang tlah kau sakiti.
✨✨
Prilly terjaga dari tidurnya. Waktu menunjukan hampir pukul enam pagi. Sekarang, dia sedang berada di rumah sakit. Dikarenakan Neca di opname. Demamnya dari beberapa hari yang lalu belum juga reda.
"Kakak, cepet sembuh sayang. Mami kangen kakak. Kangen cerewetnya kakak Ca. Nanti kalau udah sembuh, mami janji deh izinin kakak buat beli mainan apa aja." Prilly menggenggam jemari mungil Neca. Dikecupnya pelan.
Hatinya semakin hancur melihat kondisi Neca seperti ini. Ibu mana yang tega melihat anaknya sakit sampai harus diopname.
Prilly mulai terisak. Menempelknya jemari Neca yang tidak diinfus ke pipinya. "Kakak," panggilnya ketika Neca membuka matanya. Tatapannya terlihat sayu seperti orang yang tidak bersemangat hidup. Penyemangatnya telah hilang dari kemarin.
Jangan tanya seberapa sedih Neca saat ini. Kedekatannya dengan sang ayah memang sangat dekat. Apa apa harus Ali, apa apa harus sama Papi. Tapi sekarang? Papinya bahkan lebih memilih di Belanda sana tanpa mau sedikit berempati pada putri sulungnya.
"Papi," suara Neca terdengar pelan dan tertahan. Ia terus menanyai kabar sang ayah. Masih terus menangis menyuruh papinya untuk cepat pulang.
Papi Vano dan Mami Rietta yang ada disana juga langsung menghampiri Neca. Papi Vano mengusap lembut kepala cucunya. "Kakak Ca, mam yuk. Kakak gak boleh crying terus. Nanti kakak tambah sakit. Kakak kan good girl yaa. Opa mau lihat senyum kakak dong. Biar cantik," bujuknya.
Demi apapun, Papi Vano tidak akan bisa diam aja apabila Ali datang menemui keluarga kecilnya lagi. Kelakuannya sangat sangat memalukan nama keluarga Rasvano dihadapan keluarga Prilly.
Papi Vano dan Mami Rietta sama sekali tidak mengerti lagi kemana jalan pikiran putra sulungnya itu. Benar-benar di luar logika. Kalau memang Ali akan terus seperti ini, maka jangan salahkan Papi Vano untuk membawa Prilly, Neca dan Daxa pergi jauh dari Ali. Biarlah, biar buaya itu merasakan akibat atas kelakuan gilanya.
Mami Rietta menitihkan air matanya. Ia mengecup kepala Neca sebentar. Hancur, benar-benar hancur melihat kondisi cucunya seperti ini, melihat menantunya yang harus kuat berdiri sendiri. Semua karena ulah anaknya. Semua karena ulah Ali.
"Sayangnya tietta, udahan dong kakak cryingnya. Kakak Ca mau apaa? Mau kuda? Nanti opa sama tietta beliin buat kakak ya. Tapi kakak harus smile. Gak boleh sad lagi. Nanti mami Prilly, opa sama tietta ikut sad."
Neca menggeleng. Rasanya tangan yang diinfus dan demam yang masih menyerangnya tidak sebanding dengan rasa rindunya pada sang ayah.
Neca sangat merindukan Ali.
Merindukan papi.Papi yang selalu menemaninya bermain. Papi yang selalu ada. Papi yang mau menuruti apapun mau Neca. Papi yang selalu membuat keluarga kecilnya bahagia dengan tingkah konyolnya.
"Kakak au papi, kakak au papi puwang tata. Huhu, kakak kanen papi." Neca masih terisak. Yang ia mau untuk saat ini adalah Papi, Papi dan Papi.
Semalam Papi Vano sudah menghubungi Ali. Menyuruh anak itu pulang sebelum benar-benar nanti amarahnya memuncak.
Akhirnya Ali mau. Pagi ini ia akan berjanji untuk menemui Neca di rumah sakit. Sebenarnya Ali pun sama, tidak mungkin tega membiarkan anaknya sakit karena kangen dengannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
TPB Season 2 (COMPLETED)
Fiksyen PeminatA Perfect Boyfriend is a guy who makes you smile and be happy! 💃 The Perfect Boyfriend Season 2💃