Bismillah 🙂
Semoga sukaaa 😍-
Hari ini adalah hari pertamaku masuk pesantren begitu juga dengan kakak perempuanku yang baru kelas 1 Sma tetap harus di pindahkan karena lingkungan sekolah kakak yang kurang islami. Selesai sholat subuh aku langsung merapihkan dan mengecek barang apa saja yang akan di bawa ke Pesantren.
“Mama ... Azila enggak mau pindah sekolah apalagi sekolahnya kayak gitu. Gak boleh bawa handphone, novel, terus harus pake jilbab lagi! Kan gerah, Mah ....” Suara Kak Azila terdengar dari atas. Sudah dari minggu lalu ia protes dan mengeluh tentang pesantren, tapi Mama tetap pada pendiriannya.
“Azila sayang ... memangnya kenapa gak mau masuk pondok ‘kan enak tempatnya di daerah pegunungan, adem lagi. Sudah sana ambil kopernya masa bibi yang nurunin sih ....” perintah Mama setelah melihat bibi (Alias pembantu di rumahku ini) menyeret koper Kak Azila dari tangga.
Kak Azila mendengus sebal dan terpaksa berjalan mengambil alih koper yang di bawa bibi lalu menyeretnya dengan kasar keluar rumah menuju mobil. Aku yang sudah selesai merapihkan barang-barangku hanya menonton dari lantai 2 rumah kami. Lalu, menuruni satu persatu anak tangga sambil menyeret koperku yang berat ini.
Mama melihatku turun, lalu tersenyum. Aku membalas senyumannya.“Nak ....” panggil Mama setelah kaki ini menuruni anak tangga terakhir.“Ya, Ma?” sahutku. “Sini sebentar, Mama mau bicara denganmu.” Pinta Mama sambil menggunakan isyarat agar duduk di sampingnya. “Ada apa, Ma?” Setelah duduk di samping Mama.
“Mama titip Kakak kamu ya, San ... bimbing dia untuk lebih mengenal islam, jaga dia dan nasehati Kakakmu dengan baik dan lembut saat dia melakukan kesalahan. Jangan jauhi dia bila semua orang menjauhinya.” Pesan Mama padaku.
“Iya, Ma ... pasti.” Ucapku meyakinkan Mama. Dalam hati ada sedikit keraguan, karena Kak Azila saja tidak pernah mau bicara denganku dengan alasan terlalu kampungan karena memakai jilbab dan baju gamis, gak level katanya. Tapi walau begitu aku akan tetap mencoba untuk membantu Kak Azila menjadi wanita muslimah.
“Ya sudah, kalian berangkat, gih nanti telat, Maaf Mama tidak bisa mengantar kalian ....”
“Don’t worry, Mom ... kami pasti selamat sampai Pesantren. In syaa Allah.”
“Aamiin ....”
“Dek ... buruan napa!” teriak Kak Azila dari luar rumah. “Sabar kak! Lagian Kakak gak pamit dulu sama Mama?!” teriakku kesal.
Hening.Tak ada jawaban dari Kak Azila.
“Sudahlah, San ... Mungkin Kakakmu itu marah sama mama karena memaksanya untuk mondok.”
“Mah ... Ini bukan kesalahan, Mama, kok.” Ucapku menghibur Mama agar tidak berubah pikiran juga.
Selama di perjalanan tidak ada yang bicara satu sama lain. Aku yang sedari tadi bersandar pada kaca mobil dan melihat apa yang ada di luar sana tidak berminat untuk membuka percakapan di dalam mobil ini. Supir Kami –Pak Erif juga fokus menyetir tanpa berbicara satu kata pun. Dan ... Kak Azila yang sibuk dengan make upnya.
“Kak! Ngapain, sih pakai make-up segala emang mau kondangan apa?” ucapku pada akhirnya yang sudah risih sejak dari rumah sampai di perjalanan ia tak berhenti ber-make-up.
“Terserah gue, lah! Make up – make up gue, muka juga muka gue dan Lo cuma anak kampung yang nggak tau trend.”
Ya, itulah Kak Azila dengan sifat angkuhnya dan selalu menyindir di akhir perkataannya juga judes.Tak ingin membuat masalah dan aku pun enggan berdebat dengannya maka, kuputuskan untuk diam. Toh, sampai di Pondok juga bakal disita tuh make-up.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintai Tak Harus Memiliki
Teen FictionMenceritakan tentang seorang gadis yang berusaha merelakan dan mengikhlaskan laki-laki yang cintainya untuk sang kakak tercinta. Namun, sang kakak bersikeras untuk menjauhkan sang adik dari laki-laki yang dicintainya. Dapatkah sang adik (Sania) mere...