Chapter 2

3.2K 66 1
                                    

"aku tidak bisa Theresa, salah satu adikmu masih berada dikamarnya, Theresa aku mohon, tolong per-" ucapan ibu nya terpotong ketika gedoran pintu semakin kencang dan membuat pintu sudah hampir terbuka

"pergi Theresa dan larilah secepat dan sejauh mungkin"

"aku mencintaimu theresa, ku mohon jangan menangis" ucap Katrina sambil mendorong theresa untuk pergi dari rumahnya

Theresa yang sudah tidak tahu harus bagaimana akhinya menuruti perintah ibunya. Ia berlari secepat dan sejauh mungkin dari rumahnya sambil menangis. Buliran air mata menutupi penglihatannya sampai sesuatu yang keras menghantam tubuhnya dan ia terjatuh dan tidak sadarkan diri.

"theres"

"theres"

                                                                     ***

Shit.

Tanpa dia sadari sebulir kristal barwarna bening melucur perlahan di pipi mulus nya. Memori kelam itu masih sering mengahantuinya, sampai sekarang ia tidak tahu dimana keberadaan ayah ibu serta adik adiknya

"THERESA!," panggil Judson

Theresa tersadar dari lamunannya ia melihat pantulan diri seorang pria yang ada di dalam cermin.

"ya" theresa membalikan tubuhnya

"kenapa?" tanya Judson menatap Theresa dengan kerutan di dahi

"tidak" jawab theresa di iringi dengan senyuman yang tidak sampai mata

"kau tidak sedang melamun bukan?"tanya Judson menatap Theresa dengan curiga

"tidak, sungguh" jawab theresa dan berjalan kearah dimana Judson berdiri

"ada apa, tumben sekali kau datang ke kamarku" tanya Theresa ketika sampai di hadapan judson.

"aku ingin bicara denganmu diruang kerja" jawab Judson serius

"ruang kerja siapa?" tanya Theresa sambil berfikir.

karena rumahnya...

salah maksudnya rumah Judson memiliki 2 ruangan kerja, yang mana satu kepunyaan judson dan satu lagi kepunyaan theresa

"menurutmu lebih baik ruangan kerja siapa?" tanya Judson

"menurutku, terserah dimana saja" usul Theresa dengan senyuman

"kalau begitu di ruanganku" ucap Judson

"kita bicara disini saja" jawabTheresa sambil berjalan kearah sofa yang berada dikamarnya dan diikuti oleh Judson

"aku sedang buru buru hari ini ayah" putus Theresa ketika melihat Judson yang hendak membuka suara untuk memperotes putusannya

"ini soal ayah dan ibumu theres" ucap Judson menatap mata Theresa serius.

Judson Collin bukanlah ayah kandung Theresa, dia adalah seorang detektif yang bisa dikatakan baik karena sudah mengurus Theresa setelah kejadian sepuluh tahun yang lalu. Judson mengatakan bahwa saat hujan dia menemukan tubuh Theresa tergeletak di jalan dan langsung membawanya kerumah sakit ia juga mengatakan bahwa Theresa koma selama tiga hari.

"k-au siapa?" tanya Theresa kecil dengan suara yang gemetar setelah siuman. mentap orang yang berada di hadapanya dengan penuh rasa takut

"aku Judson, aku yang membawamu kemari" jawab Judson menatap anak kecil yang mungkin seusia anaknya dengan penuh rasa iba.

"siapa namamu?" lanjut judson

"aku Theresa Dilligham" jawab theresa

Theresa menatapnya sambil berfikir bahwa orang yang di hadapannya kini mungkin bukan orang baik. Theresa mengingat kejadian itu, ibunya menyuruh Theresa untuk berlari secepat dan sejauh mungkin. Theresa merindukan ayah, ibu dan adik adiknya tapi ia tidak tahu harus bagaimana, apakah kira kira orang yang dihadapannya ini mengetahui soal itu, tapi bagaimana jika ternyata dia orang jahat. Theresa sangat Pensaran dan rindu mengenai keadaan ayah, ibu dan adik adiknya

"apa kau tahu dimana ayah, ibu dan adik kembarku?" tanya theresa

Judson terdiam,,

dia bingung harus mengatakan seperti apa pada anak yang menatap matanya dengan penuh harap. kedua orangtua anak ini beserta adiknya sudah tiada. Judson mengetahui hal itu dari berita siaran televisi yang menampilkan foto anak ini beserta ayah, ibu dan adiknya . Judson ingin mengatakan yang sebenarnya namun melihat kedua mata yang sangat indah itu menatap matanya ia tidak tega untuk mengatakan yang sebenarnya tapi Judson juga tidak ingin berbohong, jika ia berbohong itu akan menambah sakit hati yang diderita anak yang ada dihadapannya ini.

"Sir" panggil theresa

"ya" saut judson

"sir, kau belum menjawab pertanyaanku" ucap theresa lemah

"aku akan menjawab pertanyaan mu tapi aku memiliki syarat dan berjanjilah untuk tidak bersedih setelah aku mengatakan nya" ucap Judson dengan senyum kepada anak usia 10 tahun

"baiklah sir, apa syaratnya?" tanya theresa dengan suara kecil, pusing di kepalanya membuat dia tak mampu mengeluarkan suara berlebihan

"jadilah anakku, baru setelah itu aku akan mengatakannya" pinta Judson dengan yakin. Entah kenapa hati kecil Judson menginginkan anak ini menjadi anaknya, ya mungkin karena Judson iba dengan apa yang sudah terjadi pada theresa.

"kenapa aku harus menjadi anakmu?, apa kau tidak memiliki anak?, lalu bagaimana dengan orangtuaku nanti, dia pasti tidak ingin aku jauh darinya" ucap theresa dengan banyak pertanyaan,

"berjanjilah dulu theres" Ucap Judson

"tidak bisa sir, orang tuaku akan menca-"

"kedua orangtuamu sudah tidak ada theres" Judson memotong ucapan theresa sambil menatap mata Theresa dengan iba, dia tega melihat wajah anak itu yang sebentar lagi akan mengeluarkan banyak air mata.

Theresa diam rasanya dia ingin menangis, pelupuk matanya sudah berair namun dia teringat ucapan ibunya yang meminta theres untuk tidak menangis.

Dengan buru buru theresa mengelap pipinya yang sedikit terkena air mata, dia melihat kearah dimana Judson berada.

"apakah itu benar? Kau mengetahui itu dari mana?" tanya theresa dengan lirih, nafasnya sesak dan hatinya sangat nyeri mendengar hal itu.

"dua hari yang lalu, saat aku membawamu kerumah sakit, beberapa stasiun televisi menayangkan Breaking News mengenai pembunuhan keluarga Dilligham dan menampilkan foto keluargamu, kedua orangtua dan salah satu adikmu yang di identifikasi sebagai Melvin Dilligham ditemukan tewas, Marvin Dilligham masih dalam proses pencarian atau bisa dikatakan dia hilang, dan rumah yang kau tempati disita bank karena kedua orangtuamu memiliki hutang yang sangat banyak dan rumah itu adalah jaminannya " jawab Judson

Theresa menangis mendengar hal itu, ia sudah tidak bisa membendung air mata lagi. Sangat menyakitkan mendengarnya, Theresa memikirkan ucapan ibunya, bukankah ia berjanji untuk menjelaskan kejadian itu kepada theresa lalu mengapa sekarang ia di tinggalkan bersama Marvin dan itupun ia tidak tahu dimana keberadaan Marvin

"bagaimana aku harus mencari Marvin" Rintih Theresa dengan wajah yang sudah dipenuhi air mata. Theresa bingung ia tidak tahu harus bagaimana, di san diego dia hanya memiliki orangtuanya lalu sekarang akan tinggal dengan siapa selanjutnya.

"Aku akan membantumu, mengenai orangtuamu dan Melvin mereka sudah dimakamkan di pemakaman umum" Ucap Judson. Entah dengan alasan kenapa ia mau membantu anak yang baru ia kenal selama beberapa jam, dua hari ia menjaga anak ini dalam keadaan hanya berbaring dengan mata terpejam tanpa suara dan anehnya sekarang ia meminta anak itu untuk menjadi anak angkatnya, ya walaupun sebenernya Judson juga memiliki anak namun sejak anaknya masih kecil ia sudah dibawa oleh ibunya pergi meninggalkan Judson sendiri karena masalah perceraian.

"Sir. Aku menerima tawaranmu" Theresa menunduk mengucapkan hal itu, ia sudah tidak tahu harus bagaimana, ia tidak memiliki siapa siapa sekarang hanya orang yang di hadapannya ini yang bersedia membantunya, tapi ia tidak tahu apakah dia jahat atau tidak, namu tidak ada salahnya untuk memulai percaya dengan orang baru

BLOODY DISGUISE (Penyamaran berdarah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang