Naice Mood

1.3K 106 7
                                    

[Ava]

"Gue minta maaf."

Gue belum pernah mendengar contoh kalimat di atas dari mulut Dito pasca pertengkaran rasa sabung ayam kami. Bukan masalah besar, toh dia juga mulai menjaga jarak aman. Sama seperti sebelumnya.

Dan sebagaimana mestinya, kami berhenti saling bicara.

"Dit, gue pinjem kaset."

Demi mendengar satu nama yang diawali kata Dit, telinga penghianat gue mulai berdiri. Ini nih, kutukan kenal orang baru. Penasaran dengan semua informasi tentang dirinya. Jiah, gue makin terdengar mirip bujangan lapuk yang merindukan belaian kekasih.

Diam-diam gue penasaran dengan isi kaset CD si Dito. Udah putus emang benang kewarasan jiwa gue.

"Pinjem mulu lu, beli kek," balas Dito setengah bercanda. Meski begitu, dia tetap memberikan kaset CD ke temennya. Dari jarak lima meteran, gue gak bisa lihat gambar covernya. Jadi gue gak bisa memastikan itu CD musik apa film biru.

"Lu kan rental," kelakar temannya sembari menepuk bahu Dito.

"Balikin senin depan," lanjut Dito. Temannya mengangguk mengiyakan.

Begitu temannya pergi dan Dito duduk diam karena gak ada yang ngajakin ngomong, tiba-tiba dia mengarahkan pandangannya ke arah gue. Dua bola mata sebesar kelereng itu mengerling jahil, menunjukkan maksud pemiliknya yang kentara banget ingin menggoda gue.

Gue mengalihkan pandang, terlalu gengsi untuk mengakui tindak penguntitan yang tanpa sengaja gue lakukan sejak lima belas menitan lalu. Gue memandang apa saja objek dalam kelas dengan pengecualian khusus untuk bujur dan lintang di mana Dito berada.

Menit-menit berikutnya, gue melirik ragu ke arah Dito. Dia sibuk ketawa dengan sekelilingnya. Terlalu asyik untuk menyadari penguntitan kedua gue. Kesempatan ini jelas membuat gue lebih leluasa mengamati sosoknya. Pada akhirnya, gaya rambut Dito membuat gue sadar satu hal.

Dia gak punya sisir?

###

"Gue main ke kos lu ya?"

Lagi-lagi, dia mengatakan kalimat ajaib itu. "Sekarang apalagi?" tanya gue balik. Gue baru aja badmood gara-gara anggota kelompok gue gak becus presentasi. Padahal mereka tinggal ngomong doang sementara gue yang nyiapin semua materinya semalam suntuk.

"Main doang," katanya.

Gue gak percaya. Akal bulusnya itu banyak, kenapa baru berusaha sok baik sekarang? Pasti ada apa-apanya. Naluri gue gak mungkin salah.

"Gue gak ada di kos," dusta gue. Mau gimana lagi, gue harus menolak tapi enggan menyakitinya. Dan menurut gue, ini saat yang tepat untuk menggunakan kartu kebohongan. Duh, dosa gue. Gak kebayang.

Dito menyipitkan matanya, menyelidik. Tapi gak mengatakan kalimat serangan apapun. Pada akhirnya, dia mengangguk kemudian berjalan melewati gue. Gue yang sebelumnya sedang membereskan buku catatan cuma bisa heran dengan sikapnya. Meski begitu, gue tetap senang dia gak jadi main.

###

"Ajak gue main ke kos lu, ya?"

48 jam setelah penolakan pertama, dia kembali mendatangi meja gue. Semua orang sibuk keluar kelas karena jam makan siang baru saja dimulai. Gue yang duduk di pojokan cuma bisa menatapnya heran, "apa lagi?" balas gue datar.

Dito meringis jahil. "Gue ajakin makan deh," tawarnya. Dipikir gue buah di pasar yang bisa ditawar kali. Miris gue dengarnya.

"Sori, Dit---" gue belum selesai ngomong, dia udah mengangkat tangannya untuk menghentikan kalimat apapun yang bakal gue ucapin.

A CrossdresserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang