Prolog

170 28 8
                                    

Bila hidup ialah setebing ngarai. Takdir adalah apa yang menjatuhkan dan segala diluar itu, biarlah tetap sebagai rahasia --Fabian Dirgantara.

*****

Menjelang siang hari bel berbunyi tanda pulang sekolah di Taman Kanak-kanak kala itu. Seorang bocah laki-laki sedang berlari mengejar temannya.

"Ayo ikut aku" sambil menarik tangan mungil anak perempuan menuju ruang Kelompok Bermain.

"Mamahku belum jemput" ucap anak perempuan itu resah namun menuruti langkah temannya.

"Kita tunggu sambil main ini ya?" Kata bocah itu membongkar Puzzle yang semula sudah tersusun rapih.
Anak berambut panjang yang dikuncir satu itu pun mengiyakan dan ikut bermain.

Angin berhembus masuk ke ruangan dan suara bising anak-anak yang bermain sembari menunggu jemputan orangtua diarena taman masih terdengar samar. Sudah setengah bagian satu pasang anak laki-laki dan perempuan itu menyusun puzzle dengan cepat.

"Kamu cita-citanya apa?" Tanya bocah laki-laki yang berbadan tambun dan pipi yang gembul itu kepada temannya.

Anak perempuan itu sedang menunduk kebawah meja sambil mengambil sesuatu.
"Aku mau bahagia sama papa, mama dan kak Alex" jawabannya dengan mata berbinar, setelah memegang satu kepingan puzzle yang tadi jatuh dan kembali duduk dibangkunya
"Kalo Bian?" Ikut bertanya dengan tulus, betapa imut wajahnya.

"Bian mau nikah dan bahagia sama kamu" jawabnya dengan ekspresi jenaka, bahkan belum paham apa arti yang diucapkan dia barusan. Kemudian tak diduga bocah laki-laki itu mendaratkan bibirnya tepat dibibir anak perempuan itu.

Anak perempuan itu hanya melongo polos tidak mengerti, sedangkan bocah nakal itu tersenyum sumringah. Entah perbuatan tidak senonoh darimana yang ia dapat. Masih kecil sudah mesum itulah anak jaman sekarang.

Keduanya kembali menyusun puzzle yang hampir selesai itu, sekarang gantian bocah laki-laki itu beranjak dari bangkunya kemudian berjongkok mencari satu kepingan yang entah jatuh kemana.

Ibu dari anak perempuan itu datang keruangan Kelompok Bermain dengan napas tak beraturan dipeluk dan digendong anaknya.
Lalu langsung membawanya pergi.

"Bian mah" kata anak itu sambil menunjuk temannya.
"Besok-besok lagi ya sayang kita harus ketemu kak Alex dirumah sakit" katanya sendu sambil mengusap wajahnya yang siang ini terlihat kacau.

Anak perempuan itu tidak mengerti apa yang sedang terjadi, dalam gendongan mamanya ia memeluk dengan erat. Mamanya membalas dengan mengelus punggung anaknya sesekali terdengar suara isakan yang ditahan agar air matanya tidak jatuh. Bergegas menuju parkiran dengan tergesa-gesa.

Sementara diruangan yang sama si bocah tengil itu masih sibuk mencari satu kepingan yang hilang tanpa menyadari temannya sudah pergi.

"arghgh... Aduh.. sakit.. sakit... Bund" bocah itu hapal betul ukuran dan bentuk tangan bundanya yang menjewer telinganya.

"Anak bandel kamu ya, udah bunda bilang tunggu ditaman main ayunan kek perosotan kek... Malah ngumpet disini..! liat nih perut bunda udah buncit tambah capek cari-cari kamu tiap pulang sekolah" Omel bundanya menarik tangan bocah itu keluar.

"Aku ngga ngumpet bun, aku main puzzle bun" intrupsi bocah itu.

"Dirumah punya banyak puzzle kan? Inget ya, kamu bentar lagi udah mau punya adek lagi loh, Dirga harus berubah ngga boleh bandel lagi ya" ucap bundanya lembut saat berjongkok perlahan dan memperbaiki ranselnya.

Puzzle Of HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang