"hello everyone!"
sapa seorang gadis dengan rambut ikal lengkap dengan bandana terikat di kepalanya, serta postur tubuh tinggi semampai.Namanya Sanchi
Sesuai namanya, Sanchi adalah gadis yang energik. Aura di dalam dirinya membuat orang sekitar merasa nyaman saat berbicara dengan nya.
"Hai Sanchi!" balas keempat sahabatnya dengan kompak.
"Ayo kemari, bergabunglah," pinta Raihan.
Sanchi pun bergabung dia menarik sebuah kursi dan menduduki nya.
Hari ini adalah hari pertama di semester 2, setelah beberapa bulan lalu mereka mengikuti ujian akhir dan pembagian laporan hasil belajar selama 1 semester. Bahkan Sanchi nyaris mendapat nilai sempurna di setiap mata pelajaran, walau mungkin dia tidak menunjukkan cucu dari seorang profesor dan anak dari bussinessman terkenal.
'berimajinasilah, itu akan membuatmu lmemahami sebuah konsep'
kalimat itu selalu Sanchi ucapkan setiap ditanya oleh teman-teman nya bagaimana cara dia untuk belajar.
"Aku punya hadiah untuk kalian, tadaa..... kalian suka kan? Kalau kau tahu aku mendapatkan ini dengan susah payah, sampai-sampai aku harus memohon pada kak Satya untuk membelinya pada saat ke Thailand. Ayo ambil, kalian pasti suka kan? Iya kan? Ayolah tak usah sungkan, lihat ada cokelat, cumi pedas, dan ya kau suka makanan manis kan Manda? Ini ambil manisan buah ini,"
"Terima kasih Sanchi, kau baik sekali, bahkan kau rela meminta kakakmu untuk membeli makanan sebanyak ini," ucap Ali.
"Tidak masalah, ah aku hampir lupa, aku punya satu hadiah spesial untuk kalian," mereka langsung memperhatikan dengan antusias.
Sanchi menggengam sebuah kalung edisi terbatas lengkap dengan liontin yang indah.
"Tapi, aku hanya punya satu, satu lagi aku pakai, lihat indah bukan? Kalau kalian ingin kalung ini maka," Sanchi bersiap,"kalian harus mengejarku!" kurang dari 1 detik dia sudah menghilang dari kursi.
Sanchi anak yang aktif.
Saat hendak keluar tiba-tiba,
"SANCHI!"
dia menginjak tali sepatu, tubuhnya pun sudah tak seimbang lagi.
Sempat mencoba memegang pintu agar tidak jatuh, tapi telapak tangan nya tergores sampai terluka sedikit.
Tepat sebelum jatuh, seorang laki-laki datang.
Sanchi berada di genggaman laki-laki itu, perlahan membuka mata memastikan dia baik-baik saja.
Dibantu oleh laki-laki itu, secara perlahan Sanchi kembali berdiri. Keadaan sekitar mendadak hening dan tertuju pada mereka.
Belum sempat berterima kasih, Sanchi segera kembali ke bangku dengan pipi yang memerah.
Laki-laki itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan kembali melanjutkan aktivitasnya.
Bel sekolah berdering kencang, saatnya untuk belajar.
Namun saat pelajaran berlangsung, Sanchi kurang fokus dan kerap kali ditegur guru.
Sanchi tidak tahu orang yang menolong nya tadi itu Rafi, teman masa kecilnya.
🌻🌻
Sanchi keluar dari UKS setelah mengobati luka nya.
Eh, tadi aku belum berterima kasih dengan laki-laki itu. Sebaiknya aku cari saja
Sanchi memeriksa di setiap sudut keramaian sekolah pada jam istirahat, memeriksa seliap lantai, berkali-kali naik turun tangga, dan beberapa kali memakai lift, namun hasilnya nihil.
Tapi Sanchi tetap berusaha mencari anak itu.
Hingga waktu istirahat habis, anak-anak berhamburan menuju kelas masing-masing.
Tibalah di kelas, Raihan bertanya padanya,"Sanchi kau dari mana saja, aku sudah mencarimu kemana-mana tapi......he?" Sanchi tak menggubris, Raihan bingung.
"Ada apa?" tanya Ali.
Raihan mengarahkan matanya pada Sanchi,"Ah sudah biarkan saja, omong-omong apa aku boleh pinjam seri kedua novel itu? Aku suka alur ceritanya,"
"Tentu saja, pulang sekolah nanti datang saja ke rumahku."
Ali mengacungkan jempol.
🌻🌻
Bel pulang berdering, saatnya pulang.
Manda dan Ica berpamitan, "Sanchi kami pulang dulu ya, sampai jumpa,"
"Daaah..... hati-hati, ingat ada tugas pelajaran matematika jangan sampai kau tidak mengerjakannya, bisa-bisa kau...."
"Akan dimarahi dan kau akan berdiri di depan kelas, hahaha,"Ica memotong pembicaraan.
"Hey, aku serius. Seharusnya kau berterima kasih padaku tapi kau malah seperti itu," Sanchi memanyun kan bibirnya karena kesal.
"Sanchi, kami tidak mungkin lupa, kami pulang dulu sampai jumpa,"
"Sampai jumpa."
Sanchi menutup ransel kuning miliknya lalu menggendong tas itu di pundak.
Setelah keluar dari kelas, dia melihat anak yang dia cari saat istirahat. Sanchi pun memanggil anak itu.
Langkah anak itu malah semakin cepat hingga Sanchi harus sedikit berlari
"Hey!"
"Hey tunggu, tunggu dulu,"
"Hey!"Dia hanya melihat wajahnya sekilas sebelum lift tertutup. Lift itu menuju lantai 1 Sanchi pun segera turun melalui anak tangga.
Sampai di lantai 1, Sanchi melihat anak itu dirangkul dengan laki-laki serta bentuk badan yang serupa.
Sanchi menghampiri, memegang pundak kedua orang itu.
Sembari tersenggal-senggal Sanchi berusaha menjelaskan,"K....kau ke.... kenapa me....menghindar? Aku h....hanya ingin bilang terima kasih sudah menolongku pagi tadi, jika tidak maka aku
"maka aku tidak akan ada di hadapan kalian saat ini. Maaf terlambat, tadinya aku akan bilang ketika istirahat tapi aku tidak menemukanmu"
"terima kasih ya, sudah menolongku."
Salah satu dari mereka menjawab,"Itu hanya hal kecil yang bisa aku lakukan Sanchi, kau tak perlu merasa bersalah,"
Sanchi menyadari bahwa kalimat yang diutarakan oleh orang itu sudah tidak asing di telinga. Kemudian kedua orang itu berbalik badan.
Sanchi pun terkejut melihat wajah mereka.
Kau? Dan dia....
Rafi tersenyum, setelah 10 tahun berpisah dengan sahabatnya. Dia mengadahkan tangannya, Rafi ingin memeluk sahabatnya. Namun Sanchi terlihat ketakutan serta perlahan berjalan mundur.
Ketiganya terpaku hanya saling pandang.
Bukankah kau anak tunggal, lalu dia siapa?
🌻🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
Metanoia
Teen Fiction"Apa maksudmu! Apa kau ingin menghukum ayah dan kakakmu? Apakah kasih sayang mereka terlihat palsu?" [on going] ©0620