Dear, Jee

32 5 0
                                    

Untukmu, Jee

Hai, Jee!

Bagaimana kabarmu di sana? Bagaimana dengan kota impianmu? Dengan segala angan yang kupikir sudah kau wujudkan. Dengan segala mimpi yang aku yakin kamu bisa menggapainya, menyelesaikannya, lalu bersorai untuk merayakan hari kemenangan. Tapi mohon, jangan sampai kau merayakan dengan cara seperti biasanya. Aku yakin dirimu yang buruk akan tenggelam di hari esok. Aku percaya ketika kita bisa bersua kembali, aku akan melihatmu menjadi sosok Jee yang hebat menggenggam segala mimpi yang sudah tergapai itu. Ibumu dan Lia pun pasti akan terharu bangga melihat anak dan kakaknya menjadi manusia hebat.

Jee, aku bangga kamu bisa menginjakkan kaki di sana. Kamu pujangga yang cerdas. Jadi, berhenti merutuki dirimu yang katamu bodoh. Di dunia ini tidak ada makhluk bodoh, dan kamu harus tau itu. Tapi percuma ku terus bilang, kamu manusia keras kepala!

Aku bilang A kamu akan terus menganggap B yang terbaik, padahal B itu jurang dengan tampak baik. Si mahir tipu daya. Tapi aku harap semoga sifat unikmu itu hilang perlahan ditelan masa.

Baru saja kemarin aku rasa ada yang tidak baik denganmu. Dan benar saja! Malam ini Dimas memberitahuku bahwa kabarmu di sana sedang tidak baik. Fokusmu pun sampai hilang, ketika dosen menjelaskan. Kenapa? Ada masalah apa? Si jahat apa hingga berani menghilangkan dirimu sampai seperti itu, Jee? Awalnya aku kurang percaya dengan Dimas. Sampai akhirnya dia memberiku foto keadaanmu. Dan itu sungguh bukan Jee yang aku kenal. Jujur, kamu Hancur sekali. Bilang, Jee! Apa yang sampai membuatmu begitu? Menghilangkan dirimu hingga kau sendiri tak ada daya untuk mengambilnya kembali.

Aku selalu percaya kamu, dengan segala perkataanmu. Perkataanmu seperti tatkala malam di atas Puncak kau memberi kejutan. Kau bilang begini, "Ant, walaupun di sana akan memberiku kenyamanan, aku tidak mungkin melupakan peri kecilku di sini,"

"Jee, aku takut kamu kenapa-kenapa."

"Peri kecil, coba lihat aku! Kamu jangan mengkhawatirkanku, aku akan jaga diri aku dengan baik di sana,"

Suaramu selalu lembut hingga kalimat itu selalu berhasil menguasai salah satu tempat di ingatan. Padahal aku masih tau persis kejadian saat kau berbicara begitu. Kau sedang marah; karena aku. Jee, aku hanya ingin kamu tahu, tidak penting kau akan melanggar atau tidak janjimu untuk Melupakan gadis kecil yang kini sudah beranjak dewasa. Gadis yang kini selalu menunggu jawaban sang waktu untuk menunggu kepulangan kaptennya. Gadis yang sedang berusaha bangun dengan tangannya sendiri dan berjalan di atas kakinya sendiri ini, tapi hanya satu, Jee. Aku ingin kamu tidak melanggar janjimu pada dirimu sendiri. Kamu harus baik-baik saja dengan dirimu dan berdamai dengan segala bara api yang menyelimuti. Kamu harus menyayangi dirimu, Jee!

Kamu orang hebat. Aku percaya kamu akan lebih pandai menjaga dirimu sendiri, di esok hari. 

Setelah percakapan beberapa minggu yang lalu percakapanmu mulai berubah; singkat tapi sedikit teka-teki, aku mulai segan untuk bertukar kabar. Takut mengganggu. Ya, walau kamu sering balas dengan kata, "Enggak kok, Ant. Justru aku senang kamu mengabariku," setiap kali aku bertanya. Tapi aku tau, Jee...

Itu, hanya akal-akalan mu saja.

Sudah cukup. Aku harus mengakhirinya. Walau masih banyak yang ingin aku ceritakan kepadamu aku harus tetap mengakhiri surat ini. Jangan kamu Tanya aku rindu atau tidak, karena kamu tau sendiri jawabannya. Aku berharap surat ini akan sampai ditangan kamu, walaupun dengan alamat yang tidak lengkap karena aku tidak tahu. Jika salah alamat, ku harap semoga penerimanya orang yang mengenal kamu, juga si baik hati, sehingga mau mengantarkan tulisan ini hingga sampai di tanganmu.

Jadi, di akhir surat ini aku hanya ingin menuliskan, kamu harus sembuh. Jee, dengar aku! Jika bukan buat aku, Setidaknya sembuh buat dirimu sendiri. Aku menyayangimu, sangat menyayangimu...

Dari aku yang menuliskan ini,

ANT

AntTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang