Simpang Siur

32 0 0
                                    

Saya selalu menemukan para badut yang mengumpat dibalik puluhan topengnya. Mereka berlomba belajar ketuhanan, namun lupa cara memanusiakan. Mungkin itu yang mereka sebut cara bersosialisasi yang baik.

Pagi tiba memulai hari kembali.
Gerbang toko terbuka.
"Sreetttt....."
"Mas bangun heh udah siang, ngalangin aja lu ah!"

Sang berandal terbangun dengan kaget.
"Iya-iya, bawel lu ah!"
Pergi dengan menahan rasa kantuk dan kesal.

"Enak bener orang-orang kantoran pagi-pagi udah ngerokok nahan berak"
Berjalan menuju jalanan dengan membawa guitar melihat publik merokok di wc umum.

"Ngamen mulu, penghasilan gini gini aja" Murung tertunduk memikirkan nasib yang tak kunjung mencukupi kehidupannya.
Seseorang pengamen lain menghampiri elang (berandal)
"Ngapasi bang, muka ditekuk begitu gua perhatiin"
"Iya, pusing gua penghasilan gini-gini aja."
"Jangan nyerah bang, coba cari suasana baru"
"Maksudnya?"
"Coba cari kerjaan lain bang, atau ngamen di tempat lain"
"Sekolah aja ampe Smp boro-boro nyari kerjaan laen"
"Coba bang lu ngamen sambil berpetualang"
"Haha.. Ide lu gila tapi boleh juga saran lu cil! Nanti gua coba dah"
(Sambil mengelus kepala pengamen tersebut).

Elang pun memikirkan perkataan seorang teman dari salah satu pengamen lainnya.
Obrolan dengan dirinya sendiri semakin membuatnya untuk mencoba sesuatu hal yang baru.

Elang melanjutkan perjalanan kembali. Melihat sebuah warung kopi ia beristirahat sejenak untuk melepas lelah.

"Beli nasi mba satu, pake kikil sama sambel"
"Makan disini apa dibungkus mas?"
"Disini aja dah mba, pakein kuah ya dikit" sambil melihat-lihat lauk pauk lainnya.

Dengan pakaian kumal, sikap yang slengean menjadi perbincangan negatif para pengunjung warung kopi pinggir jalan.
Elang tetap menghiraukan suara bising yang memandang dirinya sebelah mata, dengan menikmati makanan teramat lahap memakannya.

"egggggggggg Alhamdulillah kenyang, Minta air lagi mba"
"Sssrttt.." Suara tuangan air ke dalam gelas
"Jadi berapa mba?"
"20ribu aja mas"

Elang terkejut mendengarnya sambil merogok kantong celananya.
"Tunggu dah mba, ini uang saya 15ribu dulu, saya pasti kembali lagi."
Elang bergegas pergi membawa guitarnya mencari tambahan.
(10Menit kemudian, Elang kembali ke warung kopi)

"Nih mba kekurangannya"
Pedagang warung kopi menerima uangnya dengan memahami dirinya dan senang melihat sang berandal menepati janjinya.
"Terimakasih mas, saya menghargai kejujurannyameskipun dengan pakaian kumal mas"
Elang hanya memberikan senyum terindahnya dan pergi meninggalkan warung kopi.

Riuh GemuruhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang