Bab 5

27 1 0
                                    

Matahari yang semula malu-malu kini telah beranjak dari peristirahatannya, membuat manusia-manusia yang berada dibawahnya bergegas memulai aktivitas dengan sederetan agenda dan deadline yang harus diselesaikan, Naya salah satu diantaranya. Ia memulai paginya dengan aktivitas merancang dekorasi untuk acara organisasi. Sorot matanya tajam tertuju pada gawainya seakan tidak ada satupun fokus lain yang dapat ia lihat, itulah ciri bahwa Naya sedang mengerjakan tugas, serious mode on.

"Naya... serius banget main hpnya"

"Ehh... Ini Kang aku lagi ngerubah sedikit konsep dekor univ day nanti"

Mendengar jawaban Naya, Ahmad hanya menanggukan kepala disertai acungan jempolnya, dan menyusul mengambil tempat tak jauh dari Naya lalu mengeluarkan ponselnya. Tak lama berselang muncul Ara dari balik pintu dan menuju ke arah mereka berdua.

"Gimana Kang? Ada yang bisa dibantu?"

"List daftar pesantren yang diundang udah fiks Ra?"

"Sementara ini sii, menurut saya baiknya kita ikut rekomendasi Gus Azhar aja Kang kayaknya"

"Yaudah berarti tinggal di sebar yaa?"

"Iya Kang, tinggal nunggu Gus Azhar sempatnya kapan bisa nemenin kita nyebar undangan"

"Apaahh? Undangan?! Kalian mau nikah?!" Seru Naya yang kembali dari dunianya. Kata "undangan" yang diucapkan Ahmad seakan mendobrak gendang telinganya dan menarik fokusnya dari tugas yang sedang dikerjakannya.

"Hahahaha... Bukan undangan nikah Nay!"

"Ishh... Kebiasaan suaranya gak dikontrol! Main nyautt ajah! Undangan seminar Aya, bukan undangan nikah" sungut Ara mengusap telinganya.

"Aduh maaf kang kalo ada yang nyebut undangan, bawaannya jadi baper"

Ara hanya mencibir disertai ekspresi cemberutnya, berbeda dengan ekspresi yang ditampilkan Ahmad yang terpingkal oleh ledekan polos Naya, selalu ada saja plesetan polos yang di luar nalarnya. Tidak jauh dari pendopo tempat mereka berada, terdapat sepasang telinga yang tidak berniat menyimak pembicaraan mereka namun suara tiga manusia tersebut sampai juga di telinganya. Terdapat desiran halus yang tidak diharapkan oleh si empunya pada saat mendengar obrolan yang tak ingin didengarnya.

"Gimana kang mau sekarang aja disebar undangannya?" tanya orang tersebut setibanya di pendopo.

"Oh Kang Fahirel yang jadi kurir undangan Ara sama Kang Ahmad?" Tanya Naya dengan wajah so' polosnya.

"Hahahahahahaha"

Berbeda dengan ekpsresi Ara beberapa detik yang lalu, kini Ara tertawa terpingkal-pingkal menanggapi ledekan Naya terhadapnya. Ia sangat senang Naya berpura-pura meledek Iel, Ara mengetahui sebenarnya ledekan Naya merupakan salah satu luapan kekesalan Naya terhadap Iel. Sementara Ahmad hanya menahan tawa dan meminta maaf atas candaan Naya. Ia merasa tidak enak melihat ekspresi kebingungan di wajah Iel, yang tanpa ia ketahui Iel sedang menutupi dari perasaan aneh yang ada dalam hatinya mendapat ledekan seperti itu 'entah lah'.

"Yaudah kang kita berangkat sekarang aja. Ara bisa kan? Gus Azhar lagi berhalangan, jadi yang nemenin kita Kang Fahirel"

"Jadinya sekarang banget Kang?" Tanya Ara setelah berhasil menahan tawanya.

"Iya, sekarang banget. Bisa kan?"

Ara yang masih berusaha menahan tawanya hanya mengangguk dan bergegas mengambil keperluannya, setidaknya mood nya hari ini baik meskipun harus bekerjasama dengan Iel secara langsung.

"Nay... ikut aja yuk! Katanya mau liat tempat mondok saya dulu"

"Aduh Ra, lagi ngerubah konsep dekor nih! Gak usah gak enakan! Kamu gak berduaan sama Kang Ahmad kok, kan ada Kang Fahirel yang siap jadi kurir dan tourguide, Iya kan Kang?"

Pilihan (Takdir)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang