Dingin,kulitnya diterpa angin.
Kosong,pandangannya kosong.
Hitam,hidupnya tak berwarna.
Mental,ia gila.Seorang dokter keluar dari ruangannya setelah mengecek berkas pasiennya. Baru beberapa hari di rumah sakit itu dokter itu mendapat apresiasi. Pasalnya dokter muda itu berhasil dengan mudahnya membujuk para pasien berpenyakit mental disana. Kim Namjoon dan rumah sakit jiwa tempatnya ia bekerja. Berkeperawakan tinggi,dimple manis di pipinya itu sempurna,IQ menyentuh 148,agak ceroboh tapi tak apa. Paket komplit untuk para calon mertua. Tapi ia mencoba untuk melajang kedepannya. Entah sampai kapan.
Namjoon berjalan kearah ruang pribadinya. Meletakkan beberapa berkas diatas meja kerjanya. Hari ini banyak sekali pasien yang ia rawat. Netranya menangkap satu berkas berwarna merah. Penanda kalau berkas itu memiliki pasien yang berbeda dari lainnya. Berbeda? Ada tiga tingkatan penyakit mental di rumah sakit ini. Zona merah yang paling parah dengan pengawasan dua puluh empat jam,zona oranye waspada dan penjagaan delapan belas jam sedangkan yang biru paling aman dengan pengamanan enam jam.
Tangan Namjoon membuka berkas itu. Menampakkan foto seorang pasien disana. Foto itu datar tak ada ekspresi. Serasa pandangan foto itu kosong. Namjoon membalik kertas dan ia hampir saja terkejut. Pasien yang luar biasa. Namjoon menyerngitkan dahinya. Ia bingung. Catatan keseharian pasien ini pada dasarnya sama seperti pasien zona biru. Tak ada yg aneh apalagi menunjukkan zona merah. Tak lama ponselnya bergetar. Ia segera mengangkatnya.
"Yeoboseyo?"
"..."
"Ke zona merah?"
"..."
"Baik saya segera kesana"Namjoon memutus sambungan telponnya. Ia membawa berkas pasien yang sudah ada di tangannya. Berjalan cepat menuju zona merah. Tak lama kakinya membuka pintu kaca pembatas sebagai pengaman di zona merah. Semua ruangan pasien kedap suara jadi ia tak merasakan mendengar teriakan para pasien. Namjoon mencari kamar nomor 411,dan membuka pintu menggunakan ID card miliknya. Eunwoo sudah menunggu disana dengan muka cemas.
"Ada apa?" Namjoon segera bertanya. Eunwoo menatap cemas pasien yang sedang ditanganinya, " sudah tiga hari dia tak mau makan" jeda, " perawat profesional tak bisa membujuknya"
Namjoon paham keadaan ini. Tak jarang ia menemukan pasien seperti ini. Namjoon meletakkan berkas itu di nakas kamar. Dia mendekat melihat kearah pasien yang terdiam tenang. Tak meronta ketika tangan Namjoon menyentuh dahi pasien itu. Normal,mungkin bersuhu antara 36-36,5°. Namjoon menoleh kearah Eunwoo," biar saya yang mengurus pasien ini,anda bisa mengurus pasien stadium bawah" ucapnya. Eunwoo sedikit kaget,tak lama dirinya mengangguk dan pamit ke zona yang lebih aman.
Namjoon duduk di tepi ranjang dengan mata yang tak dapat lepas dari pasien itu. Sama hal nya dengan pasien itu yang membalas tatapan Namjoon. Namjoon kira ia akan mendapat pukulan dari pasiennya. Ternyata tidak. Tangan Namjoon mengambil makanan dingin diatas nakas. Membuka plastik bening yang menutupi makanan itu. Perlahan Namjoon mulai menyendok nasi dan lauknya. Menyuapi si pasien. Tapi pasien itu tak membuka mulutnya. Bahkan mukanya tak berselera menatap makanan itu.
"Seokjin-ssi,ayo dimakan" Namjoon membujuknya lembut. Pasien itu masih sama,terdiam tak berniat membuka mulutnya. Dengan sabar,Namjoon meletakkan kembali sarapan telat pasien itu ke atas nakas. Matanya kembali menatap Seokjin. Seketika dirinya memiliki ide,walau agak gila dan sebenarnya melenceng dari prosedur rumah sakit.
"Seokjin-ssi,kau ingin jalan-jalan keluar kamar? Kalau iya saya harus menyuapi anda terlebih dahulu supaya anda punya tenaga saat keluar nanti" Namjoon membujuknya. Mata Seokjin menatap dokter tampan itu setelahnya ia mengangguk. Namjoon tau,pasiennya bosan bila dikamar. Waktu keluar kamar hanya ketika hari Rabu bagi pasien zona merah.
Namjoon tersenyum. Lekas ia mengambil sarapan telat pasien itu. Tangan cerobohnya telaten menyuapi Seokjin. Pasien itu tak berontak maupun marah,dirinya menerima suapan dari Namjoon. Tak lama,makanan itu habis. Namjoon mengajak Seokjin berdiri untuk jalan-jalan keluar kamar. Tangan Namjoon digandeng oleh Seokjin. Perlahan mereka berjalan melewati beberapa perawat yang menatap bingung. Hingga mereka berhasil keluar dan berada di taman luas di belakang rumah sakit. Namjoon mendudukkan Seokjin di salah satu bangku panjang disana. Angin menerpa wajahnya pelan. Seokjin menikmatinya. Namjoon memberikan permen stroberi kepada Seokjin. Padahal Seokjin bukanlah anak kecil tapi ia mudah dirayu."Seokjin-ssi,apa anda senang?" Seokjin paham bahasa Namjoon. Ia mengangguk dan menatap beberapa pasien lain yang sedang dilatih di taman. Namjoon merasakan kebahagiaan Seokjin dengan melihat mimik wajah Seokjin yang mulai kembali cerah.
"Saya juga senang,Seokjin-ssi"
.
.
.
Eunwoo membelalakkan matanya tak percaya tak kala para perawat bercerita kepadanya bahwa dokter Namjoon bersama pasien zona merah keluar dari kamar. Padahal itu hal yang tidak diperbolehkan. Melenceng dari prosedur."Apa itu benar? Kalian melihatnya sendiri?" Ujar Eunwoo yang mendapat anggukan cepat dari salah satu perawat. Gila sudah Eunwoo mendengar gosip para perawat.
Eunwoo, Cha Eunwoo dokter magang di rumah sakit itu. Ia cukup populer seperti Namjoon. Banyak yang menyukainya walau dirinya juga bisa 'bermain dibelakang' tak menurunkan reputasi sebagai dokter magang terbaik. Dirinya suka mendengar gosip dari beberapa perawat atau mungkin dirinya juga bisa terlibat dalam memata-matai para petugas rumah sakit. Si pemilik bahan gosip,ia juga dikenal dengan sebutan itu.
"Haish,aku tak percaya. Seharusnya aku tak menurutinya untuk menjaga pasien lain--aku seharusnya bisa tau pelet apa yang dipakai dokter lajang itu" omel Eunwoo dengan para perawat. Tangan nya di dekapkan didepan dadanya. Menghela nafas,ia ingin tau. Kepo lebih tepatnya. Seulgi,salah satu perawat yang berkumpul tiba-tiba berteriak pelan," dokter Namjoon!"
Sontak semua para penggosip mencari keberadaan Namjoon. Mereka melihat dengan jelas cetakan dimple Namjoon akibat tersenyum ada di pipinya. Disampingnya,pasien bernama Seokjin juga tersenyum walau sekilas. Para perawat tak bisa menghentikan teriakan mereka. Hingga Namjoon menoleh dan menyapa para perawat yang melihatnya. Ia juga menyapa dokter magang yang lima puluh menit lalu bersamanya. Bisa dibayangkan mengapa para perawat bisa pingsan ditempat.
Eunwoo berdecak, " haish,aku ingin tau!"
.
.
.
Namjoon menarikkan selimut untuk Seokjin. Waktunya Seokjin tidur siang. Namjoon tau,pasti pasiennya kelelahan setelah berjalan keluar kamar. Senyum hangat tak pernah luntur dari wajah Namjoon. Begitu pula dengan Seokjin yang terus menerus bergumam tak jelas. Sepertinya ia bercerita. Namjoon bisa mendengar ucapan 'terimakasih' dari mulut Seokjin walau agak tak jelas. Tangan Namjoon mengusak rambut Seokjin pelan. Hal itu dilihat oleh dokter magang,Eunwoo yang tiba-tiba datang dengan mata menyipit. Namjoon menoleh akibat suara deheman Eunwoo."Oh Eunwoo-ssi,ada yang bisa saya bantu?" Namjoon masih tersenyum dengan hangat. Eunwoo berpikir walau hanya alihan. Bohong. Eunwoo mendekat dan menyikut Namjoon pelan,"oh..sudah menemukan pasien baru?" Dirinya tak segan menyindir juga. Namjoon menggeleng pelan,"semua pasien disini saya hormati dan saya layani,Eunwoo-ssi" sopan dan ringan. Dapat Eunwoo terima dengan baik. Toh sudah hanya itu saja jawabn Namjoon.
"Hm baiklah,tapi ingat--kau mungkin akan mendapat teguran dari kepala rumah sakit" setelahnya Eunwoo pergi. Namjoon mengangguk pelan. Ia kembali menatap Seokjin. Seokjin sudah tertidur dengan muka damainya walau beberapa hari yang lalu Seokjin sempat berontak dengan dokter dan perawat sebelum Namjoon. Bisa dilihat di CCTV.
"Selamat tidur Seokjin-ssi,saya harap anda terus berbahagia" dan disusul dering dari ponsel miliknya. Kepala rumah sakit menelponnya.
Banyak kata wahah! Nulis ini gatau kenapa. Cuma ide dah lah.
Maaf yang cerita lain slow update. Lagi buntu ide buat cerita lain
Vote komen biar cerita bisa lanjut💜
KAMU SEDANG MEMBACA
☾ʙʀᴇᴀᴋᴛʜʀᴏᴜɢʜ⭐
Fanfiction^Cerita tentang si gila yang bertemu obatnya^ 『 Kim Namjoon and Kim Seok Jin』 start:12.06.20 end: