#1

14 2 0
                                    

[Bagi yang bernasib sama denganku, tetap tersenyum, ya]

***

Aku terbangun dari tidurku selama lima jam lebih akibat menangis.

Malam ini hari terasa dingin karena siang tadi telah turun hujan membasahi kota Banjarmasin tempat tinggal ku.

Aku heran kenapa tanganku terasa berat, lalu aku menunduk dan mendapati sebuah album yang terbuka tengah aku pegang. Oh ini foto ayahku. Pria yang tidak akan pernah aku lihat wajahnya sedari kecil hingga sekarang.

Aku bangun lalu duduk dipinggir kasur, sambil terus memegang album tersebut. Tidak banyak foto yang ku taruh di sana, hanya beberapa saja.

Nanti akan aku ceritakan, bagaimana mama merawatku tanpa ayah, pria yang tidak pernah ku temui. Juga tentang bagaimana sekarang aku mempunyai seseorang yang telah menggantikan posisi ayah, di hati mamaku-bukan aku.

Dan aku yang menemukan ... dia.

°°°°

"Hai, Na."

Sapa seseorang saat aku telah duduk di dalam kelas. Orang itu adalah Adel sahabat sekaligus tetangga di sebelah rumahku.

Aku cuma menoleh sekilas, lalu tersenyum seadanya.

"Nanti kita ke taman yah," ajaknya.

"Mau apa kesana?" tanyaku dengan kening berkerut.

"Tidak pa-pa, aku hanya ingin mengajakmu bermain," jawab Adel dengan senyum yang manis, bahkan aku ingin sekali mencubitnya.

Aku mengangguk menuruti permintaan sahabatku lalu membalas senyumnya.

Tidak lama kemudian, guru yang mengajar di kelasku masuk dengan membawa beberapa buku yang dipeluknya erat, dan dibarengi dengan semua murid yang bergerak cepat untuk duduk dengan rapi ditempatnya masing-masing.

Kegiatan belajar berjalan dengan lancar. Diakhiri dengan beberapa candaan oleh teman-temanku, akhirnya pelajaran ditutup karena bel tanda istirahat sudah berbunyi.

"Ayo Na," kata Adel. Aku bingung dia mau mengajakku kemana.

"Jangan bingung. Ayo kita ke kantin. Perutku sudah lapar minta diisi," kata Adel lagi. Seolah dia tahu apa yang sedang aku pikirkan.

Dengan cepat Adel langsung menarik tanganku tanpa bisa ku elak lagi. Ya sudah aku ikuti saja dia, karena aku pun juga sudah lapar.


°°°°


"Pr Matematikamu, sudah?" tanyaku pada Adel. Ingat aku cuma bertanya tidak bermaksud untuk mencontek jawabannya.

Adel diam saja, tidak merespon sama sekali. Mungkin ada sesuatu yang sedang dipikirkannya sampai tidak menjawab pertanyaan ku seperti ini.

Aku mencoba menepuk pundaknya sebanyak dua kali, sampai dia melihat kearah ku dengan ekspresi wajah yang konyol sekali. Oh anak ini, sungguh menggemaskan.

"Hm ... kau bicara apa?" tanya Adel dengan cengirannya.

"Pr yang diberi oleh pak Nando. Apa kau sudah mengerjakannya?"

"Oh itu, hmm ... sudah."

Mendengar jawabannya aku jadi lega, untunglah aku punya sahabat seperti dia yang mandiri.

Sekarang kami—aku dan Adel telah sampai di kantin sekolah untuk mengisi perut, dan memilih tempat duduk yang kosong.

Aku duduk sendiri karena Adel memilih untuk memesan makanan untuknya dan diriku. Cukup lama aku menunggunya. Ku lihat di tempat Adel memesan makanan banyak sekali orangnya, mungkin anak itu sedang mengantri.

"Na, ini makanan untukmu. Maafkan aku karena harus mengantri terlebih dahulu."

Reflek aku menoleh untuk melihat siapa yang bicara, ternyata orang itu adalah Adel. Perempuan itu memasang wajah yang memelas dengan nada bicara seperti orang yang sedang mengeluh.

"Hei, apa yang kau katakan? Aku tidak apa-apa. Jangan bicara dengan nada begitu," gerutu ku sembari mengambil makanan yang dibawakannya untukku.

Padahal dia yang lapar, kenapa dia juga yang tidak enak denganku karena menunggunya lama.

Aku menepuk-nepuk bangku disebelah ku sebanyak tiga kali untuk menyuruhnya duduk. "Ayo duduk, kita makan. Sebentar lagi bel akan berbunyi."

Perempuan itu mengangguk sambil tersenyum, dan makan dengan lahap. Sesekali dia tertawa karena ulahku yang mengatakan bahwa dia makan seperti anak kecil saja.

Umurku satu tahun lebih tua dari Adel. Persahabatan tidak perlu dipandang dari usia, bukan?

Aku dan Adel sekarang sudah selesai makan. Perutku akhirnya kenyang, tidak sama tadi yang teriak-teriak meminta jatah.

Tidak terasa bel tanda masuk sudah berbunyi. Sebentar lagi aku bisa istirahat di rumah ... Mungkin.

ºººº

"Kau tidak lupa 'kan setelah pulang nanti kita pergi ke taman?" tanya Adel. Reflek aku menepuk jidatku dengan kuat. Hampir saja aku tidak ingat.

"Ah iya aku ingat," ucapku menatap perempuan itu dengan senyum.

Seperti apa yang aku bilang hari ini ada PR Matematika setelah istirahat dan diisi dengan berbagai macam rumus untuk menyelesaikan sebuah soal dengan benar dan tepat.

Aku mendapat nilai 90 karena ada kesalahan jadi hasilnya tidak memuaskan karena aku kurang teliti dalam mengerjakannya, sedangkan Adel? Hmm, aku sangat bangga mempunyai sahabat seperti dia, dia mendapat nilai 100, dan hanya dia satu-satunya yang mendapat nilai sempurna itu. Beruntung, bukan?

"Kau sangat hebat del," ucap Jaki—Ketua kelas.

Adel tersenyum sembari menunduk karena ucapan Jaki tadi, aku di sampingnya yang melihat hanya geleng-geleng karena bahagia.

"Ah tidak, kau juga sangat hebat Jak. Jangan memujiku seperti itu," ucap Adel menepuk pundak Jaki pelan sebanyak dua kali.

Ting ... Ting ....

Tidak terasa bel tanda pulang sudah berbunyi, semua siswa dengan cepat membereskan peralatannya untuk dimasukkan ke dalam tas masing-masing.

Itu artinya setelah pulang nanti aku akan pergi ke taman bersama Adel. Aku tidak tahu mengapa dia ingin membawaku kesana, itu tidak terlalu penting, karena aku hanya ingin membuat Adel selalu bahagia.

To be continued ....

©Herlina.

Dear Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang