5 : dia

24 1 0
                                    

Minhyun mengucek mata nya perlahan, ia mendudukkan diri di samping tempat tidur. Netra pekat itu menilik jam yang menggantung rapi di dinding. Masih pukul  4.21 WIB, Minhyun memang biasa bangun pagi.




Hal yang pertama kali Minhyun lakukan hanya mencuci wajah, kemudian membaca buku yang ia pinjam dari perpustakaan sekolah. Sudah banyak buku yang Minhyun baca, dalam waktu dua atau tiga minggu Minhyun dapat menyelesaikan buku bacaan nya. Namun, untuk saat ini, ponsel nya yang sudah berdering minta dilirik mengalihkan atensi Minhyun yang baru keluar dari kamar mandi.



Minhyun meraihnya dengan ragu, tidak biasanya ada orang menelepon nya sepagi ini.



“Halo, kenapa, Sel?” Minhyun membuka suara setelah melihat nama si penelepon dilayar ponsel, suaranya terdengar serak, khas suara orang yang baru bangun dari tidur. Sipenelepon belum bersuara, yang terdengar hanya suara gemericik air dari kran wastafel.



"Oh udah di angkat ya, halo hyun. Aduh! Sorry, bentar-bentar ya gue keluar kamar mandi dulu," Sahut Gisel dengan tanpa dosa, cewek itu pasti baru bangun kemudian langsung menelepon Minhyun sembari berjalan gontai kearah kamar mandi nya.



“Kebiasaan deh.” Minhyun merotasikan bola matanya, ia mendudukkan diri di karpet, membiarkan suhu dingin menjalari kaki nya yang hanya terbalut celana training warna hitam.


"Hyun, udah tau kan kalau gue mau main kerumah lu?" Tanya Gisel yang masih terdengar grasak-grusuk di seberang sana.



“Iya udah tau, lu nelepon gue cuma buat bilang gitu doang? Ga penting ah, Sel. Udah ya gue matiin telepon nya.” Nada suara Minhyun terdengar kesal, secara tidak langsung, Gisel dapat mengetahui kalau sepupunya itu sebal dengan tingkah nya.



"Eh, eh! Jangan dimatiin dulu, nyun. Nanti gue mau lu nyanyi lagu nya Jimin BTS yang Serendipity. Nanti gue kirimin video liriknya, bentar kok. Durasi nya cuma satu menit," Ungkap Gisel panjang lebar, selanjutnya Minhyun berdecak kesal. Apa lagi sih?


“Gak mau. Gue ga mau nyanyi lagu Korea lagi, kasian lidah gue kekilir mulu,” Terang Minhyun yang jelas-jelas menolak permintaan dari Gisel. Cukup mamah nya saja.


"Yaampun hahah kok lu lawak bener, hyun. Pokoknya gue maksa ya, gamau tau nanti kalau gue kerumah lu, lu udah hapal sama liriknya. Bye!" Gisel memutuskan sambungan telepon tanpa izin dari Minhyun. Sementara Minhyun memandangi layar ponsel nya tidak percaya. Bisa-bisanya orang ini hidup satu pijakan dengan Minhyun.



“Kok gue bisa punya sepupu kayak dia sih, dosa gue apaan ya.” Ia bermonolog lebih dulu sebelum bangkit dari duduknya untuk mengambil handuk dan segera mandi.



Sekitar dua puluh lima menit, Minhyun keluar dari kamar mandi dengan langkah cepat. Ponsel nya berdering pendek berkali-kali, menandakan ada banyak pesan yang masuk kedalam ponsel nya. Pasti Gisel, dan benar saja, cewek itu mengirim video lirik berdurasi satu menit ditambah pesan-pesan yang berisikan pemaksaan.



Minhyun menghela napas nya sejenak, bersamaan dengan itu jari telunjuk menyentuh tombol download di layar ponsel nya. Minhyun mendudukkan diri, sekitar beberapa detik kemudian video yang Gisel kirim telah terputar. Kedua alis hitam Minhyun terangkat secara otomatis, ia terus memandangi ponsel nya.


“Kok lagunya gini amat,” Lirih nya. Bukan karena lagu nya jelek tapi bagi Minhyun lagu ini seperti mengingatkan nya pada —ah sudah lah. Minhyun tidak ingin menyebutkan nama nya lagi.







“Hyun, itu udah ada Gisel di depan!” Seru Sesil dari balik pintu, Minhyun bangkit dan berderap keluar dari kamar nya. Ia menemui Gisel yang sekarang berada di dapur bersama Sesil, mereka berdua terlihat sedang mengobrol, dengan Gisel yang memberikan sebuah plastik besar kepada Sesil.


Kedua perempuan itu menoleh ketika mendengar langkah kaki Minhyun, Gisel hanya menoleh kemudian melanjutkan aktivitas nya —memaksa tante nya untuk menerima bingkisan yang ia bawa dari rumah.



“Katanya di depan, kok ada disini,” Ungkap Minhyun bermaksud menyindir Gisel. Setau nya, Gisel memang suka sekali berjalan kesana-kemari, kalau tidak merusuh di sana, pasti merusuh di sini. Minhyun membuka lemari pendingin lalu diambil nya susu kotak rasa Strawberry.



“Yaudah ya nte, aku depan dulu,”Ujar Gisel dengan senyuman, tangan kanan nya segera menarik lengan Minhyun dengan tarikan kuat. Minhyun berdecak sebal, susu kotak yang ia pegang hampir tumpah ke lantai.



Kedatangan Gisel memang selalu membuat hari Minhyun sedikit menyeramkan, apalagi kalau Gisel datang pada hari libur, rasanya waktu bersantai akan lenyap tak tersisa.


“Aduh maaf ya Lea, sepupu gue tadi bikin masalah di dapur.” Kedua bola mata Minhyun melebar, ia menoleh ke arah Gisel dan bersiap-siap untuk merutukinya.



“Oh iya gapapa, sini duduk. Gue lagi streaming nih,” Lea mendongakkan kepala nya, jari-jarinya merapikan anak rambut yang menutupi pandangan nya. Minhyun mengalihkan atensi nya begitu ia mendengar suara dari teman Gisel, sepertinya ia pernah mendengar suara yang seperti itu.



“Loh eh, lu yang nolongin gue kemarin sore,” Ucap Lea dengan penuh keterkejutan. Ia menatap Minhyun dengan tatapan antusias, sementara Minhyun sendiri begitu panik dan ketakutan. Mungkin ini hanya kebetulan, kan?



Minhyun memberi kode pada Gisel agar dia tidak membocorkan rahasia pada Lea, kedua bola mata nya berubah melunak, senyumnya juga begitu mengiba seakan meminta permohonan.



“Oh jadi cowok yang nolongin lu itu dia? Yaampun kok gue ga nyangka sih bisa gini, eh kenalin nih sepupu gue nama nya Minhyun. Nah hyun, kenalin tetangga gue Lea,” Tutur Gisel dengan wajah tanpa dosanya. Minhyun kontan mengumpat dalam hati, sebagai orang yang dikenal penyabar, Minhyun tidak terlalu berani menampakkan ekspresi marahnya sama sekali. Dengan terpaksa Minhyun tesenyum ramah, ia sempat bingung harus berbicara dengan Lea atau tidak.



“Yaudah lah, Sel. Katanya mau cover lagu nya Jimin, sekarang ajalah. Kalau nanti sore gue jagain adek gue,” Ujar Lea menutup laptopnya, Gisel mengangguk setuju. Lebih cepat lebih baik.



“Ambil gih gitar nya,” Perintah Gisel. Minhyun melirik tajam Gisel sedetik, selanjutnya ia benar-benar pergi ke kamar untuk mengambil gitar nya.


Sampai dikamar, Minhyun mengambil ponsel nya yang tergeletak, ia mengetik pesan singkat untuk Gisel. Ada beberapa kalimat permohonan, Minhyun meminta pada Gisel agar cewek itu tetap diam dan tidak menyuruh nya ikut menyanyi, dan Gisel hanya membalas ya tanpa ada tambahan kata yang lain nya.



Minhyun menghembuskan napas sejenak, semoga Gisel benar-benar menuruti permintaannya. Minhyun dengan santai berjalan kearah ruang tamu. Lea ternyata terus memandangi tubuh tegap Minhyun, ketika kedua bola mata nya bertemu pandang dengan Minhyun, Lea bahkan tak mengalihkan pandangan nya. Cowok yang yang ditatap secara terang-terangan seperti itu malah terlihat gugup. Bagi Minhyun, Lea amat berbeda.



“Minhyun ikut nyanyi kan?” Tanya Lea saat Minhyun mengambil posisi duduk di samping Gisel, Lea yang duduk di single sofa mengerutkan dahinya. Gisel menggeleng dengan cepat.



“Gue sama lu aja yang nyanyi, Minhyun mah bagian nggitar doang,” Jawab Gisel dengan enteng nya. Minhyun melempar senyum sejenak, ia membenarkan posisi gitar, lalu mulai memetik senar gitar yang chord lagunya sudah ada dalam kepala Minhyun.



Gisel melirik Minhyun sejemang, banyak kata tanya dalam benak nya tentang Minhyun. Gisel bisa di bilang gadis yang pandai dalam menyimpan sebuah rahasia, ia juga tidak banyak bertanya apa yang sebenarnya Minhyun rahasiakan selama ini. Namun kali ini, dia benar-benar penasaran.



Mungkin lain kali ia bisa tahu rahasia Minhyun dari Lea, karena kebetulan Lea satu sekolah dengan Minhyun. Itu kabar baik nya.





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

 wabi-sabiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang