SATU : Pertemuan itu sedingin es krim yang mencair

22 1 0
                                    

***
Rindu Ini membeku
Rasa gelisah terbengkalai dalam cemburu
Kadang bayang merasa nyata
Sebab bingkai itu menutup cahaya malam sang pujangga
Dan masih ada rajutan mimpi yang tak berujung
Rajutan mimipi yang tak pernah usai.
***


Kini mereka duduk berdua di sebuah lantai dua caffe mewah yang dindingnya di buat oleh kaca tebal yang pengunjung disana dapat melihat sebuah pemandangan kota metropolitan dari dalam. Dapat terlihat jelas beberapa gedung-gedung besar yang menjulang tinggi melangit. saat meminum secangkir copi com panna dan luwak white copi. rian, begitu panggilan lelaki yang tengah duduk di sana, rambutnya yg dicampak,  kulit matang sawo, serta kameja rapi yg ia kenakan, membawa khas maskulin dari seorang lelaki tengah berbicara dengan lawan jenisnya nindi, seorang perempuan berjilbab biru, dengan lentik mata yg indah serta rok panjang yg menjadi ciri khas dri perempuan itu.
Mereka seakan kaku saat duduk berdua setelah 3 tahun tak berjumpa. mata keduanya lirih tak dapat bertemu. ada rasa ragu utk bersapa duluan. seakan orang asing yg tak pernah berjumpa, bibir keduanya berat bertegur duluan. masih ada goresan ingatan 3 tahun lalu yang tak dapat dihapus begitu saja. sebuah kenangan manis serta pahit yang telah dilalui..
Sejarah itu kini di depan mata dengan org yg sama namun dengan keadaan yg berbeda..

***
Masih teringat kala itu, saat di perpustakaan kampus, nindi yg tengah mencari sebuah buku, matanya menari-nari mencari satu persatu anak-anak buku di rak itu, jari jemarinya menyentuh setiap buku yang ia lihat. Namun,  tetap saja tak temukan apa yg ia cari.. tak terasa mungkin tlah 5 kali nindi berputar2 di sana dan tak temukan buku yg ia cari.. tersadar kenapa tak bertanya saja di kasir buku.. mungkin saja ada yang telah meminjamnya duluan.
Baru saja berjalan berapa langkah menuju kasir buku,  mata nindi melihat buku yg tengah ia cari dan sedikit terpaku lama disitu. Buku itu berada di atas meja dengan tumpukan buku lainnya. Nindi yg penasaran langsung berjalan menuju tumpukan buku itu. kini nindi temukan buku itu, ia menyentuh buku yang sedari tadi ia cari dengan rasa riang, tak sadar seulas senyumnya nampak dari bibirnya..
"maaf, itu buku saya". suara itu membuat nindi memandang kearah lelaki yg duduk di seblah tumpukan buku itu.
"ah, iyah.." sontak nindi, kini senyumnya. mulai layu.
"buku itu tdk ada di perpustakaan, ini saya beli saat pergi ke jogja" Sambung lelaki itu.
"ah" mata nindi terkejut, ia lepaskan sentuhannya dari buku itu..
"maaf, saya langsung to the poin, soalnya mungkin kamu orang ke empat yg menanyakan buku ini" sembari langsung mengambil buku itu dan beranjak pergi dari situ.
yaach.. pertemuan yg tak di sengaja itu membuat nindi semakin tak percaya bahwa di dunia ini masih ada manusia secuek dan sedingin itu.. kesal dalam sudut hati nindi msih nampak.. “Bagaimana bisa lelaki seperti itu masih belum punah dalam bumi ini”..  begitu hatinya bergerutu..
***

Dialog yang di selenggarakan oleh sebuah organisasi yg berwarna hukum itu membuat nindi tertarik untuk mengikutinya. Nindi adalah mahasiswa yg berjurusan ilmu hukum, bukan sebuah kebetulan nindi mengambil jurusan ini sebab melihat kondisi negara yang kacau, penegakkan hukum hanyalah teori belaka saat ini.. keadilan yg di tuntut untuk mensejahterakan rakyat hanya menjadi gombalan semu bagi para borjuis. para pemimpin hanya mementingkan perutnya. Ego mereka membuat rakyat menjadi korban. Dengan kesungguhan dan tekad nindi yg di sebabkan oleh latar belakngnya. nindi adalah anak dari seorang wirasuasta.. ayahnya pernah di tembak oleh beberapa org tak di kenal sehabis menjadi saksi dari korban tabrak lari yang pelakunya adalah keponakan dari seorng gubernur yang ayahnya adalah ketua di salah satu PLTU ..
Namun, hal ini tak di proses oleh pihak polres setempat karna beralasan tak dapat di temukan pelaku yg menembak.. ayah Nindi yang memang tak punya apa-apa dan tak bisa berbuat bnyak hanya bisa pasrah denagn keadaan yang tak memungkinkan itu.
aach..lagi dan lagi ini membuat butir2 air meleleh dari lentik mata indah milik nindi. Ia berjanji akan menyumpal semua pelaku-pelaku yang menembak ayahya..
Sehabis para pemateri memaparkan materinya.. kini moderator mempersilahkan sesiapa saja yg ingin bertanya, dengan di bukanya 2 sesi yg di dalam satu sesi terdapat 3 penanya.. sesi pertama di buka.. nindi tak sabar menanyakan sesuatu yang menjadi tanda tanya dalam pikirannya.. tangannya adalah tangan pertama yg di tunjuk oleh moderator utk bertanya..
"Assalamu'alaikum wr. wb, nama saya nindi agustiani saya jurusan ilmu hukum semester 2, disini ada beberapa materi yg sedikit mengganjal dalam pikiran saya..
Dimana tadi bapak ibu berbicara tentang tujuan hukum, dimana adanya teori etis dan teori utilitis.. teori etis atau keadilan, dimana hukum memberikan keadilan bagi siapa sja.. tetapi jika dilihat dari realita yang ada bahwa perkembangan hukum yang ada. keadilan lebih condong kepada org2 berdasi dan bermodal" (seluruh mata tertuju pada nindi,  memandang begitu bergejolak hati sang perempuan yang tengah memakai bju hitam dan rok panjng hitam jg).
"bagaimana ini dpat di katakan sebagai keadilan, jika tujuan hukum adalah memberi manfaat lalu mengapa dari kalangan bawah tak mendapatkan manfaat dari hukum itu..  mohon tanggpannya".. smbung nindi seraya langsung sedikit menundukkn keplanya dan langsung duduk..
Semua orang di sana memberikan tepuk tangn meriah kepada nindi, namun tanggapan kritisnya itu di bantah oleh seorangg lelaki yang duduk di tengah mahasiswa yg mengikuti dialog itu..
"maaf, boleh saya menanggapi hal ini" sembari mengangkat tangnnya tanda ingin berbicra.. moderatorpun mengizinkan ia utk menyampaikan tanggapannya.
"baiklah langsung saja. memang benar bahwa tujuan hukum adalah memberi keadilan dan manfaat kepada setiap org"
(nindi mendongak kearah suara yg mau menanggapi tanggapannya, yach.. dan nindi terkejut ternyata lelaki yang kemarin dulu ia temui di perpustakaan itu)
"tetapi bukan berarti orang yg salah lalu harus d biarkan.. bahkan bukan saja org2 kapitalis yg berbuat kejahatan"
(sambungnya sambil mengarahkan wajahnya kepada nindi)..
"tetapi dari kalangn bawah atau menengah jg berbuat pelanggaran bahkan sampai pada tingkat kejahatan.. hal ini di berikan hukuman yg seadil-adilnya dari penegak hukum.. kita tdk boleh langsung menyalahkan para penegak hukum sebab mereka jg mengikuti teori yang ada"
Mendengar tanggapan dari lelaki itu nindi merasa tidak puas dan ingin kembali menanggapi tanggapannya, tetapi moderator membatasinya sebab waktu yg menjadi hakim.
Hati nindi terasa sedikit marah. Ia sungguh kesal wajahnya mengerucut, keningnya mengernyit. dilihatnya kembali lelaki itu.. “sungguh lelaki yg tak punya perasaan” gerutunya dalam hati..

Waktupun terus berjalan, tak terasa dialog tlah berakhir. Nindi mengambil tasnya dan keluar, dilihatnya dari dalam bahwa ada seorng lelaki yg berdiri di depan pintu..
Nindi terus berjalan memasang wajah ketus adalah niatnya dari jauh.. dan melewati lelaki itu..
"inikan buku yg kau cari" suara itu berasal dari belakang. suara yang keluar dari mulut lelaki yg berdiri itu.
Nindi memalingkan wajahnya kebelakang dan melihat pemilik suara itu..
"kau boleh meminjamnya" sambung lelaki itu menawarkan buku yg pernah di cari oleh nindi. ingin rasanya nindi menolak, tetapi mengingat bahwa tugas yg di berikan dosen dan materinya hanya ada di buku itu. niat nindi utk menolak langsung larut begitu sja..
"kapan batas waktu peminjaman, dan dimana bisa ku kembalikan? " pertanyaan nindi sambil mengambil buku yg di berikan oleh lelaki itu
"kamu boleh meminjamnya selama satu minggu, dan bisa kamu temui aku di lantai dua perpusatakaan jam 2 siang"
ujar lelaki itu sambil langsung pergi keluar..

Dekapan RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang