Tentang seorang gadis yang kehilangan …
Aku tidak mengerti apa yang membuat relung hatiku merasa berdenyut nyeri, dan berdetak tidak normal seperti biasanya. Kata dokter, aku tidak mengalami riwayat penyakit apapun. Terkadang relung hatiku merasa tidak enak, seperti ada sesuatu yang hilang dan …, ah entahlah.
Pagi ini, seperti biasa tidak ada teman yang menyapa, ataupun memulai obrolan seperti selamat pagi, sudah makan? Tidak seperti rumah kosan lainnya yang terlihat begitu hangat. Yeah, karena rumah kosan yang aku tempati hanya satu kamar yang berpenghuni itupun aku.
Dijaman sekarang mana ada orang yang mau menghuni kosan buruk seperti ini. Hanya diriku saja yang berminat disini. Hmm, mungkin? Selain harganya murah untuk seorang mahasiswa seperti diriku, mengapa tidak. Peduli dengan tampilan bangunannya yang buruk, nyatanya nyaman untuk dihuni.Aku menggeser pintu gerbang yang tidak dikunci atau memang tidak ada kuncinya itu tak masalah. Aku melangkah riang menuju halte terdekat duduk manis sembari mendengarkan alunan solawat dari earphone yang menggantung apik ditelingaku. Pernah, waktu ospek pertamaku. Waktu itu aku sedang duduk sendiri dan tiba - tiba saja seorang gadis duduk disebelahku sembari melirik ponsel milikku yang tergelatak menyala menampilkan aplikasi musik. Tak lama kemudian ia berkata cih, kuno sekali. Lantas gadis itu melenggang pergi. Aku hanya diam tidak peduli. Sudah terlampau biasa. Gadis tadi cantik sih, tapi sayang, aurat nya terbengkalai. Bagi mereka mungkin lagu - lagu ah, bukan lagu, tapi solawat yang sering ku dengar ini kuno. Tapi bagiku tidak hatiku selalu tenang dan sejuk setiap kali mendengarnya.
Bus yang kutunggu telah datang. Aku masuk dan oh, penuh sekali. Tidak masalah jika harus berdesakan seperti ini bersyukur masih bisa menampung. Beberapa kali melewati polisi tidur, dan saat itulah aku membatin Astagfirullahal'adzim. Kenapa? Karena setiap itu lah tangan laki laki paruh baya yang berada dibelang ku beberapa kali bersentuhan dengan tanganku. Ingin sekali tanganku lepas dari pegangan Bus, tapi aku masih waras untuk tidak melepas pegangan. Dua halte sudah dilalui, tinggal menunggu satu halte lagi maka aku sampai.
Dua puluh menit berlalu, Bus yang aku tumpangi sudah sampai di halte tujuan. Diriku yang memang berada tepat disamping pintu Bus, keluar terlebih dulu.
"Alhamdulillah," ucap ku. Bersyukur karena selamat sampai tujuan. Dari halte ini, aku harus berjalan kaki kisaran delapan meter untuk sampai di kampus tempatku menimba ilmu.
Gedung kampus yang menjulang tinggi sudah terlihat mengintip malu malu diantara pepohonan rindang. Delapan meter sudah kulalui, tinggal beberapa langkah dan yeah, akhirnya aku sampai.Seperti biasa, mengucap salam serta bismillah saat akan memasuki gerbang kampus itu sudah menjadi kebiasaanku omong omong. Earphone masih menggantung apik ditelingaku, dalam jilbabku. Asik mendengarkan solawat dengan tangan yang bersembunyi dalam kantung baju. Dalam hati aku menghitung.
Satu, dua, tig ––
Tin Tin!
Tin Tin!
Aku mendengus. Sudah kuduga. Padahal diriku sudah berjalan minggir. Aku menepikan badan tapi masih tetap berjalan dengan pandangan kedepan. Aku tahu pemuda sok tampan pemilik mobil mewah itu pasti akan berhenti dan mengomel tak jelas menyalahkan diriku dengan berbagai rentetan umpatan — maka dari itu aku tetap berjalan lurus tanpa peduli terlampau muak dengan rentetan nya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu Keka(nabi)sih Ku
Short Story[COMPLETED] Tentang seorang gadis yang kehilangan ... Cerita by @Hana Miskiyah