🌱One

2.5K 320 61
                                    

"Mau sampai kapan kau mempertahankan pernikahanmu itu, Sasuke?"

"Apa maksudmu?"

"Apa maksudku? Bukankah maksudku sudah jelas? Kau bertahan dalam status yang menjeratmu hingga membuatmu kesusahan untuk sekedar bernapas."

"Kau terlalu berlebihan, Suigetsu."

Pria bersurai putih agak kebiruan dengan iris soft purple-nya itu hanya memutar mata bosan. Ia tahu betul akan arti dari kalimat yang sahabatnya ucap barusan.

"Dan kau terlalu memaksakan diri, Sasuke."

Helaan napas terdengar kala pria bersurai dark blue membuka celah bibir tipisnya, seolah dari helaan napas itu, seluruh beban yang di embannya bisa sedikit berkurang.

"Lalu aku harus apa?" tanyanya tenang.

Suigetsu, pria bersurai putih agak kebiruan itu hanya bisa memandang sahabatnya dengan tatapan iba. Ia tahu bagaimana susahnya menjadi seseorang yang dituntut untuk selalu menjadi sempurna.

"Bernapaslah." ucapnya memancing sebuah kekehan keluar dari celah bibir Sasuke yang semenjak tadi hanya membentuk garis lurus.

"Jadi menurutmu selama ini aku tak bernapas?" senyum mengejek terukir di wajah sempurnanya yang terlihat tak berekspresi.

"Jangan memasang senyum seperti itu saat kau mengerti akan maksud dari ucapan Suigetsu."

Sebuah suara bariton menimpali, memunculkan sesosok pria bersurai jingga yang kini tengah berdiri di sebelah tubuh Suigetsu. Perawakan tinggi besarnya membuat sosok bersurai jingga itu sedikitnya mencuri perhatian beberapa pengunjung yang melihatnya. Tak ingin memusingkan akan arti dari beberapa tatapan yang terarah padanya, pria bersurai jingga itu lebih memilih mendudukkan dirinya di kursi yang bersebelahan dengan Suigetsu.

"Jika kau tersiksa, maka lepaskan dirimu dari siksaan itu. Dan jika kau tak bisa bernapas, maka bernapaslah dengan segala cara yang kau mampu selama kau belum mati." sambungnya sembari menatap tepat pasa sepasang obsidian yang menatapnya datar.

"Selalu ada cara untuk melepaskan diri dari belenggu tak kasat mata yang menggerogoti jiwamu selagi kau mau berusaha."

Itu memang benar, selalu ada cara untuk melepaskan diri dari belenggu yang menjeratnya, tapi Sasuke tak bisa.

Seperti seekor burung, kedua orang tuanya sudah mematahkan sayapnya agar tak bisa terbang. Dan seperti cheetah, kakinya sudah dirantai hingga bekas cengkraman besi yang melilit kakinya membusuk.

"Sangat gampang untuk kalian berucap tanpa tahu bagaimana menjadi diriku." Sasuke bukanlah seseorang yang bisa di kekang, itulah kenyataannya.

Namun, Ibunya mampu membuatnya tak berkutik seperti manusia lumpuh yang tak bisa melakukan apapun dengan bebas.

Suigetsu mendecih tidak suka, ia mengutuk permintaan konyol Nyonya Uchiha yang memaksa putra bungsunya untuk menikahi gadis yang sama sekali tak di cintai putranya sendiri, Sasuke.

Kumpulan orang kaya itu memang selalu kolot, hanya karena menjunjung yang namanya harkat dan martabat, mereka dengan tanpa belas kasih merenggut kebebasan anak-anaknya hanya karena keegoisan semata.

"Rasanya aku ingin mencaci Ibumu." gumam Suigetsu sembari menopang dagu sembari menatap pemandangan di balik kaca jendela Cafe yang saat ini mereka kunjungi.

"Kau harus menjaga batasmu, Hozuki."

Suigetsu mendelik tak suka saat mendengar ancaman dari Sasuke, ia mendecih dengan tampang kesal yang begitu kentara.

STITCHESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang