''Ternyata kebaikan masih ada."
.
.
Chapter 3
StartChloe menghampiri June. Ia membuka ikatan tali dan membawa June keluar dari Rooftop dan juga pergi ke UKS untuk mengobati luka.
Chloe membawa semangkuk air dingin dan obat merah. June merendam tangannya ke dalam mangkuk berisi air dingin. Tangannya melepuh. Chloe mengoleskan obat merah ke tangan June.
''Argh.'' Erang June. Chloe ikut meringis. ''Maaf.'' Ucap Chloe. June mengangguk sebagai jawaban.
Chloe tersenyum melihat June. ''Maaf, aku tidak terlalu paham cara mengobati tapi setidaknya aku telah berusaha.'' Ucap Chloe.
June mengangguk. June menatap gadis di depannya. Ia baru menyadari ternyata masih ada orang baik yang mau membantunya.
June mengambil tasnya dan membungkukkan tubuhnya. Ia pamit untuk pulang.
''Setelah ada yang menolong. Kamu sebaiknya ucapkan terima kasih.'' Ucap Chloe.
''Te-te-terima.. ka-kasih.'' Ucap June. Baru kali ini dia mengucapkan terima kasih setelah sekian lama.
''Aku gak maksa kok. Lain kali kalau ada orang yang membantumu sebaiknya biasakan seperti itu. Tunggu. Aku juga mau keluar, kita bareng yuk.''
June dan gadis cantik bernana Chloe berjalan beriringan. Tidak ada percakapan di antara mereka. Keheningan mulai megisi setiap derap langkah keduanya. Chloe yang merasa bosan dengan keadaan, kini angkat bicara.
''Kamu June Rhian?'' Tanya Chloe.
June mengangguk. Chloe yang sadar pertanyaannya dibalas dengan anggukan, mencoba untuk menanyakan lagi.
''Kenapa kamu cuma ngangguk? Kamu bisa bicara kan?''
June mengangguk lagi. Kali ini Chloe tersenyum. Ia sadar bahwa rumor June itu tidak benar. Rumor yang mengatakan June anak pembawa masalah, itu salah. Dia lelaki pemalu dan pendiam.
Ini yang menjadi pertanyaan Chloe, mengapa June selalu saja terbully.''Kamu...'' ucapan Chloe terpotong saat mobil jemputannya telah menunggu di depan gerbang sekolah. Bunyi klakson mobilnya terdengar, menandakan ia harus cepat pulang.
''June, aku pulang. Hati-hati ya.'' Pamit Chloe yang hanya dibalas anggukan dengan senyum tipis yang tak terlihat oleh Chloe sekalipun.
Jam menunjukkan pukul tiga sore. Waktunya untul pulang ke Rumah. June berjalan pulang dengan kepala tertunduk. Ia berjalan kaki dengan jarak sekolah ke rumah amat jauh. Di tengah ia berjalan, June memutuskan untuk duduk sejenak di halte bus. Meluruskan kakinya yang terasa pegal sambil menatap kubangan air yang masih setia menggenang di aspal. June tidak mengetahui asal air itu, seingatnya hari ini tidak hujan melainkan cuaca yang amat panas.
June menatap bayangan dirinya dan berfikir betapa menyedihkannya ia. Suara motor berkecepatan tinggi melintasi jalanan kosong. Motor itu menginjak kubangan air yang sedang ditatap June. Alhasil air kubangan itu menciprati pakaian June. Suara tawaan dari jarak yang lumayan jauh menggema di telinga June. Lagi-lagi mereka. Pembuat onar yang selalu membuat June menjadi korbannya. Mereka geng motor sekolah yang selalu menjahili june dimanapun ia berada.
June berlari sekencang-kencangnya menghidari geng itu. Air matanya mengalir. Melihat pakaiannya yang kotor membuat June khawatir. Ia tidak berani melawan, menatap mereka saja June mulai gemetar. Jika ia dipukul, ia takut membuat nenek khawatir.
Setengah jam June berlari dan akhirnya ia sampai di depan rumahnya. June berfikir sejenak, betapa sialnya ia hari ini. June berjalan menuju depan pintu rumahnya. Saat ia hendak membuka pintu, June tidak sengaja mendengar suara keributan dari dalam rumahnya.
Tanpa berfikir panjang, June membuka pintunya dan melihat neneknya yang sudah jatuh tersungkur.
''Kau?!''
Teriak June. June menghampiri sang nenek yang tak berdaya. Seseorang yang tak asing bagi June menjambak rambut neneknya tanpa menghiraukan kehadiran June yang sedang memeluk neneknya.
''BERHENTI!'' Teriak June. Seorang wanita berbau alkohol yang tak lain ibunya June melepas rambut Nenek.
''Mau apa kamu kesini?'' Tanya June. Ibunya yang sedang terpengaruh zat kimia dalam otaknya hanya tersenyum sinis.
''Apa urusanmu ha?'' Tanya wanita itu. June yang melihat itu semakin kesal.
''Urusan nenek, urusanku juga.'' Ucap June yang langsung ditatap Wanita itu lalu tertawa renyah seakan June sedang melontarkan lelucon.
''Urusan apa yang bisa dilakukan anak kecil ha?'' Tanya Wanita itu. ''Apa kamu bisa urus hidupmu sendiri?'' Tanyanya.
June diam mematung. Ia bingung harus menjawab apa. Neneknya menoleh pada June dan memberi isyarat pada June agar tidak melawan ibunya.
''Aku meminta uang. Mana?'' Titah ibu June. June yang mendengarnya semakin kesal. Untuk dirinya dan neneknya saja sudah tidak cukup apalagi untuk ibunya yang sudah tidak tahu diri.
''Kami sudah kehabisan uang.'' Tegas June. Ibunya mengerutkan kening. ''Bohong.'' Balas Ibu June.
Wanita itu masuk ke kamar Nenek dengan cara mengacak semua benda di dalamnya yang baru saja neneknya rapihkan.
June mencoba menghentikan ibunya yang sudah semakin keterlaluan. June mulai menahan tangan ibunya agar tidak mengacak dan menjatuhkan semua properti kesayangan neneknya.
''Berhenti, seperti ini bu! Ibu sudah keterlaluan!'' Ucap June.
Plak.
Suara tamparan keras mendarat di pipinya. Wajahnya memanas. Tubuhnya bergetar. June menatap ibunya dengan air mata yang membasahi matanya. Baru kali ini ia merasakan kasarnya perilaku ibunya pada dirinya. Hatinya sakit.
''Bu, kenapa ibu seperti ini? Aku anak ibu. Anak kandung ibu. Aku butuh kasih sayang bu, bukannya penderitaan.'' Lirih June. Ibunya tertawa sinis.
''Kasih sayang? Haha. Kemari.'' Ibunya menyeret June hingga sampai di sebuah tempat.
Chapter 3
EndNote:
Kesamaan nama, tokoh dan tempat adalah kebetulan.Warning:
Ini adalah cerita fiksi. Diberi sedikit drama dan konflik.
Untuk peran hanya visualisasi.
Karakter peran dalam cerita ini sangat berbeda dengan tokoh aslinya.Sekian,
HaeDeli00
KAMU SEDANG MEMBACA
TO THE WORLD: Can I See My Light?
Fanfiction''Jika aku menghilang, maka itu akan menjadi kabar gembira untuk semua orang terutama Teman dan Keluargaku.'' -June Rhian- 14/06/20 HaeDeli00