Tetapi Hidup Harus Berjalan

55 17 13
                                    

Derap kaki penuh darah, terdengar lirih ketika langit telah merebahkan sang surya
Kembali terjaga tatkala lampu jalan mengusik gelapnya kota agar dapur tetap menyala
Langkah kaki itu tak akan berhenti di tengah pandemi
Menghimpit situasi tak pasti, langkahmu sendiri kini
Sungguh ironi, tirani dalam pikiran sendiri
Ditopang pemberontakan
Fondasimu diluluhlantakkan
Adalah persekongkolan runyam bani adam dalam dekapan penuh kekuasaan
Menyisakan kabut angkara dalam jurang kesenjangan

Sementara rongronganmu berhasil luput dari kisi-kisi sempit diantara rumah-rumah yang dicumbu sembilu
Ada peluhmu yang justru main mata
dengan kelembutan yang ditawarkan sang bayu
Nasib baik naluri masih keras hati membaca situasi
Yang menciutkan nyali pada siapa saja yang berani
Yang memelihara segala lara
Menjaga harmoni dari dinasti yang tak lagi berpegang pada janji

Sebelum serangan balik dilancarkan dari balik bilik
Sebelum agresi menjarah segala hal baik
Ingat! Kita pernah seliang bersama
Pernah meradang merana
Sabdamu tak sepatutnya bersemayam
dalam semesta yang bermuram durja
Tak sepatutnya jua kodratmu kau gadaikan dalam balutan cela
Gejolak nadi itu akan selalu mengiringi setiap teka-teki yang kau rangkai esok hari
Sebagai restorasi merah berani dengan putih suci

Sisa-sisa selongsong perlawanan
Terseok dalam gemuruh asa kebebasan
Dan terbaring berselimutkan doa dan harapan
Tuhan mana yang tidak bangga
Melihat kaum yang sudah jera tersiksa
Tersenyum senang; menang
Tetapi hidup, harus berjalan.

Livadeia [Sajak Dan Puisi] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang