BAB 2

50 14 8
                                    

Selamat Membaca 🤓📖 and...
Happy Reading 🤗


🍀🍀🍀


Seiring berjalannya waktu, kini Axe telah sampai di kamarnya. Dia terlihat sangat senang karena kini dia boleh melepaskan keletihan serta kekenyangannya dengan tidur. Dia mendekati tempat tidurnya, membaringkan tubuhnya dengan perlahan, menarik selimut, dan terbuai dalam buaian bunga tidur (mimpi).

Dalam mimpinya, Axe bermimpi bertemu dengan Catherin. Tapi kali ini bukan di tempat di mana mereka bertemu siang menjelang sore hari itu. Tempatnya adalah sebuah kuburan. Kuburan itu terletak di sebuah tanah landai yang di sampingnya terdapat sebuah jurang yang sangat dalam. Di seberang jurang ada sebuah pulau lagi. Seingat Axe, dia sama sekali belum pernah pergi ke tempat itu. Tempat itu terlihat aneh bagi Axe. Namun, Catherin bukan lagi merupakan sebuah keanehan baginya.

Dia bermimpi bahwa di kuburan itu, dia bertemu dengan Catherin. Namun, sosok Catherin yang dikenalnya waktu pertama kali dia bertemu dengannya bukanlah sosok yang dilihatnya sekarang ini. Catherin Braven kini hadir dengan sosok yang berbeda. Dia memang terlihat seperti biasanya. Cantik, bermata biru, berbadan ramping dan dengan rambut yang tergerai menambah pesonanya. Namun yang membuatnya berbeda adalah karena di belakang tubuhnya terdapat sepasang sayap yang begitu indah. Sayap itu berwarna keemasan dan mengeluarkan manik - manik yang indah. Kemilaunya membuat mata Ade tak bisa terbuka.

Catherin mengetahui hal itu. Dia tahu bahwa kemilau cahaya emas dari manik - manik yang keluar dari sayapnya itu sangat menyilaukan mata Axe. Akhirnya dia merapatkan dan menyembunyikan sayapnya sehingga sekarang wanita terbeut sudah terlihat seperti pertama kali bertemu dengan Axe.

Axelle lalu membuka percakapan dengan berkata, "Sungguh tak bisa kupercaya apa yang kulihat sekarang. Bagaimana mungkin kamu bisa memiliki sebuah sayap? Apakah kamu peri atau semacamnya?"

"Ya, tepat sekali. Aku adalah kaum peri dan sayap ini adalah kekhasan kami kaum peri," jawab Catherin memberi penjelasan.

"Hari di mana aku bertemu denganmu waktu itu adalah diriku dengan rupa seorang wanita biasa layaknya manusia pada umumnya. Kami kaum peri diberikan kekuatan khusus untuk dapat menjelma menjadi manusia, dan kapan pun kami mau kembali menjadi peri, maka dengan mudah kami dapat berubah rupa menjadi wujud kami yang sebenarnya," terang Catherin lagi kepada Axe.

"Oleh, jadi begitu ceritanya," kata Axe, merasa puas kebingungannya telah dijelaskan oleh Catherin.

"Lalu, gerangan apa yang membuatmu berada di sini?" tanya Axe dengan mata menatap Catherin menuntut jawaban pasti.

"Aku baru saja selesai mengunjungi makam nenek ku. Saking dekatnya beliau denganku, membuatku bisa datang ke sini hampir setiap hari. Nenek sangat menyanggiku, begitu pun sebaliknya. Hingga pada suatu malam yang disertai hujan dan sambaran petir, beliau menghembuskan nafas terakhirnya di dalam kamar tidurnya yang dingin. Dinginnya malam itu membekukan hati kami kaum kerabat. Tak lama setelah itu, tersiarlah berita tentang meninggalnya Nenek ku ke seantero dunia kaum peri. Semua peri turut berduka cita. Semua warga peri berkabung dan menangis tak henti - hentinya karena harus melepas sosok yang sangat disayangi oleh mereka. Setelah itu, beliau akhirnya dimakamkan di sini."

"Aku turut berduka atas meninggalnya nenekmu, Cath. Tapi bolehkah aku menanyakan sesuatu kepadamu?" tanya Axe.

"Boleh saja," kata Catherin mempersilahkan.

"Apakah sebelum neneknya meninggal, dia meninggalkan sesuatu kepadamu. Semacam benda sebagai kenang - kenangan biar kamu tak lupa tentangnya. Apakah kamu memilikinya?

"Ya. Sebelum nenek meninggal, beliau memberikan kepadaku sebuah liontin yang sangat cantik. Liontin tersebut semuanya terbuat dari berlian. Kata nenek berlian tersebut dapat membentuk dalam setiap kesulitan yang juga tapi nanti. Cukup dengan menggosok tiga kali mata liontinnya, maka dengan segera akan datang solusi terhadap masalah yang sedang kuhadapi," jelas Catherin panjang lebar.

ANTHENIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang