•Wardhana's Brother•
Faiz tidak pernah main-main dengan ucapannya untuk segera bertemu Rinta dan meminta penjelasan. Terlalu banyak pertanyaan sehingga kurang pas rasanya apabila hanya bertanya via online. Sekalian temu kangen karena sejak kepergian sang mama ke Bandung, dia dan saudaranya yang lain belum pernah bertemu lagi dan hanya bertukar kabar melalui telepon. Walaupun sedang ada jadwal kuliah dan belum libur, Faiz nekat saja pergi ke Bandung. Begitupun saudaranya yang lain belum tau kalau pagi tadi dirinya bukan pergi ke kampus melainkan pergi ke Bandung. Masa bodo, urusan kuliah dan mendapat omelan dari saudaranya urusan nanti. Tujuannya saat ini hanya satu, bertemu dengan mama.
Faiz yang baru sampai di Bandung langsung mengambil ponselnya dan menghubungi Rinta.
"Hallo ma, mama lagi dimana? Faiz mau ketemu"
"Kenapa iz, kamu lagi di Bandung ya? kenapa ga kabarin mama dulu,"
"Iya, aku baru sampai tempat travel. Mama dimana? aku samperin aja. Lagi di rumah eyang atau butik?"
"Mama di butik, lagi sibuk banget. Ketemunya jam makan siang aja ya? nanti mama pulang dulu ke rumah eyang, kamu tunggu disana aja."
"Aku ke butik mama ya, nunggu disekitar sana aja nanti,"
"Tunggu di eyang aja ya."
"Loh, kenapa ma. Aku kan-"
"Lah ngapain dia disini-"
"Siapa iz?"
"Ma, nanti aku telfon lagi."
Faiz langsung memutuskan sambungan telepon dan segera menghampiri sosok yang sedang berdiri celingukan di tempat travel seberang jalan tak jauh dari tempat pemberhentian travelnya sekarang. Faiz hafal siapa manusia itu, walaupun menggunakan masker dan juga hoodie tebal yang menutupi tubuh.
"Anjir! Dimas, ngapain lo disini!?" kesal Faiz yang langsung menepuk keras pundak sang adik. Dimas sedikit terkejut karena tiba-tiba saja ada yang menepuk pundaknya, takut-takut kena hipnotis. Ternyata itu kakaknya, tamat sudah riwayatnya sekarang. "Lo ngapain sih, bukannya sekolah malah bolos kesini. Gila juga ya lo." kesal Faiz dengan tatapan mengintimasi.
Faiz nekat? Dimas bisa lebih nekat lagi. Anak SMA tingkat akhir itu bukannya ke sekolah malah diam-diam pergi sendirian ke Bandung. Masalahnya, sejak kecil Dimas itu paling dijaga oleh semuanya, terutama papa. Kalau ketahuan bolos begini, apalagi pergi keluar kota sendiri tanpa memberi tau siapapun, bisa habis kena hukum semuanya.
"Lo juga ngapain kesini? harusnya lo kuliah kan?" Dimas malah balik mengintimidasi. Lebih tepatnya berusaha mengalihkan pembicaraan supaya tidak terlalu terintimidasi.
"Gua udah gede, lo masih bocah SMA dan diem-diem gini pergi jauh sendirian,"
"Gue udah 18 bang, udah punya KTP. Lagian Jakarta sama Bandung ga jauh anjir kan lewat tol. Kita dulu juga sering kesini, gaakan nyasar gue," ucap Dimas dan Faiz makin menatapnya dengan tatapan kesal sekaligus mengintimidasi. Tanpa pikir panjang lagi Dimas lebih baik meminta maaf sebelum diamuk oleh kakak ketiganya itu. "Iya gue salah, gue minta maaf,"
"Kalau ada apa-apa gimana? abang lo yang lain pada gatau kan. Papa kalau tau bisa marah, mama juga pasti khawatir kalau tau nanti. Seenggaknya kan lo bisa bilang sama gue kalau takut ga dikasih izin sama abang yang lain." jelas Faiz. "Ya walaupun gue juga perginya diem-diem tapi kan beda, gue udah sering ke luar kota sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wardhana's Brother
FanfictionHidup itu bukan tentang apa yang kita mau, tetapi sesuatu yang harus kita jalani. Juga gak melulu satu paham dan tujuan, bahkan dengan orang paling dekat sekalipun. Sederhananya begitu.