Malam itu merupakan malam yang menegangkan bagi Aldito. Ia tak henti-hentinya berdoa untuk sang istri yang tengah berjuang di sana. Teriakan dan erangan dapat ia dengar dari luar ruang bersalin. Ia hanya ingin istri dan anaknya selamat.
Sekitar 30 menit ia menunggu dan gelisah. Seorang dokter pun keluar dari ruang bersalin.
Aldito menghampiri dokter kemudian bertanya, "Bagaimana keadaan anak dan istri saya, dok?"
Dokter tersebut tersenyum lebar seakan membawa kabar yang amat baik. "Anak dan istri anda selamat. Kalau saja datang terlambat, salah satu dari anak kalian akan meninggal."
"Salah satu? Maksud dokter anak saya kembar?" Tanya Aldito dengan wajah sumringah.
Dokter pun mengangguk membenarkan ucapan dokter. "Anak anda kembar tak identik. Anak pertama berjenis kelamin laki-laki dan yang kedua perempuan."
Aldito makin bahagia. Air mata pun lolos begitu saja.
"Kalau begitu saya permisi." Kata dokter.
Aldito membuka pintu ruangan dengan senyumnya yang bahagia. Ia menghampiri sang istri dengan bayi kembar di kanan dan kiri nya.
Aldito menghapus peluh di dahi istri tercinta kemudian mengecupnya dengan lembut. "Terima kasih, sayang. Kamu udah berjuang untuk melahirkan anak-anak kita ke dunia."
Tiara tersenyum. Aldito menggendong bayi perempuannya dengan perlahan.
"Cantik, seperti kamu." Ucap Aldito.
Lagi-lagi Tiara hanya tersenyum. Terlalu sulit baginya untuk berbicara. Sakit yang ia rasakan tidak berkurang. Rahim nya terasa sakit, jantungnya seakan ingin berhenti berdetak. Napasnya tersengal.
"Tiara, kamu kenapa, sayang?" Ucap Aldito khawatir.
Melihat kondisi sang istri yang memburuk, ia memanggil dokter, dan dokter pun datang lalu memeriksa istrinya.
Bayi laki-laki nya menangis di dekapan seorang suster. Ia mengerti, ia tak ingin dipisahkan oleh ibunya.
"M-mas, aku t-titip anak-anak." Ucap Tiara terbata.
Aldito menggeleng, ia menangis. "Kamu pasti bisa, sayang. Kamu kuat."
Tiara menggeleng, napasnya makin tersengal.
Jantung Tiara berhenti berdetak. Tiara telah pergi meninggalkan dunia. Pergi meninggalkan suami dan kedua anaknya yang baru saja lahir ke dunia.
Hati Aldito amat sakit. Tak sanggup menerima kenyataan bahwa istri nya telah tiada.
Seorang suster mencabut infus yang menempel di tangan Tiara. Aldito menangis entah sudah berapa kali. Tangisan sedih kali ini. Kedua anaknya pun turut menangis. Suster yang menggendong bayi laki-laki nya juga ikut menangis. Bayi yang baru saja lahir ditinggalkan begitu cepat oleh ibunda.
Diam-diam dokter dan suster lainnya ikut menangis. Turut merasakan kesedihan yang menyelimuti Aldito dan anak-anaknya. Dengan berat hati, dokter pun menutup seluruh tubuh Tiara dengan selimut.
"Kenapa istri saya bisa meninggal, dokter?" Tanya Aldito dengan sedih.
Sang dokter menyeka air matanya, sakit hatinya karena tak bisa menyelamatkan nyawa pasiennya. "Istri anda mengalami komplikasi setelah melahirkan anak laki-laki. Kemungkinan saat itu anak perempuan akan meninggal. Tapi, istri anda sangat ingin anak perempuannya lahir walaupun harus bertaruh nyawa. Maaf karena saya baru memberikan informasi ini karena Bu Tiara mengamanahkan kepada saya untuk tidak memberitahu anda sebelum ia meninggal."
Hati Aldito seperti dihantam bebatuan. Kenyataan memang tak seindah apa yang diimpikan. Malam itu, ia berduka. Terus berusaha untuk membesarkan kedua anaknya. Menjalankan amanah terakhir dari istri tercinta.
Kedua bayi nya kini berada di dalam ruang khusus bayi. Kedua bayi tanpa nama itu terlelap dalam tidur, menyambut mimpi yang indah.
-fair and faith-
Dua minggu berlalu. Aldito makin terbiasa dengan suasana rumah yang sepi. Hanya tangisan kedua anaknya yang terdengar setiap malam. Meminta agar sang ibunda kembali hadir untuk memeluk mereka.
Kini, Aldito sudah terlelap. Bayi kembarnya ia letakkan di dalam boks bayi. Omong-omong, dia sudah memberikan nama kepada anak-anaknya. Si sulung diberi nama Fakhri Alano Pranaja. Si bungsu ia beri nama Fair Alana Pranaja. Indah, bukan?
Aldito ingin si sulung memiliki iman yang kuat dan berperilaku baik kepada siapa saja. Ia juga ingin si bungsu menjadi orang yang adil dan bijaksana, serta indah perilaku nya.
Aldito terlarut dalam mimpinya. Terkadang ia bermimpi bertemu dengan mendiang istrinya.
Sampai akhirnya ia mendengar suara anaknya tengah menangis. Ia pun terbangun. Terkejut bukan main. Fakhri tengah digendong oleh seseorang berpakaian serba hitam. Orang itu kabur begitu saja dan dengan sigap Aldito mengejarnya. Ia harus mendapatkan anaknya kembali.
"Jangan bawa anak saya!" Teriaknya kencang.
Terlambat. Orang itu sudah masuk ke dalam sebuah mobil tanpa plat nomor. Aldito terduduk lemas. Ia merasa gagal. Gagal melakukan pesan dari istrinya. Fakhri diculik.
Ia menangis tersedu-sedu. Sungguh malang nasibnya. Merasa bersalah dan merasa gagal menjadi ayah yang baik dan selalu menjaga. Janjinya pada mendiang Tiara telah sirna.
Tak ada lagi yang ia miliki selain Fair, putri nya yang kini masih setia berkelana di dalam mimpi. Bayi itu tidak tahu kalau kakaknya diculik oleh orang yang tidak punya perasaan.
Aldito makin hancur. Perasaan, pikiran, batin, semuanya hancur. Tak ada lagi semangat dalam dirinya.
Satu-satunya cara agar ia bangkit adalah melihat anak perempuannya selalu ceria. Kebahagiaannya adalah kebahagiaan anaknya.
Aku masih penulis amatiran hehe :v
Jangan lupa vote dan komen, ya!
Please, keep support me.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fair and Faith
Teen FictionFair, gadis ceria nan hiperaktif menaruh hati pada kakak kelas nya di SMA yang bernama Faith. Sikap tak peduli nan dingin Faith malah membuat Fair makin jatuh hati. Kata-kata pedas kerap kali Faith lontarkan agar gadis pengganggu itu berhenti menyuk...