Chapter 3 : Tawan
Aku kini menguap...
Sebenarnya aku pasti menguap setiap pagi, tidak peduli berapapun lamanya aku tidur, mau waktu tidurku berkualitas ataupun tidak, aku pasti akan tetap menguap. Aku mempelajari tentang mekanisme kantuk pada di tahun kedua saat belajar di universitas, dan sekarang aku sudah lupa mengapa kita bisa mengantuk.
Bagiku, mengantuk berarti sudah saatnya tubuhku membutuhkan kopi.
Aktivitas pertamaku sebelum bekerja adalah berjalan melewati lift lobby menuju satu-satunya coffee shop yang ada di kafetaria rumah sakit.
Pagi hari biasanya akan jarang menemukan pasien atau orang asing di coffee shop ini. Hanya ada dokter tetap yang bekerja di tahun yang berbeda, sebagian dari mereka masih mengenakan seragam rumah sakit. Coffee shop seolah menjadi altar yang dimana setiap dokter akan memberikan persembahan sebelum melakukan pekerjaan mereka. Kami seolah memuja kedahsyatan sang kopi yang memberikan energi untuk hidup dan memampukan kami dalam bekerja sepanjang hari.
Note : Jadi di bagian ini kayak Tawan menyamakan Coffee shop seperti Altar. Nah orang Thailand sebagian besar penduduknya memeluk agama Budha dan mereka akan memberikan persembahan di altar untuk Sang Budha.
"Kamu semalam kemana saja?! Mengapa kamu tidak ada di asrama?!"
Pekikan suara Nadia membuat ku melompat karena dia memekik tepat di sampingku. Jadi aku pasti akan mudah terkejut tanpa kopi di tubuhku. Kesadaranku masih mengembara entah kemana seolah jiwaku belum kembali pada tubuhku dan itu membuatku menjadi sangat mudah terkejut. Aku melihat ke arahnya perlahan kemudian mendekat.
"Uh...Mengapa kamu bertanya?"
"Kemarin aku ke kamarmu tapi kamu tidak membukakan pintu. Semalam baru jam delapan malam tapi lampumu sudah mati, jadi ku pikir kamu tidak ada di dalam."
"Kamu mau ketemu aku? Ada apa? Kalau kamu mau bicara sekarang, aku ada waktu. Pagi ini aku tidak perlu buru-buru ke bangsal."
Aku benar-benar berharap jika dia tidak sadar kalau aku menghindari pertanyaannya.
"Jangan coba-coba mengganti topik pembicaraan. Kemana kamu semalam."
Harapanku sepertinya tidak terkabul. Nadia masih mendesakku untuk menjawab pertanyaannya, seolah dia lebih tertarik untuk mengetahui keberadaanku semalam daripada apa yang ingin dikatakannya padaku.
Oh...Baiklah, cepat atau lambat dia akan mengetahuinya juga apalagi Nadia adalah teman baikku selama ini. Ini hanya masalah waktu, mungkin akan lebih baik jika aku memberitahukannya sekarang.
"Di tempat Phi Por."
Aku berbisik di telinganya sambil menjaga agar suaraku tetap rendah supaya hanya dapat didengar oleh kami berdua.
"Kamu bilang apa? Aku tidak bisa dengar."
Mungkin tadi suaraku tidak cukup keras. Dahi Nadia berkerut lalu menempelkan telinganya padaku.
"Aku. Menginap. Di. Tempat. Phi. Por. Semalam."
Kali ini, aku menjawab lebih pelan namun tepat di telinganya.
Walaupun coffee shop sangat padat namun tidak ada seorangpun yang akan memperhatikan pembicaraan orang lain. Mereka lebih berkonsentrasi pada pembicaaran dengan lawan bicara mereka atau menghubungi perawat yang sedang bertugas di bangsal sedang yang lainnya hanya konsentrasi pada layar ponsel mereka.
Sebenarnya aku tidak perlu berbisik pada Nadia.
Aku tahu, aku seperti ini mungkin karena aku takut jika ada yang mendengar tentang hubunganku dengan Phi Por sehingga aku tidak dapat menahan diri untuk meletakkan jari di bibirku.
![](https://img.wattpad.com/cover/229339156-288-k173234.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MY RIDE, I LOVE YOU (Terjemahan Indonesia)
Любовные романыIni adalah kisah cinta MORK, yang merupakan seorang driver ojek di Bangkok, dan TAWAN, seorang dokter residen junior bagian penyakit dalam di Rumah Sakit Universitas. Keduanya memiliki kesempatan kecil untuk bertemu, apalagi jatuh cinta, namun itu...