D U A

4 1 0
                                    

06.12

Sean melirik jam dinding, hatinya berkata untuk bangun tapi raganya berkata untuk tidur lagi. Raganya berbisik, bahwa adik Sean saja kalau bolos tidak kena marah, kenapa Sean tidak mencobanya sekali saja?

Dia menarik selimutnya yang berada di kakinya. Sean memejamkan matanya lagi, perlahan-lahan dia jatuh kedalam alam mimpinya.

Brakk!

Tubuh Sean langsung tersentak saat pintu kamarnya dibuka kasar. Lebih tepatnya ditendang oleh adik perempuannya. Mata Sean melotot pada Dara yang berdiri diambang pintu. Adiknya sudah rapi dengan setelan seragam khas anak SMA.

Dara mendekat, dia membawa ponsel Sean dalam tangannya. Tapi cara membawanya cukup unik, dia menjapit ujung ponsel itu dengan jari jempol dan telunjuk, seolah-olah jijik dengan apa yang di bawanya.

"Yan lo anak didik siapa sih? Jorok banget jadi cowok. Heran gue." Cerocos Dara. Cewek itu melempar ponsel dengan harga jutaan kearah Sean. Dengan sigap Sean langsung menangkap ponselnya itu.

"Gue anak didik papa lah. Secara gu--"

Bukk!

Dara melempar Sean menggunakan bantal yang tergeletak di lantai. Dia geram sendiri jika mendengar kakaknya akan berceramah.

"Masih pagi! Gak usah ceramah!" Ketusnya.

"Btw, gue gak apa-apain video sama apk lo yang busuk itu. Tapi gue ada satu kejutan yang buat lo naik pitam." Dara menyeringai, dia langsung melengang keluar dari kamar Sean.

Sean menggaruki kepalanya, "punya adek ga ada sopan sama sekali sama kakaknya. Heran gue."

Dara berjalan menuruni tangga, suara tepakan dari sandalnya terdengar cukup keras. Orang-orang yang sudah bersiap dibawah pun menoleh. Mereka sudah mengira jika itu nyonya Gerlan kecil.

"Sarapan nyonya kecil. Nanti ulangan matematikanya biar lancar." Sindir Gerlan halus.

Tak heran jika sifat Dara seperti itu, memang sudah diturunkan dari daddynya.

Dara hanya menatap daddynya sekilas, lalu dia mengambil sendok dan segera menyuapkan nasi berlaukkan ayam kecap itu ke mulutnya. Beberapa saat kemudian, semua telah menghabiskan makannya.

Dara menggendong tas punggungnya, "dad. Uang saku." Dara mengulurkan tangan kanannya ke arah Gerlan. Gerlan menaruh dua lembar uang ditelapak tangan putrinya.

"Tambahin dad..." rengek Dara.

Gerlan mengernyitkan dahinya, "nggak. Segitu aja kamu belum tentu habis. Buat apa?"

"Bayar uang KAS. Nanti bendahara nya nagih. Kalo udah nagih gak peduli siapa lawannya siap bantai."

Orchid tersenyum, sedangkan suaminya masih ingin melayangkan beberapa pertanyaan lagi untuk putrinya.

"Memang bayarnya berapa sih?"

"Seribu." Jawab Dara enteng.

"Itu uang jajan kamu lima belas ribu kan. Tinggal motong seribu apa susahnya sih?" Gerlan keras kepala.

"Sekali kali dad. Katanya pabrik daddy udah makmur. Katanya produknya udah di ekspor ke negara lain. Katanya juga daddy mau bangun cabang lagi. Masa sama anak sendiri pelit sih dad. SD dulu uang sakunya 5 ribu, SMP 10 ribu, sekarang SMA 15 ribu." Jelas Dara panjang lebar.

Gerlan menghela nafas, putrinya juga sama sama keras kepala sepertinya. Dia mengambil dompet disaku jasnya, lalu mengeluarkan uang berwarna abu-abu dan menaruhnya diatas meja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

D A R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang