HARAPANKU TERWUJUD, DIA TELAH KEMBALI

21.9K 17 0
                                    

HARAPANKU TERWUJUD, DIA TELAH KEMBALI

Aku sudah tak tahu lagi, sudah berapa lama aku menunggumu disini, huuuhh.” Fika menghembuskan nafasnya dalam dalam. Ia masih terbuai dalam lamunannya.

“Setiap setiap sore, setiap senja aku selalu datang di tempat ini hanya untuk menunggumu. Aku tak tahu dengan diriku sendiri. Aku begitu yakin dengan perasaanku, aku begitu yakin dengan rasa cintaku. Tapi dalam kenyataannya, aku tak meyakini diriku. Sampai sekarang, entah sudah seberapa puluh kali, aku datang ke taman ini hanya untuk menunggumu. Bodohnya, sampai sekarang aku tak kunjung juga mendapat kabar darimu. Pernah aku berusaha untuk menghubungimu, namun sial nomermu di kontakku sudah tak ada. Mungkin karena kemarin aku tak sengaja menghapusnya karena banyak nomor-nomor tak dikenal masuk di ponselku. Kebodohan keduaku, kenapa aku tak menghubungi Samuel untuk menanyakan kabar dan keberadaanmu. Aku merasa malu jika harus jujur pada Samuel akan perasaanku yang suka dengan Fiki. Aku selalu berharap jika kamu baik-baik saja disana Fiki. Aku begitu menghawatirkan keadaanmu. Aku ingin bertemu denganmu, dan sekarang aku rindu denganmu Fiki. Aku teringat disaat kita pertama bertemu. Awalnya aku tak begitu menyukaimu, karena aku menganggap semua orang asing itu menyebalkan. Ternyata anggapanku itu salah. Awal pertama bertemu denganmu, aku langsung akrab denganmu. Entah apa yang membuatku menjadi seperti itu. Kamu bukan seperti orang asing menurutku. Aku seperti pernah bertemu denganmu sebelumnya, tapi kapan? Aku rasa itu hanya perasaanku saja. Kedua kalinya tanpa sengaja aku bertemu denganmu di stasiun kereta. Hehehhee... saat itu kamu mentraktirku, kamu tau gak kalau aku sebenarnya tak suka dengan makanan Rawon, apa lagi jika makanan tersebut sangatlah pedas. Dan begitu kamu memesankan untukku. Tak sepatah katapun aku menolaknya, aku kaget sebenarnya ketika kamu memesan Rawon Setan level lima. Sumpah, baru kali ini aku makan sepedas itu. Tapi waktu itu aku tak keberatan dengan menu makanan pilihanmu. Aku begitu lahap bahkan agak menahan raut mukaku yang kepedesan. Dan sampai rumah aku terkena diare. Hahhahaa.. untung saja aku punya beberapa obat diare dan obat sakit perut. Aku sangat mengingat kejadian itu. Dan pertemuan ketiga saat kamu memaksaku untuk menemanimu jalan-jalan. Walaupun aku tak merasa kamu paksa, dan aku tak keberatan untuk mengantarmu waktu itu. Ternyata kamu mempunyai kesamaan denganku, kamu suka membaca novel sama sepertiku. Dan sangat jarang sekali jika ada seorang cowok yang begitu menggilai novel sepertimu. Aku seperti mendapatkan seorang teman yang sealiran denganku. Aku  bisa dengan mudah bertukar cerita padamu tentang beberapa novel yang pernah aku baca. Dan kamu mengerti akan apa yang aku bicarakan. Mungkin karena novelmu yang terlampau banyak dan kamupun sudah membaca semuanya, membuatmu tak banyak berfikir untuk menjawab pertanyaanku. Itu salah satu alasan mengapa aku begitu nyaman saat bersama denganmu. Begitu enak mengobrol denganmu. Dan kamu adalah seorang cowok yang sangat pintar menaruh perhatian dengan seorang cewek. Ditaman ini kamu menunjukkan perhatianmu padaku. Disaat aku merasakan sakit, kamu begitu khawatir dengan keadaanku. Itulah yang membuat aku luluh denganmu. Sayangnya hari itulah terakhir aku bertemu denganmu. Semenjak hari itu aku tak pernah mendapatkan kabar darimu. Aku rindu kamu Fiki. Aku kangen kamu. “Gumam Fika dalam hati.

Seperti hari-hari kemarin, Fika masih menunggu kehadiran Fiki di taman itu. Ia sangat berharap jika hari ini ia akan bertemu dengannya. walaupun sebenarnya bertemu dengan Fiki, tak semudah yang dibayangkan. Kepergian Fiki sudah masuk pada bulan ke tiga. Ia tak menyangka jika begitu cepat Fiki meninggalkannya, tanpa kabar dan tanpa pesan. Namun Fika tak putus asa. Ia selalu berharap dan berdoa agar dipertemukan kembali dengan Fiki di taman itu.

Terlihat langit-langit yang begitu gelap. Mendung telah menutupi senja sore itu. Begitu gelap. Padahal jam masih menunjukkan pukul 16.30. Fika tak beranjak dari tempat duduknya. Ia masih asyik menunggu dan melamun akan kehadiran Fiki. Gerimispun mulai turun. Tetes demi tetes air hujan mulai membasahi tubuhnya. Fika tak langsung memilih untuk cepat-cepat berteduh dari hujan, ia tetap saja tak beranjak dari tempatnya. Kali ini hujan turun dengan begitu deras. Tapi tak sedikitpun membuatnya ingin beranjak hanya untuk sekedar berteduh.

Love In Sunset (Romantic Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang