Kuatkan dirimu fika

2.3K 9 0
                                    

Kuatkan dirimu fika

 

            Fika masih tak sadarkan diri, beberapa perawat telah mendorong bangsal itu melewati koridor rumah sakit dengan berlari kecil. Di susul kedua orang tua Fika dan Ayah Fiki dibelakangnya. Mereka bertiga terlihat menangis di depan ruang Unit Gawat Darurat. Setelah masuk ruangan yang di depan pintunya terdapat tulisan “Emergency.” Kedua perawat tersebut membawa masuk Fika, dan menutup pintu ruangan itu. Salah satu perawat melarang ketiga orang tersebut masuk dan menyuruh agar tetap menunggu diluar, selagi ada penanganan lebih lanjut dari tim dokter. Terlihat ibu Fika yang terus menangis tiada henti melihat anak angkatnya saat ini sedang kritis.

            Dari kejauhan terlihat Fiki berlari sangat cepat. Ia menyusuri koridor-koridor rumah sakit, ya memang keadaan saat itu masih sangat sepi. Waktu masih menunjukkan jam setengah tiga. Hanya terlihat satu atau dua perawat yang melakukan visite malam terhadap pasien. Ia terus menyusuri koridor rumah sakit dalam keadaan gontai. Dari arah kejauhan ia melihat ayah dan kedua orang tua angkat Fika yang sedang duduk termenung di depan sebuah ruangan. Terlihat pula ibu angkat Fika yang tak henti-hentinya menangis saat itu. Fiki menuju kesana.

            “Ayah.. bagaimana keadaan Fika saat ini?” Tanya Fiki dengan cemas kepada ayahnya. Ia tak tau bagaimana dengan dirinya sendiri. Mendengar kabar Fika yang tiba-tiba jatuh pingsan dan sekarang masuk di ruang UGD membuat dirinya mati rasa. Kacau balau hari ini fikirannya. Bahkan hampir membuat dirinya gila. Ayah Fiki menyuruhnya untuk menenangkan diri dan duduk di kursi panjang itu. Fiki belum bisa tenang, Ia masih sibuk dengan pertanyaannya.

            “Bu.. bagaimana keadaan Fika saat ini? Dia baik-baik saja bukan? Dia tak apa-apa kan bu?” Fiki melontarkan pertanyaan demi pertanyaan. Namun ibu angkat Fika tak menjawab pertanyaan Fiki. Ia tak kuasa untuk menjawabnya. Air matanya terus mengalir. Dan tak henti-hentinya ia menangis.

            Fiki kesal dengan dirinya saat itu, tak ada yang mempedulikan pertanyaannya. Ia mencoba menenangkan dirinya saat itu. Ia memilih untuk duduk dikursi panjang. Ia tampak tak karuan, ia menangis tapi tak sedikitpun air matanya keluar. Mungkin karena ia terlalu sering untuk meneteskan air matanya. Terlihat wajahnya yang kusam dan sedih. Ia menjambak rambutnya, dan keringat dingin mengucur dibadannya. Ia memandangi terus pintu UGD. Ia berharap dibalik pintu tersebut tak terjadi apa-apa. “Fika.. aku tau kamu kuat, bertahanlah sayang.” Kata Fiki dalam hati.

            Ayampun berkokok, bertanda malam ini akan menjadi pagi, terdengar pula bunyi berisik dibeberapa ruangan. Ya mungkin aktifitas pagi sudah dimulai, beberapa perawat dan petugas rumah sakit mulai mempersiapkan dirinya. Fiki masih memandangi pintu itu. Tak ada yang keluar dari pintu yang bertuliskan “Emergency”. Sesekali Fiki berdiri dan menghela nafasnya dalam-dalam untuk menenagkan diri. Matanya begiru merah, hari ini ia tak tidur sama sekali, kepalanya sangat pening, tapi ia tak pedulikan rasa pening itu. Fiki kembali duduk sambil menopang kepalanya dengan kedua tangan yang menutupi mulutnya. Pandangannya tak lepas dari pintu tersebut. Sudah hampir tiga jam ia menunggu, tak satupun keluar dari balik pintu itu. Tiba-tiba ada seseorang yang mencoba membuka pintu itu dari dalam. Terlihat gagang pintu yang tertarik kebawah. Sontak membuat semua orang yang menunggu Fika berdiri semua. Kemudian terdengar decitan pintu yang akan terbuka. Dan akhirnya satu dokter keluar dari balik pintu tersebut. Mereka bertiga menyerbu dokter dan menanyakan perihal keadaan Fika saat itu. Dokter tak banyak memberikan komentar. Ia berkata Fika akan baik-baik saja nantinya, ada sesuatu yang disembunyikan dokter itu. Namun ia rasa belum saatnya untuk mengatakan semuanya. Dokter itu meninggalkan UGD.

            Jam sudah menunjukkan pukul enam pagi, namun semua yang menunggui Fika tak diperbolehkan untuk masuk, jam besuk belum dibuka. Dan Fika masih perlu mendapatkan perawatan yang intensif. Terlihat Fiki masih gelisah dengan fikirannya. Bahkan wajahnya kini benar-benar kusut. Matanya begitu berat untuk melihat. Fiki berdiri dan meninggalkan ruang UGD. Ia menuju toilet, sekedar untuk mencuci wajahnya yang terlihat sangat mengantuk. Ia sapukan air ke wajahnya. Begitu segar ia rasakan, iapun berkumur untuk membersihkan bagian dalam mulutnya. Setelah dirasa cukup, ia kembali ke ruang UGD untuk menunggui Fika.

            Setelah jam menunjukkan pukul setengah delapan, ada seorang suster yang keluar dari balik pintu UGD, ia memperbolehkan masuk dan melihat keadaan Fika. Fiki dan Orang tuanya masuk kamar UGD. Tercium bau obat suntik dan alkohol saat itu. Fiki tak mempedulikan apa-apa, fikirannya hanya tertuju pada bangsal yang terletak di pojok ruangan. Bangsal tersebut diatasnya telah terbaring seorang perempuan cantik, dengan pakaian kebaya yang belum ia copot dari kemarin. Fiki dan ketiga orang Tua Fika menuju bangsal tersebut. Ia melihat Fika sedang tak sadarkan diri. Tangannya tergantung selang yang terhubung oleh infus. Mulutnya juga tertutup oleg selang yang menghubungkan ke tabung oksigen. Fiki menangis histeris saat melihat keadaan Fika seperti itu. Ia tak tega bila orang yang paling ia cintai menderita seperti ini. tetapi tetap. Ia membelai rambut Fika dengan tangisannya. Ia cium kening Fika dengan lembut. Ia berharap Fika tak terjadi apa-apa. Dan ia berharap bahwa Fika akan cepat sadar dan bisa kembali sehat seperti semula.

Love In Sunset (Romantic Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang