"Alasan terbesar kerena masih menyendiri, karena masih ingin menanti."
Ini sebuah cerita tentang kejadian-kejadian yang tak terlupa, sebuah rangkaian yang masih teringat persis di kepala. Saya bingung mau menceritakannya dari mana dan harus bagaimana. Terlebih dahulu perkenankan saya memperkenalkan diri, agar terkesan sebagai seorang pemuda yang memiliki etika yang mulia di awal cerita. Perkenalkan nama saya M. Alfaridzi, nama pemberian kedua orang tua yang terkandung doa di dalamnya.
Ini sebuah kisah paralel historia kehidupan masa lampau yang tak pernah terlupakan. oleh karena itu, kumuat rangkaian itu dalam sebuah cerita yang ku tulis pada secarik filantropis untuk beberapa orang yang terlibat semasa itu.
Menurutmu, bagaimana jika penantian selarut ini tak pernah mendapatkan titik terang serta kejelasan. Penantian seseorang yang akhirnya hanya berujung kesia-siaan juga ketidakpastian,seperti menunggu sang laut luas mengering yang mustahil akan terkabulkan. Akan seperti itu juga kah penantian, mustahil bisa menempatkannya pada pelukan. Tapi, tiada salahnya masih selalu menyimpan harapan itu di inti terdalam, alat yang di ciptakan tuhan untuk merasakan segala hal. Jika memang di izinkan, kita berdua pasti di persatukan dalam sebaik-baiknya kejadian-kejadian.
"Bang alfaaa..."
Pekikan balita yang baru menginjak umur 5 tahun itu memenuhi seisi ruangan dengan senyuman yang menggemaskan dan pipinya yang cabi, ia bernama caca. Langkahnya yang gemulai sambil menyeret tas rodanya itu membuat para pengunjung ingin memesan dan membungkusnya pulang, ia berjalan mendekatiku, perlahan-lahan dan aku melangkah mendekatinya.
"Ehh dek caca, kesini bareng siapa ? "
"Caca mau ice chocolate"
"Bentar ya, bang Alfa bikinin."
Gadis mungil itu mengikutiku dengan langkah kecil berlarian, pengunjung dengan gemasnya memperhatikan langkahnya ku perhatikan. Lalu ku tanya lagi, "Dek caca kesininya bareng siapa tadi ?"
"Bareng kak ayra tadi, tapi kak ayra-nya bilang mau beli buku. Ya, caca tinggalin kak ayra-nya di sana"
Entah siapa yang ditinggal dan meninggalkan, yang pasti gadis ini pintar dan lancar sekali bicaranya, seperti sedang didikte saja pikirku sambil tertawa kecil.
"Bang Alfa kenapa ?"
"nggak apa-apa, kamu duduk disini dulu ya, jangan jauh-jauh dari bang alfa ya dek"
"Oke, siappp" jawabnya sambil menyeringai kearahku.
"Udah bilang tadi mau kesini sama kak ayra-nya ?"
"Tadi Kan caca kesini bareng sama kak ayra, tapi kak ayra bilang mau beli buku disebalah dulu. Kinan males nungguin, kak ayra-nya lama benget soalnya kalau beli-beli buku" gerutu gadis kecil itu terbata-bata yang terkadang lancar.
Aku yang tengah membuatkan ice chocolate untuknya terpaksa dan harus mendengarkan gerutunya itu. Caca ini merupakan anak bungsu dari pengunjung setia ku, sementara abangnya adalah salah satu sahabatku. biasanya setiap pekan ia kemari dengan ibu dan ayahnya. Tapi hari ini dengan seseorang yang bernama ayra.
"Ini, ice chocolatenya udah siap"
"Yeayyyy" sambut gadis kecil itu menyambut kedatangan ice Chocolat yang ku buatkan.
"Oh iya, ibu sama ayah caca kemana ? Kok kesininya nggak bareng mereka ?"
"Ayah sama ibunya caca pergi pulang kampung ke Yogya, soalnya ada acara keluarga."
"Terus caca nggak pengen ikut ?"
"Caca kan sekolah , jadi nggak dibolehin ikut sama ayah. kata ayah sekolah itu penting, jadi nggak boleh ditinggalin" ujar gadis itu menjelaskan dengan lugasnya, tak banyak anak-anak yang berumur 5 (lima) tahun secerdik dan selincah caca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Engkau dalam Dia
General FictionBagaimana jika ku lukiskan engkau dan dia dalam bentuk yang sangat sempurna. Engkau yang dulu pernah ada di inti terdalam dada, walau pada akhirnya hanya ingatan yang tersisa. Aku pada akhirnya menemukan dia. Dia yang di dalamnya engkau ku rasa. Dia...