○● HIRAETH ●○
Lali-laki dengan tubuh tegap namun tidak terlalu berisi itu berjalan dengan gagah mengenakan seragam kebesarannya yang masih melekat pada tubuhnya dari beberapa jam yang lalu. Lambang yang menandakan jika dirinya adalah seorang pemimpin dari besarnya kapal pesiar yang di lajukannya, bertengger rapi di setiap bagian kanan dan kiri pundaknya yang terlihat kokoh.
Topi yang agak miring itu di benarkannya, sambil membungkuk meraih tas jinjing yang di lansir bernilai tinggi bila di lihat dari label yang terjahit rapi di bagian depan.
Berjalan dengan santai menuju mobil yang sudah di siapkan untuknya. Tersenyum ramah sekali kepada siapapun yang di lalui dan segera masuk ke dalam mobil mewah itu ketika seorang ajudan sudah membukakan pintu untuknya dengan begitu sopan.
"Terima kasih." Ujarnya singkat, ramah, namun tak meninggalkan kesan tegas yang menyelimuti dirinya. Sudah seperti bawaan sejak dulu, dulu sekali.
"Dengan senang hati, tuan."
Lalu mobil melaju pergi dengan perlahan. Senyum di wajahnya merekah, bahkan sudutnya hampir mencapai telinga kanan ke telinga kiri. Menimang-nimang, apa yang membuatnya jadi merasa sebahagia ini. Mengingat tak ada hal apapun yang terjadi selama perjalanan dua minggu berlangsung. Bahkan keluarga yang di rindukan pun tak ada. Ia hanya sebatang kara.
Apa mungkin ia hanya lega karena bisa kembali melihat daratan dan menapakkan kakinya ke tanah?
Atau mungkin, bayangan untuk bertemu dengan Seokjin sudah menghantui pikirannya sejak kejadian hari itu tiba?
Entahlah.
Pria payah itu bahkan tidak tahu alasan apa yang sudah membuat dirinya jadi sesenang dan selega ini. Ia tak bisa memilih salah satu dari dua dugaannya. Karena bagi pria single seperti dirinya, ke dua opsi itu memang benar-benar ada dalam benaknya saat ini. Ia tak mengelak saat membatin rindu pada lelaki yang ia kenal sedari lama itu. Mengingat tak ada keluarga yang bisa ia kunjungi nanti. Hanya nama itulah yang ia ingat.
Hingga sebuah ide untuk membelikan pria manis itu sebuket bunga jadi pilihan selanjutnya sebelum melesat pergi mengunjunginya nanti.
"Pak, kita mampir ke toko bunga dulu, ya!" Ucapnya setelah menepuk pelan bahu sang supir pribadi yang lalu meliriknya melalui spion.
"Baik, tuan."
Hingga keduanya pun berhenti di salah satu toko bunga terdekat. Puluhan timba alumunium yang berukuran tinggi di penuhi dengan bunga-bunga yang bergerombol sesuai dengan jenis dan ukuran, menyambut pandangan matanya yang menyipit karena tersenyum. Indah sekali. Lama ia tak melihat bunga secara langsung.
Hidungnya yang mancung dan sempurna, menghirup aroma wangi bunga kuat-kuat. Membuat pikirannya langsung segar. Serasa di refresh kembali setelah cukup bosan hanya melihat lautan dan langit biru selama beberapa minggu berlalu.
"Selamat datang, tuan. Ada yang bisa saya bantu?"
"Ah, iya!" Pekik pria itu, tersenyum dengan ramah walau sedikit terkejut ketika reflek untuk berbalik. Sudah berdiri di depannya seorang wanita setengah baya dengan celemek merah muda yang terpasang rapi. Tak ketinggalan senyumannya yang semanis bunga-bunga di sekitarnya. Ah, sepertinya wanita itu sudah sangat terlatih untuk berkamuflase dengan barang dagangannya. Menyadarinya, pria berseragam putih itu lalu tersenyum.
"Emm, saya mau cari bunga untuk seseorang yang sangat indah. Kira-kira bunga apa yang cocok?" To the point.
Wanita itu berjalan ke sudut sebelah kanan. Membuat sang pelanggan awam itu juga otomatis berjalan mengikuti di belakangnya.
Telah nyaman berada di genggaman sang wanita, setangkai lily putih yang merekah begitu indah. Sang pria langsung menatap si wanita dengan mata menyipit mencari jawaban atas setangkai cantik yang di pilihkannya tersebut. Pun tanpa pikir panjang, dengan sekali kedip wanita itu langsung paham akan tabiat pria tinggi tersebut.
"Lily putih." Mulainya. Menyentuh kelopak demi kelopak hanya untuk memancing sang lawan bicara agar lebih tertarik dengan bahasannya. "Bunga ini di lambangkan sebagai lambang kesucian, kemurnian, ketulusan, kepercayaan, kemuliaan, pengabdian, serta persahabatan."
Lalu wanita itu menjeda. Mengambil beberapa tangkai lalu mencoba menyusunnya dengan tangan kosong. Sementara sang lawan bicara memperhatikan pergerakan lembut tangan itu dengan seksama. Mendengar kata persahabatan, membuatnya mendadak jadi teringat akan sesuatu. Ya, sahabatnya. Batinnya langsung memuji kecerdasan wanita itu dalam memilih dan membaca pikiran. Dan sepertinya bunga ini akan cocok untuk menemaninya menyampaikan apa yang selama ini sudah di sembunyikannya selama beberapa tahun.
"Tuan, bunga ini benar-benar melambangkan sesuatu yang suci, bersih, dan menawan. Semoga aku tak salah pilih. Dan semoga orang yang beruntung mendapatkan bunga ini, adalah orang yang sangat anda agungkan akan keindahannya. Seperti yang anda katakan tadi."
○● HIRAETH ●○
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH - NAMJIN
Fanfiction》NAMJIN SHORT AU《 Bahkan rumah yang selama ini selalu ku jadikan tempat berlindung, sudah tak lagi bisa ku kunjungi. Karena pada dasarnya, semua yang kita miliki tidak akan pernah ada yg sempiternal. Mereka semua tidak kekal, juga tidak abadi. ~ Kim...