RIUH DI KALA SUBUH

1.6K 62 8
                                    


Pagi itu menjadi pagi yang sibuk bagi Bu Ratna. Pukul 4 pagi ia sudah sibuk di dapur lalu kemudian membangunkan putranya.

"Ayo bangun! Mandi, salat, lalu sarapan. Jam 6 kita ke stasiun" Ujarnya sambil menarik selimut Bada dan melipatnya. Bada masih sangat mengantuk. Ia baru bisa memejamkan mata tadi pukul 3. Ia menggeliat lalu meringkuk.

"Ayo bangun! Kamu tidak ingin terlambat kan?" Bu Ratna menggoyangkan tubuh Bada. Bada hanya bergeming. Dalam hati kecilnya ia ingin sekali ketinggalan kereta, agar waktu yang tersisa bersama ibunya menjadi lebih lama.

"Bada masih mengantuk Buk"

"Nanti kamu bisa lanjutkan tidurmu di kereta. 6 jam, itu waktu yang cukup untuk tidur sepuasnya". Bada mengucek matanya lalu duduk di kasurnya.

"Langsung mandi dan salat, ibu siapkan sarapan untukmu". Bu Ratna mengusap kepala Bada. Ia lalu terdiam sejenak. Air mukanya tampak berubah begitu cemas. Bada tak memperhatikan wajah ibunya, ia sibuk mengumpulkan semua kesadarannya.

Bu Ratna keluar dari kamar dengan tergesa-gesa. Perasaannya tak sama dengan beberapa waktu yang lalu, gelisah.

Bada bangkit dari kasurnya dan menyambar handuk yang tergantung di belakang pintu kamarnya. Selain ibunya, ia juga akan merindukan kamar itu. Kamar itu tidak terlalu luas namun cukup nyaman untuk Bada tempati. Di sebelah kanan pintu terdapat sebuah lemari besar berisi buku-buku yang Bada koleksi sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar. Di depan lemari tersebut terdapat karpet kecil yang posisinya tepat di samping tempat tidur Bada. Ada juga sebuah kursi, gitar, lalu setumpuk kartu yang biasanya Bada mainkan bersama temannya yang main ke rumahnya. Di depan tempat tidur sebuah meja kecil dengan sebuah kursi menjadi tempat Bada menghabiskan malam-malamnya belajar atau sekedar membaca buku. Lalu di pojokan kamar, ada kamar mandi dengan pintu sedikit terbuka.

Air dingin membasahi tubuh Bada, membuat sekujur tubuhnya terasa gemetar. Ia tak pernah mandi sepagi itu. Bada memang selalu bangun pagi, namun itu sekitar pukul 5 dan ia baru akan mandi sekitar pukul 6 untuk kemudian bersiap-siap berangkat sekolah. Maka jadilah aktifitas mandi pagi itu lebih cepat dari biasanya. Lima menit kemudian Bada sudah keluar dari kamar mandi sambil sibuk mengeringkan badan dan rambutnya yang basah.

Setelah mengenakan baju koko dan sarung untuk salat shubuh Bada baru ingat kalau ia belum berwudu. Ia kemudian ke kamar mandi untuk berwudu sambil membiarkan pintu kamar mandinya terbuka. Bada sedang mengusapkan air ke wajahnya ketika pintu kamar mandi tiba-tiba tertutup.

"Ibuk?" tanyanya. Tak ada suara yang menyahut di luar. Bada berhenti berwudu dan mencoba membuka pintu kamar mandi. Terkunci.

"Ibuk? Ibuk bercanda ya?" Tanya Bada lagi. Bada sendiri tahu ibunya tak pernah melakukan hal iseng seperti itu sebelumnya. Tapi di rumah itu hanya ada Ibu dan dirinya.

"Ibuk! Ibuk! Bada terkunci buk!" Pekik Bada setelah yakin tak ada ibunya di depan pintu. Tangannya berusaha memutar gagang pintu dengan keras, ada sebuah kekuatan yang seperti menahannya untuk membuka pintu tersebut. Bada berusaha menggedor pintu dengan keras.

"Buk! Ibuk!" Pekik Bada dengan lebih keras.

Sementara itu di luar Bu Ratna tampak baru saja menyelesaikan sebuah percakapan telepon. Ia buru-buru ke kamar Bada karena mendengar pintu digedor kencang. Ia langsung memutar gagang pintu dan menemukan Bada tampak berkeringat dan panic.

"Ada apa kamu pagi-pagi sudah membuat keributan?"

"Tadi pintunya terkunci buk. Padahal Bada sama sekali tidak menutup pintunya"

"Kamu yakin?"

"Yakin Bu. Pintunya tertutup sendiri lalu terkunci"

"Kamu sudah salat?"

"Ini bu baru mau wudu"

"Ya sudah. Kamu segera wudu, ibu ke dapur dulu"

"Tapi buk" Bada masih tampak takut.

"Jangan berpikir aneh-aneh. Rumah ini sudah uzur, kalau hanya pintu tak sengaja terkunci bukan hal yang aneh. Mungkin ada kerusakan". Bu Ratna meninggalkan Bada yang tampak masih trauma. Ia kemudian melanjutkan wudu sambil menahan pintu dengan kaki kirinya.

Bu Ratna beranjak ke dapur sambil tak berhenti mengucapkan istighfar. Sesuatu yang ia takutkan mulai terjadi. Sesuatu yang tak dapat ia ceritakan kepada Bada. Ia harus segera memastikan Bada segera sampai ke Pesantren. Dalam hatinya ia tak berhenti berdoa agar semuanya baik-baik saja.


______________________--

Hai pembaca sekalian, jangan lupa follow dan vote ya! terimakasih!

wasiat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang