73 5 5
                                    

ご [go] : lima

Kobayashi Dojang adalah dojang terbesar di Hokkaido. Milik yayasan olahraga Kobayashi; penyelenggara kejuaraan internasional taekwondo terbuka yang nantinya akan menjadi tempat Javiar berlaga. Juga tempatnya untuk kembali menapakki tangga mimpi yang telah ia bangun sedemikian rupa.

Menjadi atlet internasional memang sudah angan Javiar semenjak ia kecil. Kegemarannya menonton kejuaraan laga mendorong minatnya untuk menjadi atlet laga seperti yang ia lihat di layar televisi. Minat Javiar mulai nampak setelah kali ketiga menonton kejuaraan taekwondo. Ia perlahan mulai tertarik dan menirukan beberapa teknik dengan asal. Saat itu, usia Javiar baru lima tahun. Masih begitu polos, namun keinginannya yang begitu kuat mampu terlihat kala ia mencoba menirukan berbagai teknik tendangan. Hingga tak selang beberapa minggu, Galih, ayah Javiar, mengarahkan Javiar untuk mulai mendalami taekwondo.

Dan di sinilah Javiar sekarang. Di usianya yang ke 22 tahun, Javiar berhasil menyabet berbagai medali. Prestasi membanggakan berhasil ia bawa atas nama perwakilan Indonesia dan individu. Tentu sebagai orang tua, Galih dan Karina merasa begitu bangga dan selalu berusaha mendukung Javiar sebaik mungkin. Dukungan mereka terlihat kala Karina yang selalu menelpon Javiar sebelum pertandingan.

"Ma, Javi hanya sparring," balas Javiar, menanggapi suara Karina dari balik ponsel. Ini pertama kalinya Karina menelpon saat sparring setelah sparring pertama Javiar saat berumur tujuh tahun.

"Iya, Javi, Mama tahu. Tapi Mama terlalu bahagia, Mama bangga sama kamu karena telah mencapai tahap ini."

Javiar tersenyum tulus mendengar perkataan Karina. Dukungan dan kata 'bangga' yang keluar dari mulut kedua orang tuanya bagai amunisi yang utama.

"Terima kasih, Ma."

"Untuk?"

"Karena selalu mendukung Javi dan mengarahkan Javi ke arah yang benar," kata Javiar dengan lugas.

"Sama-sama, Sayang. Mama juga berterima kasih. Terima kasih karena selalu menjadi Javiar. Mama bersyukur, diberi hadiah terbaik lewat kamu."

Kini air mata yang sejak tadi menggenangi pelupuknya jatuh tanpa aba-aba. Javiar menangis. Entah mengapa ia menangis, padahal ini bukan pertama kalinya Karina mengungkapkan dukungan. Mungkin karena lelaki itu merindukan keluarganya. Javiar hidup terpisah dengan adik dan kedua orang tuanya. Javiar di Hokkaido dan keluarganya di Tokyo. Meski Hokkaido dan Tokyo tak seberapa jauh, jarak tetap terasa bagi Javiar.

Di sela isaknya, suara langkah kaki tiba-tiba tertangkap oleh telinga Javiar. Ia menoleh, mendapati Secha berjalan ke arahnya. Pun ia buru-buru menghapus air matanya sebelum Secha benar-benar di hadapannya. Javiar tak mau Secha melihatnya menangis.

"Javiar tutup ya, Ma? Ada temen Javiar yang datang." Javiar seketika memutus panggilan tanpa persetujuan ibundanya.

Ia kemudian berdiri setelah menyimpan ponselnya di saku. Lelaki itu lantas menghampiri Secha.

"Secha!" panggilnya, membuat langkah Secha terhenti.

Sejenak mata Secha terpaku. Melihat Javiar dibalut dobok bersabuk hitam. Lelaki dengan nama belakang Aldebaran itu tampak semakin menawan.

"Hai, Jav."

"Hai. Langsung ke ruangan aja. Gue anter."

Javiar dan Secha berjalan menyusuri lorong untuk mencapai dojang tempat Javiar sparring. Jarak antara tempat mereka dengan ruangan ini tidak terlalu jauh. Hanya dari ujung ke ujung. Tak butuh waktu lama, mata Secha sudah bisa melihat spanduk besar bertuliskan Kobayashi Sports Foundation tergantung di dinding yang begitu luas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐇𝐎𝐒𝐓𝐀𝐆𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang