One : Introduce

28 3 0
                                    

"Even when this rain stops, when the clouds go away I stand here, just the same
Without saying anything, looking at the world. There, a not so beautiful me is looking at myself."

***

I'm curious, suara piano terdengar mengalun dari satu ruangan membuat perhatian ku teralihkan , aku mendekati ruangan tersebut yang pintunya tidak tertutup rapat.

Mataku awas mengintip siapa seorang yang tengah duduk di piano bench. Aku
memperhatikan dengan saksama jentikan jari-jari dari setiap tuts.

Setiap nada yang mengalun seolah menjadi candu bagiku , dengan segenap keberanian aku mendekati sang pemain piano. Sepertinya dia tidak terlalu terusik dengan keberadaan diriku.

Permainan piano itu berakhir dengan sorak tepuk tangan dariku. Ia menoleh dan menatap ku kebingungan.

"Wah kamu bermain piano dengan sangat bagus."

Ia berdiri dan melemparkan sebuah senyuman manis. Ia sedikit membungkukkan tubuhnya , seolah memberi penghormatan karena telah menonton pertunjukan nya.

"Terimakasih. Hm permisi."

***

God I'm late. Aku menaiki tangga dengan begitu tergesa-gesa , rasa khawatir menghantui diriku. Berlarian melewati banyak anak tangga membuat napasku tersengal. Aku berhenti sejenak untuk menormalkan debaran detak jantungku dan mengisi banyak pasokan oksigen.

Ruang panggung sudah dipenuhi oleh banyak orang , aku berjalan menuju kursi penonton yang tersedia khusus untukku, katanya.

Lampu mulai menyorot , dan tirai panggung mulai terbuka menampilakan sosok lelaki yang tengah duduk diatas piano bench ia mulai memainkan jemari nya diatas tuts piano. Nada-nada klasik mengalun mengisi ruangan, semua tertegun melihat penampilan sang pianis tersebut.

Rachmaninoff - 3rd Concerto. Cukup sulit untuk mempelajari lagu itu. Semua orang berdiri tanpa terkecuali aku, memberikan tepuk tangan hangat.

Perlahan lahan semua penghuni ruangan mulai berjalan ke pintu exit karena pertunjukan sudah selesai. Aku berbalik dan menghampiri Elvan, si pianis kenalan ku itu. Ia sedang menatapku sembari melebarkan senyum manis nya. Wah lama lama aku bisa terbuai oleh senyuman itu pikir ku akibat sedikit terlena.

"Wohoo kali ini kau hampir membuat ku terlena El, tapi bisa kau hentikan senyuman menyebalkan itu. Aku yakin kau tidak akan bertanggung jawab atas debaran ini,"

"Heii seharus nya kau memuji penampilan ku dahulu, baru mengomel tentang senyum mematikan ku ini."

Elvan mengerlingkan matanya, ah lagi-lagi ia selalu menggoda diri ku. Aku bertanya-tanya bagaimana bisa aku bisa bertahan berteman dengan nya, wah bisa dibilang aku terkena sihir oleh nya.

"Yaaaa okeii aku akui itu cukup bagus."

"Cukup ? wah kau benar-benar kejam, itu lagu yang sulit tapi tetap saja kau bilang cukup. Baik mari kita tidak usah berteman lagi."

Sudah cukup, sepertinya aku akan terus mendeskripsikan Elvan yang selalu bertingkah seperti anak kecil. Aku rasa hal ini lah yang membuat ku nyaman berada didekat nya.

"Baiklah, Mr. Elvan hari ini anda benar-benar memukau saya, lagi-lagi saya merasa iri. Jadi bisa anda traktir saya karena sekarang saya sudah merasa sangat lapar,"

Dia menarik lengan ku, mengajak ke arah ruang ganti terlebih dahulu. Kalau ia tetap menggunakan kostum pertunjukan, bisa-bisa orang akan menatap aneh dan berpikir Elvan berasal dari tahun 1880an.

De la rose restourant, harus nya tempat ini khusus untuk para 'pasangan' berbagi cinta dan kasih dengan seikat bunga mawar. Tapi, bukan Elvan nama nya kalau ia tidak tau cara mengelabuhi pelayan resto.

Ketika memasuki ruangan, mataku langsung tertuju dengan pemandangan jendela yang dihiasi untaian bunga-bunga, entahlah hal ini menarik perhatian ku karena dibalik nya terdapat pancuran air yang mengalir begitu deras namun tetap terlihat cantik.

Desain ruangan yang minimalis tapi terlihat 'wahh', selain itu tiap dinding nya terdapat ukiran yang menambah ke estetikaan nya.
Meja dan kursi nya berwarna coklat mahoni, terdapat lilin di atas meja, kenapa suasana nya jadi sangat romatis pikir ku sesaat tapi kembali mengamati ruangan. Juga terdapat beberapa lukisan yang mungkin terdapat makna lebih, tapi entahlah aku tidak terlalu mengerti tentang seni dan lukisan lain kali aku harus mempelajari nya, mungkin.

Rasa nya aku ingin menyisir seluruh isi ruangan ini, karena mata ku sudah sangat terpesona akan keindahan nya. Sampai waktu dimana Elvan mengacaukan ku, ia sedari tadi berusaha mencari perhatian dengan meniup telinga ku, menutup objek yang ingin kulihat dan banyak hal lain nya, aku tidak dapat menjelaskan detail seberapa menyebalkan diri nya itu.

"Harus nya aku tidak mengajak mu kesini ya ? kau terus saja terpesona, padahal aku saja sudah sangat memesona. Dasar kau ini, ini bisa disebut penghianatan tau."

"Salahkan saja dirimu, untuk apa juga kita berada disini ? sampai-sampai kau mengelabuhi pelayan, dasar."

"Sebenarnya selain untuk mengatasi rasa lapar mu, ada seseorang yang ingin aku kenal kan kepada mu. Kata nya hari ini ada kenca buta disini, dan meminta sedikit bantuan hehe."

Aku tidak percaya, seperti nya memang salah besar menuruti keinginan Elvan. Benar seharusnya aku tidak bilang ingin minta traktir, padahal sebenarnya aku tidak terlalu lapar. Tapi ada sedikit gejolak penasaran dalam diriku, aku menduga-duga siapa yang akan di kenalkan Elvan kepadaku kali ini.

TBC

Author's Note :
Demi apa sih pendek banget, aku juga ngerasa ga bisa dapet feel lebih dari imajinasi aku. Oke kaya nya harus banyak banget belajar, so mungkin ini bakal direvisi. Jgn lupa vote, karna kalian aku jadi lebih semangat hihi. Lov yu all ♥


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 05, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Am I Who Someone Under The UmbrellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang