Three.

24 5 1
                                    

"Kenapa? Tidak enak?"

Memandang mangkuk berisi mie kuah ditangannya, Luhan menjawab, "Enak. Aku hanya sedang tidak nafsu. Maafkan aku."

Sehun kemudian terdiam. Memandang Luhan, dia memaklumi mengapa Luhan merasakan hal itu sekarang. Beberapa hari ini mereka banyak memakan makanan instan kurang gizi tersebut (yang dimana ketika dulu sangat Luhan jauhi), ditambah Luhan yang panas juga keadaan yang buruk, tidak mengherankan jika Luhan kehilangan nafsu makannya.

Sehun mengambil mangkuk dari tangan Luhan, kemudian memindahkannya ke atas meja. "Bagaimana dengan roti? Apa kau mau? Kita masih memiliki beberapa bungkus ditas."

Luhan menggeleng. "Aku tidak ingin membuangnya sia-sia. Kita mendapatkan makanan dengan susah payah, tetapi aku kemudian membuangnya hanya karena tidak nafsu."

"Jangan dipikirkan. Kita bisa mendapatkannya lagi nanti." Sehun berkata. Tangannya mengambil sebungkus roti yang tersimpan didalam tas, "Kesehatanmu adalah yang terpenting. Aku akan membukakan satu untukmu."

"Tidak perlu, Sehun." Luhan menghentikan tangan Sehun yang hampir membuka bungkus roti. "Simpan saja. Aku.. ingin tidur."

"Lelah?" Sehun bertanya. Dia memandang Luhan yang menganggukkan kepalanya. Tersenyum, "Baiklah. Mari tidur."

°°

Sehun memeluk Luhan yang menjadikan satu lengannya sebagai bantal. Dipandangnya Luhan yang tengah memejamkan matanya. "Kau banyak menangis hari ini." Katanya.

Luhan terkekeh, "Maafkan aku. Apakah merepotkan?"

Sehun menerawang, memandang dinding rumah yang kini tengah mereka tempati. Tangannya mengusap sayang surai coklat milik Luhan. "Kau membuatku takut." Katanya kemudian.

Luhan membuka matanya. Mendongkakkan wajahnya untuk melihat wajah Sehun. "Aku sakit ketika melihatmu menangis. Dan aku takut karena aku tidak bisa menjagamu."

"Apa-apaan?" Luhan berkata. Dia mengangkat tangannya untuk mencubit pipi Sehun. "Kau menjagaku, tentu saja. Kau melakukannya dengan sangat sangat baik."

Cup

Dia kemudian menghadiahi Sehun dengan kecupan manis dibibir.

"Di sampingmu, adalah tempat teraman bagiku." Luhan sekali lagi mengecup bibir Sehun.

Sehun tersenyum. Memiliki Luhan adalah hadiah terindah dalam hidupnya. Dia kemudian mencium Luhan. Kali ini diiringi dengan lumatan juga hisapan di bibir indah kesukaannya. Ketika selesai, Sehun membawa tubuh Luhan untuk masuk dalam dekapannya.

Dia mencium pucuk kepala Luhan. "Terimakasih, Luhan. Aku mencintaimu."

"Aku juga, Sehun. Aku mencintaimu." Luhan membalas. Suaranya sedikit terendam oleh pelukan Sehun.

oOOo

"Tetap di belakangku." Sehun memerintah. Dia mengintip dibalik celah tembok, dan melihat ada sekitar 7 atau 9 mayat hidup yang tengah berjalan sempoyongan disana. Salah satunya adalah wanita dengan perut yang membesar. Dia merasa kasihan setelah melihat itu. Jabang bayi yang lama dinanti, tidak bisa lahir dan malah mati bersama si ibu.

Sehun menengok ke belakang, dan melihat Luhan yang tengah balik menatapnya. Ada keringat yang menempel diwajahnya. Efek dari panas yang belum sembuh.

Pukul 05.09 pagi, dia membangunkan Luhan dan langsung membawanya untuk pergi dari rumah yang semalam mereka tempati. Mereka masih di tengah kota, akan menjadi santapan segar untuk mayat-mayat hidup disini jika mereka terlalu lama menetap. Dan Sehun tidak mau itu terjadi. Meskipun harus memaksa Luhan berlari dengan keadaannya yang kurang sehat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VIRUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang