Pernikahan dan maaf

218 12 4
                                    

Hai




“Sah!”

Suara para saksi menggema di seluruh ruangan ketika Adnan menyelesaikan ijab kabul dengan satu kali tarikan napasnya. Ya, hari ini adalah hari di mana seorang laki-laki dan seorang perempuan sah menjadi suami isteri. Namun, di saat seharusnya moment seperti ini , hal yang paling terindah untuk semua orang. Namun, tidak bagi sang mempelai laki-laki, baginya moment seperti adalah hal yang terburuk bagi sejarah hidupunya.

Adnan Khanza Malik seorang pria 30 tahun, dia adalah seorang CEO di sebuah perusahaan besar di Indonesia. Namun, di balik jabatannya yang tinggi, dia juga merupakan pria yang pemaksa, arrogant dan pemarah. Satu hal yang ia benci yaitu wanita yang sekarang sudah menjadi isterinya.

Razkia Hafsah Syaputri seorang gadis cantik dengan jilbab yang selalu melekat di kepalanya, gadis dengan bibir ranumnya, mata belok berwarna safir itu sangat memikat semua kaum adam dan tak lupa jilbabnya yang selalu membalut di kepalanya.

Kia adalah  wanita muda yang baru genap 21 tahun. Gadis manis yang sedang mengejar pendidikannya di salah satu Universitas Jakarta fakultas bisnis. Wanita yang mandiri dan sangat mencintai Adnan jauh sebelum mereka kenal.

Acara terus berlangsung, kini saatnya acara pemasangan cincin. Tangan kekar Adnan mulai meraih tangan Razkia dan memasangkan cincin nikahnya. Kia, juga memasangkan cincin untuk Adnan dan mulai mencium tangannya. Namun, saat ia mencium tangan Adnan sebagai tanda penghormatan ia kepadanya, terdengar bisikan dan kuat remasan di tangan Kia.

“Jangan bahagia dulu, Sayang, penderitaan menunggumu. Nikamtilah hidupmu yang masih tersisa sedikit,” ucap Adnan penuh penekanan dan senyum ‘devilnya’.

Kia tetap melanjutkan aksinya, untuk mencium tangan Adnan. Sedangkan Adnan, ia menggeram marah ‘Berani sekali dia menyentuhku’ batin Adnan. Ia paling tidak suka ada orang yang menyentuhnya sekalipun itu isterinya sendiri.

Pernikahan telah usai, hanya tinggal beberapa kerabat dan sahabat-sahabat dari Kia maupun Adnan. Pernikahan yang diselenggarakan dengan mewah nan sangat megah ini, hanya dianggap sia-sia oleh Adnan. Pernikahan yang hanya diinginkan oleh kedua orang tua Kia dan orang tua Adnan.

“Kia! Loe nikah kagak bilang-bilang gue, sih!” teriak seseorang perempuan berlari-lari kecil untuk memeluk sahabat tercintanya.

“Hehehe, loe sibuk sama si Ares, sih. Jadi, gue susah mau ngomong sama loe,” timpall Kia membalas pelukan Shira sahabat terbaiknya.

“Ya maaf. Wah, suami loe cakep bener gak salah loe nikah sama dia,” ucap Shira menatap  Adnan kagum.

Adnan cuek tak mempedulikan sahahat dari isterinya itu, mereka sama-sama cerewet pikir Adnan

“Hay Adnan, loe CEO yang lagi ngetren itu’kan? Wah, gue beruntung banget bisa bertatap muka sama kamu. Boleh minta foto gak? oceh Shira. Kia menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya mulai kambuh.

“Gak level!” tukas Adnan dingin.

Itulah Adnan, sangat dingin terhadap orang baik itu lebih tua maupun lebih muda. Jiwanya, dipenuhi dengan kesombongan yang sangat melekat dalam diri Adnan. Walaupun begitu, Adnan tetap menjadi pujaan para wanita, pesona dan ketampannya, menjadi daya pikat sendiri.

Nyali Shira langsung ciut, sepecicilan apapun Shira. Jika, sudah medapatkan ucapan dingin dan tatapan tajam dengan ekspresi datar sangatlah menyeramkan, lebih baik Shira mundur.

“Gue pulang yah Ki! Kalau ada apa-apa bilang aja sama gue, semoga loe kuat yah, dapet suami kayak monster. Bye!” ucap Shira langsung berlalu pergi tanpa mengucapkan selamat pada Adnan.

“Mas, jangan gitu Shira tetep sahabat Kia,” tegur Kia.

“Jangan ikut campur! Kamu bukan siapa-siapa saya!” tegas Adnan menunjuk wajah Kia.

“Ta-tapi ... akukan isteri sah kamu, Nan.” Adnan menatap tajam Kia.

“Ma-maaf,” ucap Kia menunduk.

“Isteri sebagai status doang, gak usah bangga!” ucap Adnan sinis.

Tes!

Satu tetes air mata jatuh di mata Kia. Sakit? Tentu saja, baru tadi pagi ia sah menjadi isteri Adnan. Namun, Adnan sangat tidak menganggap dirinya.

Kia mendongkak menatap iris mata Adnan sendu, bukannya kasihan Adnan menatap kia sinis dan berdecak kesal.

“Gak usah drama! Mau loe natap gue gimana pun, gue gak akan luluh!” sentak Adnan meninggalkan Kia yang memantung.

‘Tak adakah rasa belas kasihanmu, padaku? Aku tidak akan minta kamu mencintaiku, tapi bisakah kamu menganggapku sebentar saja sebelum aku benar-benar lelah?’ batin Kia.

Kia menghapus kasar air matanya, ia langsung turun dari pelaminan dan menyusul Adnan kekamar mereka yang sudah di siapkan.

Pelan-pelan Kia membuka pintu, kosong di dalam kamar tidak ada tanda-tanda keberadaan Adnan.

“Syukurlah Mas Adnan tidak ada, aku bisa istirahat sebentar,” gumam Kia menjatuhkan badannya di atas kasur king sizenya dan memejamkan matanya.
Baru beberapa menit Kia memejamkan mata, pintu kamar mandi terbuka. Muncullah seorang pria dengan handuk di pinggangnya membiarkan atasannya tidak tertutup apapun.

Adnan menatap tubuh Kia sinis, ia mulai mendekati Kia yang sedang tertidur pulas.

‘Brakk’

“Aws ... sakit!” pekik Kia. Ya, Kia didorong oleh Adnan, sehingga Kia terjungkal dan berakhir jatuh.

Adnan menatap Kia dengan sinis dan seringai tercetak di wajahnya.

“Syukurin! Pergi sana, saya tidak mau kasur bersih saya di isi oleh kotoran,” ucap Adnan dingin dan tatapan tajamnya.

Jleb!

Kia menatap Adnan dengan mata penuh dengan air mata yang satu kali saja ia mengedipkan matanya maka, jatuh sudah pertahannya untuk tidak menangis.

“Gak usah minta buat gue iba! Rasa iba gue udah gak ada buat loe!” ucap Adnan kejam dan mulai meninggalkan Kia yang sudah terisak. “Oh iya, jangan harap loe bisa dapet ketenangan selama loe hidup. Karena gue , Adnan Khanza Malik tidak akan melepaskan orang yang sudah menghancurkan hidupnya. Hanya satu yang bisa ngebebasin loe dari sini yaitu hanya ... kematian,” ucap Adnan berbalik dan menghempaskan tubuh Kia hingga tubuh ramping kia membentur sisi ranjang.

Adnan tersenyum remeh, ia menatap Kia yang sedang menangis sesegukan di lantai memegang kayu sisi ranjang. Ia langsung berlengang pergi meninggalkan kia.

“Ma ... afin Kia, waktu itu ... Kia bener-bener gak sadar,” ucap kia, mendengar hal itu Adnan menghentikan langkahnya.

“Gak ada kata maaf buat pembunuh seperti loe!” sentak Adnan langsung berlalu pergi dan  membanting pintu dengan kencang.

“Maafin Kia,” lirih Kia sebelum kegelapan menyambutnya.

Mohon Krisarnya😇

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang