impLOVEssible - 6

76.1K 4.3K 171
                                    

Yuhuuuu... Re-post kisahnya Mai ama Rivay. Enaknya di re-post sampai part berapa ya? Btw, Kisah Mai dan Rivay cetak ulang + ganti cover dan mejeng lagi Gramedia serta toko buku online. Buruan dibeli sebelum kehabisan, yaa. Selamat ngabuburit kesayangan aku semuanyaa :*

---------------------------

"Bu, Mai pamit, ya." Aku memeluk Ibu yang sudah menangis sejak pagi tadi.

"Baik-baik ya, Mai, di sana. Jangan nyusahin Nak Rivay. Layanin suamimu dengan baik. Inget Mai, jaminannya surga."

Aku hanya mengangguk mendengar nasihat Ibu lalu mencium tangan Abah.

"Mai, sekarang kamu tanggung jawab suamimu. Jadi istri yang bener, ya. Kuliah yang rajin. Urus Raisa dengan baik. Bisa kan kamu, Mai?"

Lagi-lagi aku hanya mengangguk. Kalau pada awalnya aku bilang ini adalah bencana, mungkin aku terlalu meremehkannya. Ini bisa jadi kiamat kecil kalau aku sampai salah melangkah. Aku tidak bisa membiarkan hidupku diatur-atur oleh si sompret yang sejak tadi berusaha menyembunyikan senyum iblisnya.

"Nak Rivay, Ibu harap sih Mai bisa konsen kuliah dulu. Tapi kalau tiba-tiba ... anu, Mai hamil, Ibu seneng banget, Nak."

Aku hampir memuncratkan teh hangat yang sedang kuminum. Si Ibu yang bener aja, anak dari Hong Kong, aku jelas nggak mau punya anak dari om-om ini.

"Ibu tenang aja. Saya dan Mai akan berusaha mewujudkan secepatnya. Iya kan, Mai?" tanyanya sambil menyenggol lenganku kasar.

Kalau tidak ingat ada Abah dan Ibu di depan kami bisa dipastikan Rivay sudah aku kasih jurus kamehameha sejak tadi. Namun kenyataannya aku hanya bisa melirik sadis padanya.

"Bagus, deh. Ayo Ibu dan Abah antar ke mobil."

Langkahku semakin terasa berat. Sekarang barulah aku mulai menyesal, kenapa tidak mencari kampus yang dekat dari sini? Kenapa ngotot harus ke Jakarta? Akhirnya aku terjebak di dalam pernikahan yang entah apa namanya ini. Kalau kontrak kan jelas, batas waktu dan keuntungan untuk kami masing-masing. Nah kalau ini, seakan-akan Rivay asal tunjuk saja yang penting bisa menjaga anaknya.

Mobil Rivay keluar dari halaman rumahku dan menuju ke jalan besar. Dan sekali lagi, aku merasa bahwa apa yang kulakukan adalah satu kesalahan besar. Bagaimana nanti kalau aku tidak betah tinggal di sana? Bagaimana kalau aku hilang? Tersesat? Atau Om sompret ini sengaja meninggalkanku di tengah keramaian Monas lalu keesokan paginya aku masuk TV sebagai orang hilang?

Aku menggelengkan kepalaku berusaha mengusir kemungkinan-kemungkinan jelek dalam pikiranku dan berusaha meyakinkan diri bahwa aku pasti bisa melalui semua ini.

"Kalau mabuk buka kaca aja, jangan muntah di mobil saya." Suara bernada datar di sampingku membuatku langsung melirik ke arahnya.

"Mabuk apaan, sih?"

"Ya kamu, barangkali nggak pernah naik mobil sebelumnya."

Ya Tuhan ... jauhkanlah hamba dari godaan setan yang terkutuk.

Aku berusaha setengah mati menahan mulutku untuk bicara lagi.

Anggap aja batu, Mai, nggak usah di dengerin, nggak usah di tanggepin biar capek sendiri.

"Di situ ada minyak kayu putih siapa tahu pusingnya berkurang." Dia menunjuk laci mobil.

"Siapa yang mabuk, sih? Dari zaman SD aku sering bolak balik ke mana-mana naik bis! Cuma naik mobil dua jam nggak bakalan bikin muntah!" Rutukku kesal. "Udah sana nyetir yang bener!"

"Ya ... saya nggak mau aja kamu muntah di sini. Baunya bisa nggak hilang-hilang sampai lebaran tahun depan."

Ya salam ... ini manusia...!

impLOVEssible (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang