Zaza.
"Za, cita-cita lo apa, sih?"
Gue mengernyit mendengar pertanyaan random teman gue satu ini. Jelas saja gue anggap random karena siang terik jam 3 gini, Wafna mengajak gue ke pantai yang jaraknya cuma 10 menit dari sekolah kami, dan Wafna malah nanyain cita-cita gue.
Semilir angin membuat rok seragam kami sama-sama terangkat sedikit, padahal kami duduk di bebatuan pantai untuk seenggaknya sudah berusaha buat sembunyi di salah satu batu.
"Apaan banget pertanyaan lo, Wa."
"Gue serius tau. Ini kita udah kelas 12, bukannya makin sadar malah pengen bolos lintas minat ekonomi."
"Kan lo yang ngajak tadi anjir."
Wafna cengengesan. Gue agak mengerti sih, kenapa tadi Wafna tiba-tiba mengajak bolos padahal lintas minat ekonomi itu mata pelajaran ambisnya gue dan Wafna. Untung saja gue berhasil menghentikan niatnya karena gue lagi pengen banget maju buat menjelaskan materi perdagangan internasional yang lagi di bahas semester ini. Kayaknya sih, niat bolos ini karena kita sudah sama-sama jenuh sama semua keambisan kelas 12, apa lagi di kelas ambis.
"Lo-lo pada gimana?" Wafna menghadap ke sebelah kanannya, di mana Dhiandra dan Ridho lagi serius-seriusnya main mobile legend.
"Jadi pro player kalo bisa sih ya." Dhiandra masih terpaku pada layar ponselnya. "Eh, Dho yang bener dong mainnya!"
"Anak SD apa lo hah?" Kali ini, Aurora menjitak kepalanya.
Di sebelah kiri gue, ada Ahlul yang anteng aja. Mungkin lagi menghitung deburan ombak. Atau lagi mikirin sajak dan puisi yang mau dia pajang di mading besok. Gue gak pernah tahu apa yang Ahlul pikirin. "Ada sih, yang gue pengenin, tapi gak mau di sebut dulu deh." Ujarnya ketika sadar gue sudah cukup lama liatin dia.
Jadi setelah gue berhasil membuat Wafna tetap anteng di kelas LM ekonomi, dia mengajak 4 orang teman kita lainnya buat ngumpul. Pada dasarnya sih mau minta beliin ThaiTea sama Dhiandra, tapi sekalian aja di ajak ngumpul semua.
"Gila aja sih ya." Kata Aurora tiba-tiba.
"Apanya?"
"Gue bisa temenan sama kalian gini. Anak IPS pada bingung waktu gue mulai hobi nyatronin kelas MIPA setahun lalu, di kira gue gak punya temen lagi apa ya." Aurora mendengus.
Kalau di pikir-pikir, aneh juga kenapa kita berenam bisa ngumpul-ngumpul asoi gini. Padahal gak pernah ada intensi apa-apa di antara kita semua. Kelas juga pada beda, kecuali gue sama Wafna. Sifat juga gak sama, apa lagi kesukaan, gak ada yang benar-benar menyatukan kami. Yah, kalau Ridho dan Dhiandra yang sama-sama suka main Mobile Legend sih pengecualian, ya.
Setahun lalu, gak salah, ketika gue, Wafna dan Aurora lagi diskusi tentang materi debat bahasa inggris yang lagi ramai di bahas waktu itu, Ahlul datang mampir mau bahas masalah majalah sastra yang lagi gue dan dia garap sebagai anak klub sastra. Karena lagi nungguin gue, dia bawa deh Ridho yang juga anak klub sastra yang ternyata lagi sama Dhiandra.
Yaudah deh, sejak saat itu pasti kalau ketemu mulai sapa-sapaan, mulai main werewolf yang lagi rame sampai di marahin wakil kepsek karena berisik banget, dan mulai bikin grup chat buat gabut-gabutan, kayak, main "knock-knock, who's there?", misalnya.
Langit udah mulai warna oranye, tanda sudah mulai sore dan sebentar lagi sunset. Kalau ini sih, kesukaan Wafna banget. Kalau bisa matanya gak kedip liatin sunset dari balik layar hapenya. Iya, Wafna suka banget jepret-jepretan, apa lagi jepret sunset.
"Kalian udahan dong mainnya. Ini mau foto-foto elah." Aurora kembali menjitak kepala keduanya.
Gue tertawa, "Gak liat apa si Ahlul bentar lagi jadi batu malin kundang nih?" Karena pas banget, Ahlul lagi ambil posisi merem kelamaan liat matahari.
"Setan." Ujarnya kemudian berdiri. "Wa, main aer yok." Ahlul mengulurkan tangannya yang langsung di sambut Wafna.
"EH ANJIR GUE IKUTAN DONG." Dhiandra langsung menyerahkan ponselnya ke Aurora yang disambut dengan wajah masam, berlari dan melompat ke air.
Jadilah mereka bertiga sibuk main air sementara gue, Aurora dan Ridho bagian dokumentasi dari tempat kering. Kalau Ridho sih, lagi keki berat habis di tinggal main gitu, padahal sebentar lagi timnya menang.
"Za, sini ikutan!"
Memang kebiasaan gue selalu nunggu di ajak baru mau ikutan. Gue kemudian melepas sepatu kets hitam beserta kaos kakinya, kemudian melompat ke air. "AU NITIP BARANG YA!"
🐾🐾
Samar-samar, suara mengaji pertanda maghrib mulai terdengar. Sunset sudah lewat beberapa saat lalu, tapi kami berenam masih duduk di pantai. Kali ini di pasir, yang jauh jangkauannya dari ombak.Cuma Aurora yang gak basah-basahan. Dia malah ngomel-ngomel kenapa malah main air waktu udah mau maghrib gini dan bingung mau nebeng sama siapa pas pulang karena semua basah. Yang lain cuma bisa cengengesan.
"Gue nebeng sama Ahlul ya."
"Eh, gak ada gak ada, Wafna, lo sama gue ya. Biar Zaza tuh sama Ahlul pulangnya." Dhiandra menunjuk gue, kemudian menunjuk Ahlul.
"Idih gak mau gue sama Ahlul dia mah jadi es kalau di jalan anteng banget, mending gue pulang sama Ridho berasa kayak orang pacaran."
Ridho mengangguk. "Iya kita kalau udah berdua kayak couple goals banget kan ya?"
Aurora menatap Ahlul yang paling basah di antara kita soalnya tadi paling semangat berenang. "Gila lo semua."
"Gue kemarin bikin akun IG kita loh!" Gue mencoba mengalihkan topik, menghindari kemarahan Aurora. Gue baru ingat kemarin gabut banget waktu liat galeri, dan sadar kalau foto kami berenam itu banyak banget jadi gak ada salahnya buat bikin akun di Instagram buat share foto-foto itu.
"Serius? Apa namanya?"
"Knock-knock." Gue terdiam sejenak. "Gak tau juga kenapa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Knock Knock!
Teen Fiction°•does we litteraly need Knock Knock! as real friends or does we exist just for public?•° copyright © 2020 kazetalamsyah