dua

58 5 3
                                    

Zaza.

Pagi ini gak gue mulai dengan baik. Mulai dari satu rumah yang telat bangun semua, padahal gue ada PR yang harus gue kumpulkan di jam pertama. Kemudian gue yang baru buka WhatsApp pagi itu sedikit terkejut saat membaca history chat Knock-Knock.

Di mulai dari Ahlul yang iseng share foto aib kita berenam, kemudian Wafna yang menanggapinya dengan memuji foto Ahlul yang berakhir dengan flirting-flirting gak jelas yang sering banget kami lakukan tapi malah di gas sama Dhiandra. Aurora kemudian mencoba menengahi tapi malah berakhir kacau karena semua malah marah-marah.

Dhiandra sibuk nyari Ahlul yang tiba-tiba ngilang, sementara Aurora mulai marah-marah nyerempet kemana-mana. Wafna sendiri mencoba membela diri. Dan, ya, jatuhnya semua ngegas.

Pantes aja begitu gue masuk kelas pagi ini dan seperti biasa menyapa Wafna yang duduk di depan gue, dia malah diam saja alias nyuekin gue.

"Elah Wa, apa banget ngambek-ngambek sama gue. Gue kan gak tau apa-apa." Gue mencolek Wafna yang masih duduk main padahal udah istirahat. "Kantin kuy?" Tawar gue.

"Males ah. Pergi aja sana sama Aurora temen lo itu."

"Idih, apaan sih? Coba sini cerita dulu baik-baik sama gue."

"Za, lo sadar gak sih Aurora suka ngatur-ngatur kita? Gak boleh ini lah, itu lah, apa lah. Kemarin juga, flirting gituan doang langsung disinisin sama dia seharian. Padahal kan biasa aja kita kayak gitu? Sinisnya juga gak ngotak, Ridho nimbrung aja langsung di gas."

Gue cuma bisa diam kalau udah gini. Gak sekali-dua kali Wafna sama Aurora bentrok, tapi gue masih belum bisa jadi orang yang nengahin mereka. Mungkin karena gue orangnya juga takut-takut nyampaiin pendapat, beda banget sama dua cewek itu yang blak-blakan banget orangnya.

Wafna masih curhat sementara gue bagian angguk-angguk aja karena apapun yang gue bilang saat ini, cuma bakal Wafna tebas terus gue kicep lagi.

"Wa, Aurora kan emang gitu orangnya, maklumin aja ya?"

"Ah lo mah semua lo maklumin. Mantan lo selingkuh juga lo maklumin. Gue mana bisa kayak gitu!"

Nah, kan, kicep gue.

"Udah deh, diemin aja dulu." Biasanya, kalau habis bentrok, mereka di diemin dua atau tiga hari juga bakal baikan. "Kantin yuk?"

🐾🐾

A

khirnya gue ke kantin sendirian karena Wafna memang kelihatan badmood berat dan malas keluar kelas. Begitu keluar kelas dan menuju kantin, gue melihat Ahlul dan Ridho yang kayaknya baru aja balik dari kantin soalnya dia nenteng nasi goreng bungkus yang famous banget di kantin, nasgor McDanal.

Iya, nama bapak kantinnya itu Uda Nal dan kalau anak-anak pada manggil jadi Danal, iseng-iseng sama alumni ditambah "Mc" biar jadi penghibur soalnya di kota ini gak ada McDonalds.

"Lul, susulin Wafna ke kelas gue dong, lagi ngambek dia tuh."

Ahlul cuma ngangguk sekali. "Karena yang di grup kemarin ya?"

"Kayaknya sih. Itu Dhiandra sama Au kenapa dah?"

Ridho menaikkan bahunya. "Lagi pada PMS, kali, emosi mulu bawaannya."

"Heh, mulutnya." Ahlul menyikut Ridho. "Mana sini nasi goreng lo buat Wafna."

"Anjir kok gue di palak? Belum sarapan loh dari pagi ini."

Gue merebut kantong plastik berisi nasi goreng itu. "Udahlah gampang, lo sama gue aja Dho, temenin gue ke kantin. Nitip Wafna ya Lul."

Lagi-lagi, Ahlul mengangguk sekali lalu lanjut jalan ke kelas gue.

"Lo traktir gue sekalian Bengbeng Drink ya Za, lagi pengen banget nih gue."

"Buset, ngidam lo?"

"Pengen aja kenapa sih lo??" Ridho memutar bola matanya.

Gue meninggalkan Ridho di meja kantin kemudian pergi memesan 2 Bengbeng Drink dan 2 nasi goreng.

"Eh, Za, lo perhatiin deh Dhiandra akhir-akhir ini." Ridho yang lagi asik nyobain filter instagram menutup ponselnya dan membantu gue membawa dua piring nasi goreng dan minuman itu begitu gue datang.

"Kenapa emang?"

"Dia kan kemarin marah-marah tu di grup waktu Wafna flirting Ahlul. Nah waktu di pantai juga langsung afk pas game lagi seru-serunya waktu denger Ahlul ngajak Wafna main aer. Pas pulang ngotot nganterin Wafna. Kemarin-kemarin juga kayak gitu."

"Terus?" Gue gak mudeng.

"Ah goblo masa lo gak paham? Itu tandanya.."

"Tandanya?"

"Ah udahlah, mending ngomong sama tembok gue." Ridho mengedarkan pandangannya ke kantin. Di pojok kantin ada Dhiandra yang lagi duduk bareng anak-anak ekskul basket. "Gue ke sana dulu ya."

Ridho membawa piring dan minumnya ke meja Dhiandra. "EH SETAN KENAPA LO TINGGALIN GUE SENDIRI HAH?!"

Dari jauh Ridho cengengesan dan menunjukkan tanda peace di jarinya. Baru aja gue mencak-mencak karena di tinggal sendiri, gue melihat Aurora yang lagi ngobrol sama pacarnya.

"Buset bucin mulu." Sindir gue begitu mereka lewat.

Aurora tertawa kemudian pamit pada pacarnya untuk duduk bersama gue. "Makanya move on dong lo."

"Gimana mau move on orang tiap ke kantin liat dia mulu?" Ujar gue sambil mengarahkan pandangan ke gerombolan anak basket yang sekarang sudah ada Ridho-nya.

Gue mulai berpikir bagaimana cara memulai obrolan tentang Wafna.

"Eh followers IG knock knock sekarang banyak banget loh, kalah gue." Aurora menunjukkan layar ponselnya. Lumayan juga pengikutnya, padahal terbilang akun baru.

Gue membuka akunnya lewat ponsel gue. Sudah lumayan banyak juga postingannya, aesthetic pula, berkat Wafna yang suka banget jepret dan ngedit. Iseng gue baca komennya, banyak yang bilang friendship goals dan semacamnya. Sampai adik kelas dan alumni juga ikutan komen. Knock-knock memang perlahan kelihatan banget kemana-mana bareng-bareng, bahkan sampai guru-guru pun tahu.

Gue tersenyum. Apa lagi pas buka satu foto yang baru di post Wafna tiga hari lalu waktu kita berenam iseng ke café yang baru buka di dekat sekolah. Di foto itu gue di tengah dengan dua tangan yang membentuk tanda peace sementara di kanan dan kiri gue ada Wafna dan Aurora yang merangkul.

"Eh, Au, liat deh foto ini, unyu banget kita bertiga kan?" Gue menunjukkan nya pada Aurora.

Aurora mengangguk. "Makin unyu lagi kalau Wafna gak banyak tingkah!" Nada suaranya jadi jengkel.

"Eh, emangnya Wafna kenapa sih?"

"Lo gak liat apa Dhiandra gimana?"

"Bentar-bentar. Emang Dhiandra sama Wafna kenapa sih?"

"Tanya aja tuh sama orangnya."

Gue ikut melihat ke arah yang di tunjuk Aurora. Dhiandra sedang berjalan ke arah kami dan langsung duduk di samping gue.

"Bagi bengbeng lo dong, Ridho pelit banget di traktir juga." Tanpa menunggu jawaban gue, Dhiandra menghabiskan setengah minuman gue.

"Eh anjir jangan semuanya setan."

"Tanyain tuh." Desak Aurora. "Lo sama Wafna kenapa, si Zaza ga mudeng."

Dhiandra mendadak batuk-batuk lalu menatap gue. "Gak suka aja gue liat Wafna deket-deket cowok lain."

Gue membulatkan mata. "Buset, lo suka sama Wafna?"

Knock Knock!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang