Bad Reality

8 0 0
                                    

HAPPY READING!


Siapakah orang yang menabrakku?

My God, bukan seseorang yang kuharapkan.

Dia Saruwatari Takuya. Dari namanya kita dapat mengetahui bahwa dia adalah keturunan Jepang. Memiliki kulit putih bersih dan bermata sipit. Dia juga cukup tinggi. At last, walaupun malas menyinggung hal ini, kuakui dia cukup tampan.

Kuberitahu, aku sangat tak suka berada terlalu dekat dengan Japanese ini sebab dia adalah laki-laki sok lucu dan suka mencari kesempatan untuk menyentuhku. Aku bersyukur karena diberi anugerah gerak refleks yang bagus sehingga Takuya tak pernah berhasil mencuri kesempatan meski saat aku lengah. Karena dengan gesit kepalan tinju atau bahkan tendanganku akan lebih dulu mendarat di wajahnya, perutnya, atau bagian tubuh lainnya yang memungkinkan. Errr... Aku beribu kali sangat tidak menyukai orang ini.

"Mint, astaga tak kusangka kita akan bertemu di jalanan seperti ini. Kau makin cantik saja, bolehkah aku menciummu?"

Pemuda sinting itu mulai mencari masalah denganku. Tak tahukah dia bahwa aku sedang pesimis berat dengan kenyataan bahwa aku tak mungkin bisa mendapatkan Max, cinta ke sekian-ku. Ahaha... Aku memang tipe gadis yang mudah luluh dengan laki-laki berwajah tampan, tetapi tidak berlaku dengan lelaki bermata sipit di depanku sekarang ini. Setampan apapun dia, bagiku dia hanyalah kecoak pengganggu. Keberadaannya hanya membuatku resah dan merasa risih. Persis kecoak.

Aku harus meloloskan diri dari makhluk luar angkasa ini. Secepatnya. Ya, sekarang juga.

Wusssshhh~

Aku berlari sekuat tenaga untuk menghindarinya. Di luar dugaan dia mengejarku. Ya, laki-laki yang tak jelas kewarasannya itu ikut berlari di belakangku. Dan dalam hitungan detik dia dengan mudahnya menyamai lokasi berlariku.

Takuya tersenyum penuh percaya diri.

"Jangan remehkan mantan atlet lari ini, Mint." celotehnya sembari mengimbangi langkah-langkah kakiku yang terkalahkan olehnya.

Ini tidak adil. Pasokan udara dalam paru-paruku mulai menipis, akibatnya napasku tinggal satu-satu. Sementara Takuya lebih terlihat santai seolah-olah sedang ber-jogging.

"Mint, kau berkeringat. Bolehkah aku menyekanya dengan sapu tanganku? Tenang saja, sapu tanganku bukan bekas ingus kok."

Aku mengabaikan tawarannya dan terus berlari sekuat tenaga. Rumahku mulai terlihat dari sini. Semangat! Aku harus menambah kecepatan.

Bruuukkk

"Aaawww..."

"MINT! ARE YOU OKAY?"

Pemuda yang diragukan kewarasannya ini bukannya langsung membantuku yang jatuh malah berteriak-teriak menanyakan kondisiku. Jelas saja sekarang aku terluka, stupid boy. Kebodohannya berhasil membangkitkan emosiku. Kuakui dia sangat pintar membuatku menguak sisi gelapku.

"Dasar teman yang tak berguna. Untuk apa kau bertanya-tanya seperti itu? Harusnya kau itu langsung membantuku berdiri, bodoh." hardikku sambil mencoba berdiri sendiri.

Takuya bergerak maju dan memegang tanganku, dan langsung kutepis tangannya. Terlanjur marah dengan tingkahnya yang sama sekali tak menyiratkan sikap gentleman.

Ketika kulihat raut wajah Takuya yang terlihat seperti orang yang merasa bersalah, tiba-tiba aku merasa kasihan padanya.

"Maafkan aku, Mint. Aku tak menyangka kalau kau sesensitif itu."

Di menit berikutnya ia sendiri telah memusnahkan rasa iba-ku terhadap dirinya. Memangnya aku ini perempuan macam apa? Apa dia pikir aku ini berhati baja? Ingin rasanya kulempar tubuhnya ke laut seandainya aku adalah seorang perempuan super.

"Minggir, jangan coba-coba mengikutiku atau aku akan..."

Takuya mengangkat sebelah alisnya. Rupanya ia penasaran dengan ucapanku yang menggantung.

"Atau apa? Oh aku tahu, aku tahu! Kau ingin mengajakku ke rumahmu ya? Benarkah demikian? Atau melakukan sesuatu yang lebih memacu gairah? Berciuman di bawah shower? Aku sangat berminat kalau kau mengajakku melakukan hal itu, Mint. Ayo kita ke rumahmu sekarang."

Plak!

Kutampar pipinya, muak dengan semua kata-katanya yang sarat akan kemesuman.

"Beraninya kau berbicara seperti itu kepadaku, ueekkk, kau menjijikkan seperti kecoak. Pergi atau kuberi tamparan lagi?" ancamku sambil menatapnya tajam, berusaha untuk mengintimidasinya namun sepertinya itu tak memberi efek apa-apa terhadap dirinya.

"Tak kusangka kau se-agresif ini Mint. Aku jadi penasaran tentang seberapa liarnya kau di ranjang apabila kita menikah nanti. Wow, pasti akan sangat menarik, apalagi akulah partnermu dalam melakukan 'itu'. Mari menikah setelah lulus SMA nanti. Kau mau tidak?"

"Tutup mulutmu atau kau akan kutampari sampai wajahmu licin seperti bola. Kau itu hmmmppptt!"

Gerakan Takuya sangat gesit sehingga sukar untuk kutangkis. Ia memelukku dari belakang dan membekap mulutku dengan sebelah tangannya. Dasar kecoak kurang ajar. Awas saja, aku pasti akan membalas perlakuannya ini.

"Coba kulihat lebih dekat wajahmu. Mint... kau cantik sekali. Jadilah pacarku, kalau kau bersedia aku akan melepaskan tanganku dari bibirmu yang manis ini."

Siasat kampungan. Beraninya dia mengancamku, dan siapa yang mau mengiyakan tawarannya itu. Sampai kapanpun aku tak mau jadi pacarnya. Siapapun yang lewat, tolong aku!

Ah mataku! Aku melihatnya! Ya, aku pasti tak keliru melihat. Itu Max! Huaaaaa, Max... selamatkan aku dari penjahat ini!

Sebisa mungkin aku berusaha meloloskan diri dari kecoak ini. Kucoba untuk menendang kakinya, tapi dia terlalu lihai dalam hal menghindarinya. Kini ia malah menggendongku ala bridal style, membuatku pasrah karena tak dapat berbuat apa-apa lagi. Dan kepasrahanku makin bertambah dengan kenyataan Max tak melirikku sedikitpun! Dia berjalan melaluiku dan Takuya bersama anggota tim basketnya. Max...

♥♥♥

To Be Continue

CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang