Suara lonceng terdengar kala pintu kaca toko terbuka. Wanita berambut panjang sepinggang itu melangkah masuk. Jaket yang dikenakan segera dibuka dan menampilkan bentukan tubuhnya yang terbalut seragam.
"Hei, Julie, aku pikir kamu tidak akan datang. Bukankah semalam sudah mengirimkan pesan kalau kamu tidak bisa bekerja karena Elias demam," cecar Lerian teman sekaligus pemilik toko roti tempatnya bekerja.
Juliet mengangguk dengan senyuman. Mulai menata roti-roti yang baru saja di antar dari pantry. "Tadinya begitu. Tapi paginya suhu tubuh Elias berangsur membaik."
"What?! Tapi dia masih sakit, Julie! Lagipula aku bukan bos yang tidak punya hati memerah tenaga pegawainya tanpa mengerti keadaan yang sedang dialaminya," hardik Lerian tak suka. "Ayo, cepat pakai lagi jaketmu. Lebih baik kamu pulang saja. Temani Elias." Lerian menyodorkan jaket yang masih tergeletak dekat kursi duduknya.
"Tidak usah. Elias baik-baik saja. Sekarang dia sedang bermain bersama Angel keponakan Bibi Milly."
"Julie ... Elias itu sudah seperti keponakanku sendiri. Kalau sesuatu yang buruk terjadi aku juga merasa sedih. Mengertilah. Bukankah kita sahabat?" kata Lerian memelas.
Sungguh, Julie sangat beruntung memiliki sahabat seperti Lerian. Walau ia berasal dari panti asuhan tidak serta merta membuat gadis cantik ini menjauhinya. Ia mendekati Juliet semasa masih sekolah tingkat pertama. Sekolah favorit yang diterimanya lewat jalur beasiswa.
"Elias sendiri yang memintaku pergi bekerja. Kamu tahu sendiri watak anak itu gimana. Dengan sombongnya dia mengatakan kalau 'jagoan sudah sehat.' Jadi Mama pergi saja sana cari uang," kata Julie menirukan gaya bahasa sang bocah.
Lerian tertawa lucu membayangkan bocah tampan itu yang sedang mengatakan langsung. "Oke, oke, aku paham. Dasar anak pintar. Kalau begitu kamu temui saja dia, bilang kalau hari ini toko roti kita sedang libur. Jadi kamu bisa bermain bersamanya. Bagaimanapun Elias baru sembuh, masih butuh istirahat dan pelukan hangat ibunya."
"Aish, kalau sudah begini aku jadi sulit membalikkan ucapanmu. Baiklah kalau begitu. Hem, tapi kalau mendadak toko ramai kamu langsung hubungi aku."
"Iya, iya." Lerian memberikan sekotak kue kesukaan padanya. "Aku harap kue ini bisa buat Elias jadi cepat sembuh. Nanti sore aku akan mampir menjenguknya. Sudah sana. Salam, ya, buat bocah tampan kesayangan Aunty."
Julie keluar toko dengan perasaan bahagia. Lerian memang sangat menyayangi Elias dari sejak bayi. Selalu memberikan apa saja jika ia sepulang berlibur dari mana saja.
Julie berjalan santai menuju halte bus. Ruas jalan di waktu jam kerja memang sangat lowong. Trotoar yang biasanya di penuhi kendaraan roda dua yang egois ingin menempuh jalur tanpa kemacetan. Cuaca mendung dengan semilir angin menerpa helai rambut panjangnya yang tidak sempat diikat karena Lerian sudah menyuruhnya pulang.
Saat kakinya berniat menyeberangi jalan mendekati halte, sebuah jeritan mengagetkannya. Dan Julie memegang dadanya saat pengendara sepeda motor melintas cepat di depan matanya.
Tas keranjang yang berisi buah-buahan milik seorang wanita tua terjatuh berantakan. Bukan itu yang membuat Julie terburu-buru menghampiri. Tapi pada wanita tua yang kini meringis kesakitan memegangi kakinya yang berdarah. Kedua siku tangannya juga memerah yang dipastikan rasanya pasti sangat nyeri.
"Gimana keadaan Ibu?" tanya Julie cemas mencoba berusaha mengangkat tubuh ringkih itu. Namun tiba-tiba wanita tua itu pingsan membuat Julie limbung tak kuasa menahan beban beratnya.
Satu persatu orang sekitar berdatangan hingga menjadi kerumunan. Namun, tampak tak ada yang inisiatif mencari bala bantuan. Saat salah satu pemuda berusaha membantunya, Julie beranjak menuju jalan raya lalu memberhentikan sebuah sedan berwarna hitam. Mengetuk-ngetuk pintu kacanya sampai sebuah tatapan dingin menatap tajam padanya begitu kaca terbuka.
"Cepat bawa ke sini!" teriaknya pada pemuda yang akhirnya dibantu laki-laki lain untuk membopong tubuh tak berdaya wanita tua mendekati mobil. "Pak, tolong buka pintunya! Ibu itu korban tabrak lari. Harus segera dibawa ke rumah sakit!"
Pria yang berada di dalam mobil menatap acuh. Sampai sebuah gebrakan dari luar pintu sebelahnya akibat ulah Julie yang tak sabar akhirnya mau tak mau pria si pengendara membuka otomatis pintu bagian penumpang. Julie segera masuk saat tubuh korban berada di dalam.
"Cepat jalankan! Kita ke rumah sakit sekarang!"
"Hei?!"
"Kalau tidak mau saya akan keluar dari mobil Anda sehingga nanti Anda yang akan dituduh kalau korban kenapa-napa!" hardik Julie mangancam.
Pria yang malas berdebat akhirnya melajukan kendaraan menuju lokasi terdekat yang diminta. Lima belas menit roda empat itu sampai ke sebuah rumah sakit ternama. Atas titah pria itu tubuh lemah wanita tua itu segera dibawa keruang IGD untuk memastikan keadaanya baru setelah itu diteruskan menuju ICU bila pasien butuh penanganan cepat.
Lama menunggu akhirnya dokter yang menangani akhirnya keluar memberi kabar bahwa pasien di dalam hanya mengalami pendarahan ringan di lutut. Bersyukur tak terjadi patah tulang mengingat wanita di dalam sudah berusia senja. Setelah mengucapkan terima kasih dokter pria itu undur diri.
"Bapak jangan pergi dulu. Saya bingung kalau tiba-tiba pasien bangun tidak ada siapa-siapa. Nanti tidak ada yang bisa menghubungi keluarganya."
Pria itu mendengkus kesal. "Oke kita tunggu sampai pasien siuman."
Julie mengangguk. Tiba-tiba saja suara ponsel dalam sling bag miliknya berbunyi. Sebuah panggilan membuat Julie menjauh dari pria itu untuk menerima panggilan. Pria itu melihat perubahan mimik wajah wanita muda yang kini tampak cemas. Sama seperti saat tadi memaksa dia menolong korban tadi.
"Oke, kamu tunggu di sana. Mama segera ke sana. Kamu jangan nakal, ya!" kata Julie panik sebelum menutup saluran ponsel.
Pria itu mengernyit mendengar samar-samar kata 'Mama'. Lantas tanpa bisa dicegah langkah kaki wanita itu beranjak pergi bahkan berlari meninggalkan pria yang terus menatap fokus punggung mungil yang semakin menjauh.
Kepala pria itu menggeleng beberapa kali. Sebegitu pentingkah urusan wanita muda itu sampai melupakan dia yang mengantarnya. Bahkan kalimat terima kasih saja tidak diucapkan, tapi kabur begitu saja.
Pria itu menduduki kursi tunggu lalu menghubungi seseorang untuk mengurus keperluan pasien di dalam. Pria itu mulai bosan. Sampai melamun menunggu orang yang baru saja dihubungi datang. Saat ia menoleh pada kursi di sebelahnya, sebuah paper bag menjadi perhatiannya.
Lerian's bakery and cake.
"Ini, kan, bawaan wanita tadi," gumamnya. Kemudian berdecak kesal. "Dasar pelupa. Barang miliknya saja sampai tertinggal."
Pria itu membuka isi dalam paper bag tersebut dan menemukan sebuah kue tart kecil yang dihias karakter Ultraman. Sudut bibirnya terangkat mengingat wajah cantik tadi ternyata sudah menikah. Padahal sejak dalam mobil diam-diam ia memperhatikan wanita itu yang sibuk dengan tubuh korban di pangkuannya. Karena sejujurnya ia terpesona oleh kepedulian wanita itu menolong korban tanpa saling mengenal.
"Sayang sekali aku kalah start bertemu dia."
.
.*28-Juni-2020
EL alice
KAMU SEDANG MEMBACA
Janda? Tak Masalah!
RomanceTentang Romeo Zalandra seorang lajang bastard dengan Juliet Rose yang telah memiliki bocah berusia 5 tahun. Bagaimanakah kisah bujang tampan yang mengejar janda satu anak? Let's kepoin!