Bersolo Ria

4.6K 387 18
                                    

"Romeo, ayo bangun! Sudah siang, loh! Kapan mau ambil kuenya kalau kamu masih tidur!" geram Alanis yang tak lain adik sepupu dari kakak perempuan ayahnya.

"Ambil sendiri saja 'kan bisa. Aku masih mengantuk sekali." Romeo menarik selimut sampai menutupi kepalanya.

"Tidak bisa begitu. Kamu susah janji mau bantu aku kasih kue kejutan untuk Martin. Ingat, loh, dia juga sahabat dekatmu yang paling baik semasa kuliah!" Alanis tak mau menyerah ia mulai menggelitik pinggang yang paling sensitif di bagian tubuh Romeo.

"Oke, oke. Stop! Tunggu aku mandi!"

"Kenapa juga, sih, kesiangan begini? Pasti semalam pesta hura-hura lagi sama wanita-wanita seksi tidak jelas!" sungut Alanis kesal.

"Selagi masih single apa salahnya? Aku tidak mau seperti Martin yang hidup monoton setelah menikahi kamu. Dia jadi sering menolak kalau aku ajak ke klub," cibir Romeo sengaja membuat sepupunya kesal.

"Itu karena dia sangat mencintaiku. Harusnya kamu bersyukur temanmu jadi lebih baik setelah menikah denganku. Memangnya kamu mau aku mendapatkan laki-laki yang sejenis seperti kamu?"

Romeo menggeleng cepat. Kepala Martin sudah pasti terpenggal jika sampai menyakiti adik manis sepupunya ini. Tentunya sebejat apa pun dirinya, Romeo juga menginginkan wanita baik-baik yang kelak menjadi pendamping hidupnya.

"Makanya cepat nikah. Kasihan Om melihat kelakuan putra yang tinggal satu-satunya ini belum juga menentukan masa depannya."

"Masa depanku sudah pasti cerah, baby. Jangan seenaknya!" protes Romeo.

"Sombong. Aku sumpahin kamu terpikat sama wanita janda yang sudah memiliki anak. Sampai cinta mati dan mengejar terus mengemis cintanya," kekeh Alanis puas lalu menutup pintu kamar sebelum sebuah bantal mengenai wajahnya.

"Sumpahmu kejam sekali!"

***

"Lerian's bakery and cake?" gumam Romeo seperti tidak asing dengan logo toko tersebut.

"Iya. Rekomendasi temanku. Aku sudah coba beberapa jenis tart dan cheese cake di sini. Rasanya sangat enak. Pastinya dengan harga terjangkau," sahut Alanis senang.

Romeo melirik sinis pada wanita yang tampak serius menatap ke dalam kaca toko yang transparan. "Super irit."

Alanis menoleh mendengar samar gumaman Romeo. "Kalau ada yang enak dengan harga rendah kenapa harus pilih yang mahal? Kamu terlalu sombong, sih, buang-buang uang untuk hal yang tidak penting."

"Sudah selesai ceramahnya?"

"Ya, sudah, ayo, keluar!"

Keduanya berjalan memasuki toko yang tampak ramai. Kedatangan mereka langsung disambut Lerian karena Alanis sudah menghubungi akan mengambil pesanan kuenya hari ini.

"Tunggu sebentar, ya," kata Lerian pada Alanis. "Julie, tolong bawakan pesanan kue Miss Alanis!" teriaknya di depan pintu penghubung pantry.

Tak lama, mulut Romeo terbuka begitu berhadapan pada pegawai yang membawakan kue pesanan Alanis. "Kamu?"

"Eh, Anda?" Julie segera menaruh kotak kue di meja. "Kabar pasien kemarin bagaimana? Maaf aku terburu-buru pulang karena ada urusan penting mendadak," lanjutnya menyesal.

"Oh, tidak ada yang serius dan dua hari yang lalu anak buahku mengurus kepulangannya."

"Syukurlah," kata Julie senang.

"Kalian saling kenal?" tanya Alanis heran.

"Kamu lihat sendiri aku berbicara padanya. Itu tandanya kami sudah kenal," decak Romeo.

Alanis memutar jengah kedua bola matanya. "Hati-hati, Miss, pria ini predator perempuan," tambahnya mengejek Romeo. Sebelum pria itu membalas ucapannya Alanis menghindar menuju kasir untuk melakukan pembayaran. Kemudian menarik paksa Romeo yang terlihat menaruh minat pada pegawai yang membawakan kue miliknya.

"Jangan aneh-aneh," ultimatum Alanis setelah mereka berada dalam mobil.

"Apa yang aneh?"

"Kamu tertarik dengan Miss Julie 'kan?"

Kedua alis tebal Romeo terangkat.

"Walau dia janda anak satu, Miss Julie memang cantik. Aku tak heran mata buaya kamu seperti akan menerkam dia kalau tidak di tempat keramaian," desis Alanis kesal.

"Wait ... janda anak satu?" Romeo mengulang pernyataan Alanis mengenai Julie.

"Apa harus dipertegas lagi kalau dia janda anak satu tanpa status pernikahan," tandas Alanis berdasarkan fakta yang diketahui dari temannya yang berlangganan di toko itu.

"Heh?"

"Jangan berurusan dengan wanita yang macam begitu. Apa tidak cukup dengan kisah asmara Raffi yang berakhir mengenaskan?" kata Alanis murung.

Romeo mendelik sebal. Kenapa harus membawa nama almarhum kakak kandungnya yang telah tewas bersama wanita yang tak direstui.

"Sudahlah tak perlu dibahas lagi. Kita sekarang ke kantor Martin saja." kemudian Romeo menggerakkan setirnya ke jalan utama menuju bangunan pencakar langit di kawasan perkantoran elit. "By the way, ternyata sumpahmu ampuh juga. Secepat kilat aku bertemu dengan wanita janda beranak," kekehnya membuat Alanis sadar akan kata-kata tersebut.

***

"Aahh ..."

Romeo menggeram puas mendapatkan pelepasan yang menyesakkan. Sudah dua kali hasrat bersetubuhnya terasa hambar dan tak berhasil meraih klimaks. Objek nyata yang memanjakan miliknya tak ada kegunaannya sama sekali. Tubuh-tubuh molek dengan bentukan indah tetap tak bisa mengeluarkan cairan itu dari dalam miliknya yang mengeras.

"Sial! Kenapa harus wajah wanita itu yang menjadi pengantar pelepasanku!" umpat Romeo bersandar pada kaca buram transparan. Kemudian menyalakan keran shower untuk mengguyur kepala yang masih terasa berat akan nafsu yang tertuntaskan paksa.

Di umurnya yang matang mencapai angka 32 tahun ini adalah rekor tergila yang telah dilakukan. Bersolo ria melakukan pelepasan manual demi menghilangkan denyut sakit pada kepala bagian atas dan bagian bawahnya.

"Oh, Julie! Kurasa otakku sudah gila. Kamu harus bertanggung jawab membuat aku seperti ini!" geramnya frustrasi lalu segera melakukan ritual mandi secara cepat karena ada sesuatu hal yang harus segera dilancarkan agar dia tidak menggila dengan ereksinya.

.
.
.
.

.
.

Novelet ini sudah tersedia di aplikasi KARYAKARSA 📲
.
.
.
*Rabu, 22 Juli 2020
EL alice

Janda? Tak Masalah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang