Rachel

167 56 79
                                    

Park Jimin itu gila.

Dan aku lebih gila lagi, karena telah menerimanya menjadi pacarku sekitar satu bulan yang lalu.

Sampai saat ini aku masih tidak habis pikir, bagaimana bisa aku berpacaran dengan lelaki sepertinya?

Sungguh, membayangkannya saja itu terlalu abstrak bagiku.

Oh Tuhan. Aku benci lelaki humoris. Mereka hanyalah segelintir orang tidak jelas, yang hidupnya dipenuhi dengan candaan, tanpa adanya keseriusan.

Bahkan terkadang aku berpikir, jika hubunganku dengannya hanyalah candaan baginya.

Selain gila, Jimin juga menyebalkan. Selera humornya sama seperti lelaki humoris kebanyakan, yaitu sampah.

Namun, yang membuatku terheran-heran, gadis-gadis di sekitarnya akan tertawa atau bahkan jejeritan melihatnya berkomedi.

Seperti sekarang ini, aku sedang berduaan dengan Jimin. Ia memintaku untuk bertemu di gazebo yang tidak jauh dari kelasnya. Aku hanya duduk dengan menyilangkan kaki, lalu melipat tangan di depan dadaku.

Apalagi kalau bukan mendengarkan ocehan konyol yang tidak berguna dari Jimin. Angin sepoi-sepoi yang mengenai wajahku, setidaknya akan menekan rasa kesalku karena mendengarkannya.

"Kau tau, saat aku sedang membuka pintu toilet, tanpa aku sadari Taehyung terjatuh karena menabrak pintu yang aku buka seperti ini." Aku memandang Jimin, yang sedang memperagakan salah satu temannya terjatuh.

Posisiku masih sama, dan tidak merespon apapun yang telah dia jelaskan. Toh, dia tidak pernah protes.

"Dan kau tau lagi, tadi Hoseok sedang berjalan di koridor. Karena tidak sadar, kakinya menginjak kaleng lalu terjatuh, hahahaha." Sekali lagi, Jimin tertawa terpingkal-pingkal sendirian. Tentu saja, aku tidak akan tertawa.

"Tapi yang membuatnya lebih lucu lagi adalah-" Dengan spontan, aku langsung memotong penjelasannya.

"CUKUP!! AKU SAMA SEKALI TIDAK TAU DAN TIDAK MAU TAU." Tanpa sadar, aku berteriak tepat di depan wajahnya, lalu bangkit dari duduk.

Nafasku sedikit tidak beraturan karena berteriak. Orang-orang, terutama gadis-gadis yang lewat, memandangku dengan tatapan sinis. Aku tahu, tidak seharusnya aku bersikap seperti itu.

Mau bagaimana lagi, aku sudah sangat bosan dan muak mendengarkan itu semua.

Semuanya tidak ada yang menarik dan tidak lucu sama sekali. Apa dia tidak merasa kasihan pada temannya itu? Jahat sekali dia.

"Hei! Apa yang terjadi denganmu? Kenapa kau berteriak seperti itu?" Ekspresi wajah Jimin berubah. Ia menatapku dengan penuh tanda tanya.

Namun seketika, wajahnya kembali seperti semula. "Bukankah mereka sangat lucu hahahaha." Jimin tertawa terpingkal-pingkal dengan memegangi perutnya.

Aku yang sudah tidak tahan lagi dengan Jimin, memilih untuk meninggalkannya sendirian di gazebo.

Lagi-lagi, aku tidak peduli dengan pandangan orang-orang terhadapku. Yang aku inginkan hanyalah langkah kakiku cepat sampai di depan kelas, dan melupakan hal yang telah membuatku kesal.

To be continued~

Ini sebenarnya adalah Fanfiction Oneshot jadi langsung tamat sekali baca. Tapi, rasanya nggak seru kalau aku langsung menamatkan ceritanya. Jadi aku bakalan bagi menjadi 3 bagian ^^ Terimakasih sudah mau membaca~ 💜💜

My Boyfriend - [Park Jimin] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang