Aku berdosa, karena telah meluluhlantahkan perasaan. Membuatmu menunggu di persimpangan ketidakpastian yang entah. Membuatmu menerka, tikungan mana yang harus ditempuh, untuk mencari hadirku. Memupus karsa untuk menginap di dalam hati dan pikiranku, meski sebentar, untuk mengetahui jalan mana yang siap menerima langkahmu ; bersamaku atau berteman sepi. Menyisakan pilihan buntu untukmu ; Berbalik atau terus maju.
Aku berdosa, telah membubuhkan luka. Menaburinya dengan pasir dan kerikil. Kau mengguncangku berharap aku mengingatnya , tentang mengajarkanmu bahagia. Aku terdiam, pura pura lupa. Sehingga kau harus berdiri sendiri dan terseok mengobati luka menganga menuju tempat lain. Tak apa, bukankah kau cukup kuat tanpaku.
Aku berdosa, menciptakan paham ambigu. Memunafikkan cerita, awal mula aku berbohong dan memalsukan rasa. Kala itu kau mengikrarkan diri untuk selalu menetap tanpa beranjak. Dulu, sebelum kejujuran hadir membawa luka dan kecewa untuk turut serta menggantikan renyah tawamu yang tak lagi ada.
Aku berdosa, termanipulasi oleh nuraga. Berharap menghadirkan renjana untuk kita. Nihil ; kata inilah yang mungkin mampu mewakili daerah hasil pemetaan dari grafik garis-garis asa. Aku tidak bahagia, rasa ini hanya sebatas sahabat belaka tanpa komplikasi cinta.
Perihal mematikan dan memastikan. Aku memilih poin pertama.