"Gue enggak berharap bisa bertemu dengan lo. Tapi cara Tuhan beda, kita dipertemukan kembali tapi dengan rasa yang berbeda."
💀💀💀💀
Hari ini, Senin, 17 Juni 2020. Hari pertamaku di sekolah baru. Iya, aku pindah dari sekolah Bandung High School. Semenjak kejadian yang lalu, membuatku harus merelakan semua prestasi yang telah kuraih di sana.
Mungkin ini memang jalannya. Ah sudah lah, tidak baik juga menyesali. Sekarang, intinya aku harus meraih prestasi lagi di sekolah baru dan bersemangat karena sebentar lagi aku akan lulus.
"Serita."
Suara itu. Suara yang aku rindukan. Lelaki yang kucintai tapi sekarang harus mengubur rasa ini. Tidak mau larut dalam kesedihan dan kerinduan.
Ada yang menepuk bahuku. Tangan yang kekar dan wangi tubuh yang sangat fantastis.
"Hello, My Beloved," sapanya.
Ya, dia Devano. Nama yang selalu terngiang di telingaku. Wajah tampan yang selalu berputar dalam benakku.
"Dev?" Dia hanya terkikik geli. Melihat wajahku yang mungkin sudah memerah. Sangat tidak pas sekali dia hadir. Ya ampun.
Sekarang dia meraih tubuhku. Membawa dalam dekapan hangat. Tubuh yang selama ini aku rindukan kembali lagi. Oh, Tuhan. "Gue rindu sama lo. Lo enggak rindu sama gue, hah?" serunya.
Aku hanya diam tidak mampu berbicara. Sekarang hanya bisa membalas dekapan hangat itu. Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas. Sekaligus meluapkan segala kerinduan yang mendalam.
"Jahat nih... lo enggak rindu sama gue, ya? Masa enggak dibalas rasa rindu gue ini," celetuknya yang membuatku tersenyum.
"Devano, lelaki yang dulunya kekasih tersayang tapi sekarang hanya sebatas teman. Jujur, gue sangat, sangat rindu sama lo. Gue enggak tahu kenapa bisa sedalam ini. Intinya gue rindu sama lo. Rindu suara lo. Rindu dipeluk lo. Rindu diusap kepalanya sama lo. Nomor satu, gue rindu dengan kasih sayang yang dulu lo kasih ke gue. Puas lo?" geramku.
Lelaki itu hanya tersenyum tipis. Senyuman yang membuat siapa pun melayang. Dan tentunya senyum yang tulus hanya untukku, tidak ada yang bisa menikmatinya.
"Please, come back me, Rit," pinta Devano yang kini telah menggenggam tanganku.
"Semakin gue mencoba melupakan lo. Semakin dalam cinta gue buat lo. Hanya lo yang gue cintai. Hanya lo yang selalu gue rindukan. Dan hanya lo selamanya untuk gue. Gue harap. Lo mau kembali lagi sama gue, jalani kisah cinta kita dari awal. Kita ulang dari nol. Apa lo mau?" Dia semakin mendekatkan tubuhnya ke arahku. Jantungku berdebar kencang. Tidak, jangan sampai dia melakukan itu.
"Bagaimana dengan saudara lo? Pasti mereka melarang lo dan gue berhubungan, Dev. Itu akan sulit untuk menjalani hubungan tanpa persetujuan. Gue enggak mau jika itu akan berakibat sakit hati, entah di hati gue, atau di hati lo," kataku mulai menjauhkan diri.
"Cinta akan dijauhkan dan didekatkan. Jika kita berusaha untuk dekat, Tuhan akan membuat kita dekat. Jika kita takut dan tidak mau mencoba, Tuhan akan semakin menjauhkan kita. Ini salah satu tantangan untuk mencintai. Harus diakui, jika mencintai harus ada perjuangan terlebih dahulu. Lo harus yakin, pasti suatu saat akan ada kebahagiaan buat lo dan gue. Kita berjuang bersama-sama. Lo mau, kan?"
Aku hanya mengangguk patuh. Air mataku tidak bisa dibendung. Ini bukan akhir, ini baru awal. Masih ada tantangan lagi di depannya. Mencintai memang harus siap mental. Harus siap tersakiti, harus siap ditinggalkan. Mungkin memang benar, aku dan Devano harus berjuang lebih dulu.
"Gue sayang sama lo, Rit."
Dia mencium keningku sangat lama. Bibir hangatnya membuatku tenang. Aku ingin detik ini diakhiri, agar aku terus bersamanya. Dipeluknya, diberi kasih sayang yang tulus darinya.
"I love you, Sayang," katanya sangat tulus.
"I love you, Dev." Dia kembali membawaku dalam dekapannya. Memelukku dengan erat. Seakan takut kehilangan dan aku pergi darinya. Padahal itu tidak akan terjadi.
"Lo harus sabar untuk menjalani ini semua. Kita mulai lagi dari awal. Siapkan hati untuk terus sabar. Siapkan mental untuk terus bersama gue. Sampai kapan pun, gue enggak meninggalkan lo. Gue berjanji, lo bisa pegang janji gue."
Aku hanya bisa mengangguk dalam dekapannya. Dia benar-benar tulus. Sangat beruntung bisa dimilikinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Reydevjenal Season 2
Teen Fiction"Ini bukan akhir dari segalanya, tapi ini baru awal. Kita enggak tahu apa yang ada di depannya. Rencana Tuhan kadang tidak seperti yang kita pikirkan. Gue pamit. Gue harap lo selalu bahagia." "Satu lagi, walaupun kita udah enggak bersama. Tapi hati...