"Hey, jangan selalu insecure. Tapi harus bersyukur ya, bro!"
-Author-
💀💀💀
Selasa, 12 Juni 2020
Kematian ayah dan ibu.
Pergi meninggalkan Kenza untuk selamanya. Selamat tinggal."Kasihan Kenza. Ibu dan ayahnya udah enggak ada," gumamku, ketika melihat tulisan abstrak tepat di buku milik lelaki yang sangat menyebalkan.
"Hayo! Kepo kan lo tentang gue? Sampai buka buku gue segala lagi. Buset," celetuk lelaki yang sangat familiar.
Aku hanya menatapnya jengah. Duduk kembali ke tempat dudukku. Kesal, menyebalkan. Kebetulan, Devano juga sedang pergi untuk mendaftarkan dirinya untuk mengikuti ekskul yang baru.
"Eh... lo baca tulisan ini?" tanyanya dingin.
"Kenapa?"
Kenza hanya menggeleng. Membuang buku itu sembarang. Wajahnya seperti terlihat murka. Ya Tuhan... dia marah?
"Lo marah sama gue? Maaf!" Dia menggeleng. Matanya melihatku sangat dalam. Sedetik kemudian, cairan bening keluar dari pelupuk matanya.
"Gue jadi ingat lagi, tentang meninggalnya kedua orang tua gue. Dia dibunuh, hanya karena aset perusahaan. Demi merebutkan satu warisan. Awalnya sempat enggak percaya jika orang tua gue meninggal karena adiknya sendiri. Namun nyatanya seperti itu. Bahkan mereka enggak meminta maaf atas semua yang terjadi, seolah-olah di sini yang salah hanya Bo-Nyok gue doang. Bingung gue, dan tentunya gue sangat benci paman gue sendiri."
Aku mendekat ke arahnya. Mencoba mengusap bahunya untuk menguatkan. "Za... ini takdir Sang Illahi. Lo sendiri enggak bisa menyalahkan apa yang udah terjadi. Semisal bukan takdir kedua orang tua lo buat meninggal, mereka enggak akan pergi untuk meninggalkan lo sendiri di sini. Namun semuanya berbalik, mereka pergi. Ikhlaskan mereka jika lo sayang sama mereka. Pesan gue, lo jangan benci sama apa pun yang telah terjadi. Semakin lo benci, hidup lo semakin enggak tenang."
Dia menatap gue dengan tatapan sendu. "Lo enggak merasakan apa yang gue rasakan, Rit!" tegasnya.
"Apa? Merasakan apa yang lo rasakan? Emang lo kira, gue hidup dari kecil sampai sekarang pernah merasakan usapan lembut dari kedua orang tua gue? Enggak, Za! Ayah gue meninggal saat gue masih di dalam kandungan ibu gue. Dan ibu gue? Dia mengalami pendarahan hebat saat melahirkan gue. Tapi gue tahu, ini semua bukan kemauan mereka, ini udah takdirnya. Dari lahir sampai sekarang, gue dirawat oleh tante gue, setelah memasuki SMA, gue baru dikasih kepercayaan oleh tante gue buat urus semua perusahaan bokap. Jadi di sini, bukan lo aja yang terpuruk, gue juga."
Kenza terlihat kaget. Air matanya dia usap dengan kasar. Mulai berdiri menghadapku yang mungkin mataku sudah terbasahi oleh air mata.
"Maaf gue enggak tahu," katanya merasa bersalah.
Aku menganggukkan kepala, mencoba menenangkan diri. Memilih untuk berjalan ke luar untuk mencari udara segar. Hendak melangkahkan kakiku, tiba-tiba ada yang mencekal dan membuatku berhenti.
"Sayang, mau ke mana?"
Ya, dia Devano. Tanpa meminta izin, aku segera memeluknya. Menumpahkan air mataku di dada bidangnya.
"Gue kangen ibu dan ayah, Dev," ucapku dengan lantang.
Ada tangan halus yang mengusap kepalaku. Tentunya dia lelaki yang aku cintai. Lelaki yang selalu menjaga, memberi kehangatan, dan tentunya lelaki pengganti ayah.
"Lo boleh kok kangen kedua orang tua lo. Mereka adalah orang yang telah berjuang untuk lo. Ibu lo, sebagai wanita terkuat untuk mencoba mengeluarkan anaknya dari kandungan. Ayah lo, sebagai lelaki terkuat untuk menopang kehidupan ibu lo yang sedang mengandung buah hatinya, yaitu lo.
"Kalau lo kangen sama mereka, lo doakan mereka. Pinta sama Allah untuk beri mereka tempat terbaik di sisi-Nya. Semisal lo sedih, gue yakin mereka juga sedih di atas sana. Kadang, semua orang juga butuh sosok ibu untuk memeluk. Semua orang butuh ayah untuk mencintainya dengan tulus. Pasti lo juga. Tapi, sekarang posisinya sudah beda. Kalau semisal lo mau, gue siap jadi apa pun yang lo mau. Gue akan jaga lo, beri lo kasih sayang, beri lo kehangatan, kekuatan, dan yang lainnya. Asalkan lo enggak sedih, karena Serita yang gue kenal adalah wanita yang lugu, anggun, dan tentunya kuat untuk menghadapi masalah yang ada.
"Hari ini, esok, dan selamanya. Gue akan tetap mencintai lo. Menepati semua janji yang telah gue ucapkan. Selalu bersama lo untuk sehidup semati. Menjalankan takdir walau tidak seimbang dengan imajinasi. Sekarang, hanya lo gadis yang gue cintai dan gue sayangi. Selamanya."
Kata-kata Devano membuatku mengulum senyum. Menghangatkan sekali. Menenangkan. Membuatku menangis haru, sangat terbuai dan semakin cinta.
"Gue enggak tahu lagi Dev harus bagaimana lagi kalau enggak ada lo. Gue mengucapkan terima kasih telah menyayangi gue sepenuh hati. Memberikan separuh raga lo buat gue kuat. Lo lelaki terbaik, lo pengganti ayah dalam kehidupan gue. Gue sayang sama lo," kataku yang semakin mempererat pelukan.
Hening.
Kita berdua hanya saling diam. Tangan kekar lelaki itu tidak hentinya mengusap kepalaku. Kadang mencium beberapa kali kepalaku dengan bibir hangatnya. Sangat terbuai. Oh, Tuhan.
"Oh iya, gue diterima di ekskul basket. Kebetulan, gue langsung diangkat menjadi kapten. Gila enggak tuh?"
Mataku berbinar, melepas pelukannya dan menatap intens wajahnya.
"Selamat ya, terus semangat! Jaga amanah untuk menjadi kapten. Gue selalu support lo. Untuk lelaki yang selalu kasih gue semangat. Sekali lagi selamat oke!"
"Terima kasih, Sayang. Itu pasti," jawabnya dengan senyum yang mengembang. Ah manisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reydevjenal Season 2
Teen Fiction"Ini bukan akhir dari segalanya, tapi ini baru awal. Kita enggak tahu apa yang ada di depannya. Rencana Tuhan kadang tidak seperti yang kita pikirkan. Gue pamit. Gue harap lo selalu bahagia." "Satu lagi, walaupun kita udah enggak bersama. Tapi hati...