Nayeon mengutuk dalam hati kepada siapapun yang menekan bel di pagi itu. Sambil berusaha keras membuka matanya, dia menyeret kakinya menuju pintu masuk apartemennya.
"Tuhkan lo baru bangun. Kalo gue ngga dateng lo mau bangun jam berapa?"
Nayeon mengabaikannya dan menjatuhkan tubuhnya di atas sofa ruang tamunya. Lawan bicaranya itu hanya dapat bertolak pinggang sambil menggelengkan kepalanya. Dia membuka kabinet di dapur, mencari gelas kosong. Setelah mengisi gelas itu dengan air, dia berjalan ke arah sofa dan meletakkan gelas tersebut di depan Nayeon.
"Minum. Abis itu mandi. Gue bikinin lo sarapan."
"Ngga laper." Nayeon menjawab tanpa memalingkan wajahnya dari jendela balkonnya, menghasilkan helaan napas dari seseorang di sampingnya.
"Nayeon. Please? You're doing so great lately. Kenapa? Kenapa kayak gini lagi?"
"Lo bisa diem ngga sih, Mi? Ngga usah ngatur-ngatur hidup gue deh."
"Gue akan berhenti kalo lo berhenti pushing us away. Kita di sini mau bantu lo, Nay. Kita temen-temen lo, Nay. Kita juga sakit ngeliat lo kayak gini. Biarin kita bantu lo ya? Biarin kita ngurusin lo, Nay."
Nayeon tersenyum pahit. "Mina sayang, tau apa lo soal apa yang gue rasain?"
Mina mengeluarkan sesuatu dari tas yang dibawanya lalu meletakkan di pangkuan Nayeon. "Bunga matahari ke-365. Inget kan artinya apa, Nay? Udah saatnya lo nepatin janji ke diri lo sendiri. Nepatin janji lo ke dia."
Nayeon mengambil bunga itu dengan gemetar, pandangannya tidak pernah lepas dari bunga yang seakan tersenyum itu. Nayeon benci kenyataan bahwa bunga yang ia suka kini bisa membawa sakit bagi hatinya. Nayeon benci kenyataan bahwa indahnya bunga itu mengingatkan dia dengan dirinya.
***
"Nih." Jeongyeon menjulurkan setangkai bunga, bunga matahari tepatnya, di hadapannya.
Nayeon mengerutkan keningnya seraya melempar pandangannya dari bunga matahari dan Jeongyeon.
"Buat lo. Stupid Valentine's day. Gue ngga tau mau ngasih siapa, karena lo duduk di samping gue, jadi itu buat lo aja."
Nayeon mengambil bunga itu ragu-ragu, kemudian dia menatap Jeongyeon dan Nayeon bersumpah dia melihat wajah Jeongyeon memerah sepersekian detik. "Makasih?"
Jeongyeon menganggukkan kepalanya. "Sama-sama. Mirip deh lo sama bunganya. Cerah banget keliatannya."
"Gue ngga tau itu pujian apa ngga, tapi makasih ya. Fyi, gue emang suka bunga matahari."
Mata Jeongyeon melebar. "Lah gue juga?!"
Nayeon tertawa. "Setelah setengah semester duduk sama lo pas pelajaran kimia, baru sadar lo bisa ngomong juga. Seru juga lo kayaknya."
Jeongyeon memutar bola matanya. "Anyway, gue punya bunga matahari yang gue tanem sendiri. Kalo lo mau, gue bisa ngajarin lo."
Kedua mata Nayeon berbinar-binar. "MAU! Mau banget! Fix sih! Pas makan aja yuk ngomonginnya."
"Makan? Lo ngajak gue makan bareng?"
"Iya. Yoo Jeongyeon, ayuk makan. Kita ke kantin berhubung gue udah laper plus gue pengen banget punya bunga matahari sendiri." Suara Nayeon terdengar riang.
"Oke." Jeongyeon berdiri dan mengikuti Nayeon dari belakang.
"Lo tuh kayak angin tau ngga sih, Jeong."
"Kenapa gitu?" Jeongyeon menaikkan alisnya.
"Coba tanya sama orang-orang. Ada yang kenal sama lo atau ngga. Pasti jawabannya ngga."
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Days of Sunflower || (2yeon)
Roman d'amourDalam 365 hari, Nayeon mengerti bahwa cinta tidak harus memiliki.