Masa Sulit - 3

22 6 0
                                    

KREKKK!!!

Langkah Bagas dan Elang terhenti lantaran suara di belakang mereka. Peluh dingin mulai membasahi kening mereka.

"Lang." Bisik Bagas.

Elang menoleh dengan wajah pucatnya.

"Aman gak?" Tanya Bagas.

"Mana gue tau." Balas Elang berbisik.

"Liat belakang Lang."

"Yaelah Gas, takut gue."

"Kan lu yang ngajakin dodol!"

"Gue ngajak maling bukan ngajak ketangkep bareng."

Bagas dan Elang diam di tempatnya berdiri dengan tegang.

Kini Bagas mulai menyesal mengikuti sahabatnya ini. Entah apa yang dia pikirkan tadi hingga akhirnya ia berada di sini sekarang. Seketika, Bagas teringat suatu hal.

"Lang..." bisik Bagas terdengar agak merengek.

"Apaan lagi sih ah." Balas Elang sedikit frustasi.

"Jangan-jangan yang di belakang kita arwah mbak-mbak PSK-nya Lang."

"Mampus." Elang membelalakkan matanya.

"Lu sih, pake segala bilang tadi mantap-mantap gratis. Mamam tuh gratis."

"Kita nengok ke belakang bareng yuk Gas. Tolonglah." Rengek Elang.

Bagas memutar kedua bola matanya namun akhirnya dia pun mengangguk tanda setuju. Elang menjulurkan tangannya sedikit ke depan untuk memberi aba-aba dengan jarinya.

Satu... dua... tiga...

Saat mereka menengok ke belakang secara perlahan, tiba-tiba entitas di hadapan mereka mengeluarkan suara, "miaaawww." Suara entitas itu sambil menjilati kakinya yang tak lain adalah seekor kucing.

"SIALAN KUCING!!!" hardik Elang.

TLEK!!!

Bersamaan dengan bunyi tersebut muncul cahaya dari balik tembok. Ternyata bunyi itu adalah suara senter yang dinyalakan. Bagas langsung menarik Elang ke tembok lalu jongkok.

"Lu ngapain teriak sih bodoh?!" Bisik Bagas dengan jengkel.

Belum sempat Elang menjawab, dari balik tembok terdengar suara orang-orang yang berbincang. Dari suaranya dapat diterka ada lebih dari dua orang di sana.

"Si kucel itu sudah ke sini?" Tanya suara di balik tembok.

"Saya dan Ucok dari tadi di sini tapi orang itu belum terlihat."

"Tapi tadi ku dengar ada suara orang teriak." Timpal suara lain dengan logat Batak kental.

"Cek! Segera!"

"Baik!"

Lalu terdengar suara seperti orang yang berusaha memanjat dari balik tembok. Bagas dan Elang segera melompat ke balik pohon di dekat mereka.

BUGH!

Srek... srek... srek...

"Gak ada siapa-siapa Cok."

"Eh sungguh ini Dang. Ku dengar tadi ada suara SIALAN. Seperti itu."

"Salah denger kali. Kan lu dari tadi pake earphone. Gue yang dari tadi tidur gak denger suara apa-apa. Gue kebangun juga gara-gara lu bangunin."

"Bah. Betul juga rupanya. Jangan-jangan yang ku dengar tadi dari video yang ku tonton."

"Bisa jadi."

"Hah ya sudahlah. Balik lagi saja kita ke pos."

"Pos yang di depan aja ya? Kalau pos yang di sini rada serem, sebelahnya kebon."

"Cemen kali kau bah. Tapi aku juga merinding sih."

"Yeee, yaudah ayo."

Langkah kedua security itu pun terdengar menjauh dari posisi Bagas dan Elang sekarang. Elang mengintip dari balik pohon dan menemukan sudah tidak ada siapa-siapa di sana.

Elang memberikan kode kepada Bagas untuk keluar dengan gerakan kepalanya. Mereka berdua pun keluar dari persembunyiannya. Bagas menepuk-nepuk bagian lututnya yang kotor akibat tanah. Elang melihat keadaan sekitar dalam diam. Dirasa semuanya aman, Elang menghampiri Bagas.

Bagas yang jengkel langsung mengeluarkan unek-uneknya pada Elang, "Lang, udah gue bilang kan itu jebakan, mereka pasti tau lu mau maling makanya diarahin ke sini."

Elang tiba-tiba menunduk dan wajahnya terlihat sedih.

"Udah gede gak usah nangis." Ucap Bagas ketus tetapi tangan kanannya menepuk-nepuk pundak Elang pelan.

"Gue sedih Gas. Emang muka gue seburuk itu ya? Lu bilang muka gue kriminal. Mereka bilang gue kucel. Sedih banget jadi gue."

Bagas langsung mengganti tepukan pelannya dengan hantaman kesal yang mengisyaratkan kalimat 'bodo amat'.

Bagas meninggalkan Elang dan menghampiri gundukan dedaunan di dalam rerumputan tinggi, tempatnya dan Elang menyembunyikan motor. Bagas mulai menyingkarkan dedaunan yang menutupi dan segera mengeluarkan motor.

Elang yang heran dengan perbuatan Bagas akhirnya mengeluarkan suara, "mau kemana?"

"Pulanglah Lang."

"Yah, kita gak jadi maling Gas?"

Bagas membalas dengan tatapan tajam beberapa detik dan kembali sibuk mengeluarkan motor.

"Gas, ayo. Security nya udah ke depan tadi. Sayang banget kalau kita pulang sekarang, tinggal manjat tembok doang ini mah. Sungguh."

"Cari rumah lain aja lah. Kalau pun nanti kita berhasil masuk gak ada yang jamin kita bisa keluar lagi." Ucap Bagas sambil menyalakan mesin motor dan menyuruh Elang untuk naik.

Elang pun terpaksa naik dan menuruti Bagas.

Mereka pun menyusuri jalan ditemani hawa dingin yang menusuk kulit. Bagas sudah beberapa kali bersin dibuatnya, serta sudah beberapa kali juga pundak Bagas dipukul oleh Elang lantaran saat bersin motor jadi tidak seimbang dan mereka berdua hampir terjatuh.

Bagas yang bingung akan kemana akhirnya hanya mengikuti kemauan Elang untuk berbelok kesana dan kemari. Sampai di suatu jalan yang diapit oleh dua lahan kosong, mereka melihat suatu rumah besar yang anehnya terpisah dengan rumah-rumah lain. Rumah ini pun tidak memiliki pencahayaan sama sekali. Entah memang rumah ini sudah ditinggalkan, atau memang sang pemilik rumah sengaja tak menyalakan pencahayaan barang satu lampu pun. Merasa rumah ini adalah target yang sangat pas, Elang memberikan kode kepada Bagas untuk turun dan masuk ke rumah tersebut.

Mereka berdua pun turun dari motor dan Elang sudah bersiap dengan linggis yang dibawanya.

***
Note:

Tolong vote dan add to library kalau kalian suka sama ceritanya. Jangan lupa juga comment untuk kritik dan saran. Aku up cerita ini setiap malam Jumat ya a.k.a Kamis malam. Luv u <3

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Una NiñaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang