three

5 2 0
                                    

Nisa pov

Situasi apa ini? Disaat aku membuka hati, tapi mengapa orang yang kucintai malah pergi?

Aku ini hanya merasa takut, jika menyampaikan perasaan lebih dulu, baik jika dia menerima tapi, bagaimana jika dia menolak dan pergi dari hidupku.

Rumit ya masalah sekecil ini bisa mengubah cara hidupku, ya cinta mengubah segalanya.

"Nis, kejar dia."

"Aku pernah merasakan sakitnya kehilangan seseorang yang kita cintai, dia tiba-tiba menghilang dari hidupku. Kau ditolak sekali bukan berarti berhenti, benar?"

"Iya ce, tapi kan aku malu dia sendiri yang nyuruh aku pergi, masa iya aku harus mengejar dia?" jawabku dengan meminum jus dihadapanku.

Saat ini aku berada disalah satu cafe favorit dikota ini, dengan sahabat yang hampir 9 tahun mengisi hari-hariku dengan bahagia.

"Kadang yang buat gue males ngomong sama loe itu kebodohan, sok jual mahal, terus nyerah padahal belum maju. Nih ya, gue udah pernah ngalamin gimana sakitnya, kalah sebelum berjuang." katanya dengan mengetukan ujung jari dimeja.

"Kalah, karna dia udah pergi jauh, dan gue gak tau dia kemana, tapi sekalipun dia pergi gak ada seharipun tanpa gue cari keberadaannya, iya tau ini kota besar, luas dan belum tentu dia disini, tapi gue gak nyerah karna, gue sadar saat dia pergi." dia selalu saja berhenti saat bicara, dan membuat keingintahuan yang berlebihan milikku mencuat.

"Sadar kenapa sih?"

"Ya gue cinta sama dialah, lemot mikirnya."

Meskipun ucapannya selalu menyakitkan, tapi itu justru yang membuatku paham, jadi besok aku akan memperjuangkan kembali ditya.

"Rain." sapa seseorang dari arah belakang.

"Ridwan, sini-sini." aku melambaikan tangan dan menyuruhnya duduk.

Dia duduk disebelah rain, kakaknya yang satu ini terbilang seru, beda dengan rudy, kakak tertua mereka.

"Sorry ya sa gak bisa lama-lama, soalnya biasalah itu, rumah gue lagi panas kayak mau kebakar, nanti kalau sampai mama tau rain gak ada, bisa melayang semua barang dirumah."

Aku memaklumi keadaannya sekarang, rumit banget jadi gak masalah kalau harus pulang sekarang.

"Males, cabut duluan." rain mengatakan dengan mengambil jaket denim dan kunci motornya untuk pergi.

"Rain loe mau kemana? Rain!" teriak ridwan menggema dicafe, membuat semua penghuni menatap kearah kami dengan bingung.

"Yaudah sa aku mau nyusul rain dulu, gak usah bayar aku traktir." katanya dengan berlalu pergi.

Dasar adek kakak sukanya bikin ulah aja, tapi gak masalah hari ini ditraktir lumayan, buat nambah uang saku besok sekolah.

~~~

6:44 PM

Aku harus menemui raka dan memutuskan hubungan ini, aku tau ini terlalu egois tapi akan lebih egois lagi, jika menahannya pada hubungan seperti ini.

Aku sedang disebuah taman, dengan pemandangan indah lampu-lampu kota.

"Nis." mendengar dia memanggil namaku saja, sudah gugup seperti ini, bagaimana aku mengatakannya?

"Raka." satu kata berhasil lolos setelah perjuangan melawan rasa takut, gugup, dan perasaan lain yang tidak bisa kujelaskan.

"Kau ingin mengatakan apa? Katakan saja." katanya.

Jujur aku merasa kasihan padanya, tapi bagaimana lagi jika aku terus menjalin hubungan dengannya, tapi hatiku mencintai orang lain, Bukankah itu lebih egois?

"Mungkin setelah mengatakan kau akan membenciku, atau tidak ingin mengenalku lagi." aku berhenti sejenak.

"kenapa aku harus membencimu?" aku menatap jauh kearah matanya, ayo nisa katakan saja.

"Lebih baik kita akhiri hubungan ini." kataku selanjutnya, dia menatapku tidak percaya.

Sedetik kemudian dia tertawa lepas dan membuatku semakin bingung.

"Kau pasti bercanda, iyakan?" katanya setelah tawa itu mereda.

"Aku tidak berbohong, ini yang terbaik untuk kita raka."

"Tapi apa salahku? Apa ada tingkahku yang menyakiti mu?" dia terus menatapku, dan membuatku semakin merasa bersalah.

"Jika aku memang salah katakan saja, tapi jangan memintaku untuk mengakhiri hubungan ini, aku terlanjur mencintai mu." suaranya hampir hilang diakhir kalimat.

"Aku yang salah, dengan mudah menerima dirimu, berusaha mempertahankan, membuatmu selalu merasa aku juga mencintaimu." aku melepaskan tanganku dari genggamannya.

"Kau baik raka bahkan selalu membuatku bahagia, tertawa, bahkan merasa hidup seakan berwarna karna dirimu."

"Jika aku tidak salah, dan kau merasa bahagia bersamaku, lalu apa yang membuatmu ingin mengakhiri hubungan kita?" dia memaksaku menatap kearahnya lagi, tapi aku menolaknya.

"Karna aku tidak mencintaimu, mungkin iya kau adalah kekasih pertama untukku, tapi untuk cinta, kau bukan orang itu." hening, tidak ada kata lagi yang kudengar darinya.

"Jika itu masalahnya, mungkin bisa diatasi. Aku akan membuatmu belajar mencintaiku." kalimat terlontar lagi darinya.

"Aku sudah mencobanya, bahkan setiap saat berusaha mencintai dirimu, tapi semakin aku berusaha saat itu juga rasa cintaku untuk orang itu semakin dalam."

"Aku tidak ingin kau merasa tersakiti karna aku, kekasihmu tidak pernah mencintaimu, walau untuk sehari." putusku.

"Ta____

"Biarkan aku mengejarnya raka, dan jangan membuatku kehilangan dia lagi." aku memohon padanya, untuk kebaikan ku, raka, juga ditya.

"Aku kalah untuk saat ini, tapi jika sampai kau tidak bisa mendapatkan dia, aku akan kembali dan membuat mu menarik semua ucapanmu pada hari ini." setelah mengatakan dia pergi, tanpa menoleh bahkan kembali.

Aku bahagia setidaknya ada satu hati yang kuselamatkan dari kehancuran, meskipun saat ini patah bukan berarti tidak bisa diperbaiki.

Setelah itu aku pulang, ingin tertidur dan bermimpi bahwa ditya telah kembali.

~~~

SENJA DARI DITYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang