6. Jeno's girlfriend

363 38 3
                                    

Seperti janji Jeno dan Jeremy, mereka akan ke Apartemen Rendi sepulang sekolah. Bersyukurlah karena Jeno membawa motor hari ini. Karena sangat tidak mungkin mereka bertiga berboncengan dengan motor matic Rendi.

Sesampainya mereka di apartemen, tanpa segan Jeno dan Jeremy mengambil minuman di kulkas. Apartemen Rendi terasa rumah sendiri.

Apartemen Rendi tidak terlalu luas. Ada dua kamar, ruang tamu dan dapur yang terpisah dengan meja bar serta sebuah kamar mandi di belakang dapur. Salah satu kamar -Kamar yang Rendi tempati- memiliki kamar mandi dalam.

"Jen, laper nggak?" Tanya Jeremy yang diangguki Jeno, "Gue juga laper."

Rendi yang duduk di sofa sambil memainkan ponselnya, mendengar ucapan Jeremy. Rendi tahu, Jeremy sengaja sedikit mengeraskan suaranya yang artinya ia ingin Rendi memasakkan sesuatu untuk mereka.

"Masak sendiri. Di kulkas sudah lengkap semua, kalau nggak mau ribet masak mie instan atau gofood aja," ucap Rendi sambil beranjak pergi ke kamarnya.

Tanggal muda, semuanya terasa mudah untuk dibeli.

Jeremy meletakkan gelasnya di meja bar, "lo yang bayar ya?!"

"Iya," balas Rendi dari dalam kamarnya.

Setelah memesan beberapa makanan Jeremy dan Jeno bermain game menggunakan ps yang ada di ruang tamu Rendi. Tidak perlu meminta izin pada pemiliknya.

Beberapa saat kemudian Rendi keluar dari kamarnya dengan kaos hitam polos dan celana selutut. Ia memilih duduk di sofa tepat di belakang Jeno dan Jeremy. Sedangkan keduanya duduk lesehan sedari tadi.

"Lo ada pemotretan hari ini?" Tanya Rendi pada Jeno

"Iya, jam lima sampai jam delapan atau sembilan mungkin," Jawab Jeno yang masih fokus dengan layar di depannya.

Rendi hanya membalas dengan anggukan walau Jeno tidak melihat itu. Ia sengaja bertanya, karena hari ini Jeno menginap. Jadi, nanti malam ia tidak perlu terkejut saat Jeno tiba-tiba berada di apartemennya.

Merasa ponselnya bergetar, Rendi segera mengeceknya. Siapa tahu penting.

Hendri
Ren, lo bisa siaran sendiri kan? gue ada acara dadakan mungkin sampe malem.

Hendri salah satu rekan kerjanya. Selisih umur mereka hanya dua tahun. Maka dari itu, Rendi pikir ia tidak perlu memanggil Hendri dengan sebutan kakak atau semacamnya. Toh, Hendri juga yang meminta.

Rendi
Oke 👍
Minggu depan gantian. Lo siaran sendirian.

Setelah membalas pesan Rendi menutup aplikasi pesan tersebut dan meletakannya ponselnya di atas meja. Bersamaan dengan itu, ponsel Jeno yang juga di atas meja menyala. Sebuah notifikasi pesan masuk.

Rendi melihatnya sebentar, "lo masih pacaran sama cewek manja itu?"

"Lo nanya siapa? Gue atau Jeno?" Tanya Jeremy

"Jeno lah, sejak kapan lo punya pacar?"

Drrtt... drrt...

Ponsel Jeno bergetar. Jeremy dan Rendi langsung mengalihkan perhatian mereka ke ponsel Jeno.

Jeno mempause game, kemudian mengangkat telepon. Ia beranjak sedikit menjauh dari Rendi dan Jeremy.

"Jun, gantiin Jeno dong," ucap Jeremy

"Males. Tungguin aja Jeno. Sebentar lagi juga balik."

"Sebentarnya Jeno tuh sampai satu jam lebih," Jeremy menggertu kesal.

Pacarnya Jeno itu, Manja, posesif, dan merepotkan. Baru saja Rendi melihat puluhan pesan masuk diponsel Jeno dan sekarang ia menelpon Jeno untuk mengomelinya.

Pacar Jeno, Yerin namanya, kerap kali membuat teman-teman Jeno kesal. Jika mereka nongkrong, Rendi akan melarang dengan tegas Jeno untuk membawa pacaranya itu. Karena tiap kali Yerin ikut, ia akan memilih tempat yang berkelas, makan dan minum harus sesuai seleranya, bahkan Jeno harus memberikan perhatian lebih. Sebentar saja Jeno mengabaikannya, Yerin akan marah dan Jeno sulit untuk membujuknya.

***

Pukul 17.00 Jeno sudah berada di lokasi pemotretan. Jeno telah mengganti baju untuk ketiga kalinya. Dengan sangat lihai ia berpose sesuai dengan arahan.

"Oke! Kita istirahat sebentar," ucap salah satu staff

Jeno baru saja duduk, tiba-tiba seorang staff menegurnya, "ada yang mau ketemu kamu."

"Siapa?" Tanya Jeno

"Yerin."

Ah, pacarnya ternyata.

Jeno pun pergi menghampiri sang pacar.

"Kenapa nggak ngomong dulu mau kesini?" Tanya Jeno ketika sudah berada dihadapan Yerin.

"Kamu ngelarang aku kesini? Kenapa? Biar kamu bisa selingkuh sama model-model yang lain?"

"Bukan gitu." Jeno menghela nafas dengan samar. Yerin paling bisa membuat mood Jeno rusak.

"Duduk di dalam aja," ucap Jeno.

***

"Aku mau kita dinner hari ini," ucap Yerin

"Harus hari ini?"

"Harus. Papa baru pulang dari Swiss. Jadi, papa mau ketemu kamu. Kalau bisa orangtua kamu juga ikut."

"Aku nggak bisa hari ini. Aku ada janji meeting bareng klien. Lain kali aja, ya"

"Papa cuma bisa hari ini, belum tentu besok papa ada waktu luang."

"Aku nggak bisa, Rin. Ini bukan meeting biasa. Aku nggak bisa ninggalin kerjaanku."

"Kamu lebih pentingin kerjaan dari pada aku?"

Jeno mulai kesal dengan sikap Yerin. Ia terbiasa dimanja orangtuanya. Jadi, jika dia menginginkan sesuatu, itu harus terkabulkan.

"Dari awal kita pacaran, aku sudah bilang sama kamu, kerjaan aku penting."

Jeno bukannya workaholic, hanya saja ia memiliki beberapa rencana untuk masa depannya dan Yerin, belum tentu bagian dari masa depannya.

***

Yerin

Yeey!! akhirnya update juga.
Selain karena mood, beberapa ide cerita baru sering tiba-tiba muncul pengen diketik dan dipublikasikan juga. Dan cerita ini jadi terlantarkan
:( mianhee...




SurviveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang