Kafe mulai dibuka sejak bel berbunyi beberapa menit lalu. Murid XI JB 2 mulai memosisikan diri dengan tugasnya masing-masing. Namun, sudah sepuluh menit sejak jam istirahat, belum juga ada yang memasuki kafe.
"Sorai. Mending lu nyanyi aja dah, siapa tahu anak-anak pada dateng ke sini. Kita mulai aja live music-nya sekarang." Toni si ketua kelas menghampiri Sorai yang duduk di panggung kecil.
"Orang-orang pada solat ini malah nyuruh nyanyi. Goblok." Sorai menepuk-nepuk pahanya, pura-pura merapikan rok hitam selututnya.
Toni memutar bola mata. "Lu aja kagak solat, goblok!"
Sorai berdiri dan mendekati Toni, "Gue solatnya nanti, sambil solatin elu." kemudian melenggang tak acuh ke luar resto.
Sorai berdiri di ambang pintu menatap beberapa siswa yang melewati resto. Gadis itu mencibir melihat siswa-siswi tak acuh melihat dirinya. Apakah ia dianggap patung? Atau balon boneka yang suka berdiri di depan konter-konter Handphone? Pikirnya begitu.
Netranya berkelana, tatapannya jatuh pada seorang pemuda yang sedang berjalan dengan beberapa teman. Gala, sosok yang ditatapnya. Mata Sorai membuntang ketika mereka mengarah ke resto boga.
Sorai kelimpungan sendiri mencari tempat sembunyi. Ia melihat papan bertuliskan 'Gagatik Kafe' beserta list makanan dan minuman. Pura-pura ia melihat tulisan itu dan merapikan posisi papan—yang sebenarnya tidak ada masalah apapun.
Gala dan beberapa temannya memasuki kafe. Salah seorang temannya berhenti dan berdiri di belakang Sorai tanpa diketahui. Gadis itu menghela napas seraya mengusap dada, merasa lega karena Gala tidak melihatnya—padahal, siapa yang peduli?
"Nama kafenya unik." Sorai melonjak tubuhnya tanpa sengaja menyenggol papan membuat pemuda yang barusan berbicara merasa bersalah. "Eh, sorry-sorry. Gue ngagetin lu, ya?" Tangannya membantu Sorai berdiri tegak dan membenahi papan yang tersenggol.
Sorai mencebik. "Ihh Ikam! Udah tau ngagetin, malah tiba-tiba ngomong. Sebel, deh!" Ia mendorong bahu Ikam—salah seorang teman Gala—pura-pura marah.
Ikam terkekeh melihat tingkah Sorai. "Jadi, kok bisa sih nama kafenya unik? Dua minggu lalu anak JB 5 biasa aja tuh namanya."
Sorai menggiring Ikam masuk ke kafe kemudian menjawab, "Bukan JB 2 namanya kalau nggak unik. Kenapa namanya gagatik? Itu tuh si Toni, frustrasi katanya nyari nama buat kafe, jadinya namain gagatik. Ada panjangannya tau."
Mereka berdiri dekat salah satu meja, jaraknya tidak jauh dengan Gala dan teman-temannya yang berdiri di depan panggung sedang berbicara pada Toni.
"Apa kepanjangannya?" Ia menatap Sorai yang tingginya tidak melebihi bahu Ikam.
"Gara-gara Praktik," jawab Sorai spontan. Matanya melirik ke arah Gala yang sedang menatapnya juga. Segera ia alihkan kembali menatap Ikam, pura-pura tidak melihat hal barusan.
Lagi, Ikam terkekeh kali ini sambil menggelengkan kepala. Belum sempat ia menanggapi Sorai, Gala menghampiri.
"Lu yang mau nyanyi?" Gala berdiri di belakang Sorai.
Alis Sorai bertaut, merasa tak asing dengan suara itu. Kepalanya memutar dan tercengang melihat seseorang di hadapannya. "A–a iya? Ke–kenapa?" Bicaranya menjadi gugup.
Gala berdecak. Posisinya bercekak pinggang menatap Sorai tak suka. "Emang tadi gue ngomong nggak kedengeran apa? Atau lu tuli?" Telunjuknya menunjuk kening Sorai.
Netra Sorai mengikuti arah jari Gala kemudian menggeleng. "Gu-gue normal, kok! Iya, iya gue nyanyi." Tanpa banyak bicara lagi, Sorai bergegas menuju panggung kecil dan duduk di menghadap piano. Ia mulai memainkan melodi.
Semua orang yang ada di dalam kafe tersebut mengarah pada Sorai. Beberapa mulai terhipnotis oleh nada yang dimainkan gadis itu. Beberapa detik kemudian, ia bernyanyi.
Dangsinege deuril ge eopseoseo
Naui maeumeul deuryeoyo
Geudaeege badeun ge manhaseo
Pyohyeoneul da hal suga eopseoyo
Baru empat bait ia bernyanyi, suara seseorang menginterupsi. "Ah, anjing malah kokorean! Kita jajan di kantin aja ayo. Males gue!"
Gala, pemilik suara itu berlalu meninggalkan resto boga diikuti kedua temannya, tanpa Ikam.
Hening. Sorai masih menatap kepergian Gala dan teman-temannya. Jarinya tidak lagi menari di atas tuts piano.
"Sorai, lu nggak apa-apa, kan?" Sita sudah berdiri di sampingnya sambil meremas bahu. Mata gadis itu mengikuti arah pandang Sorai.
Sorai menepis kasar tangan Sita yang semakin meremasnya membuat ia merasa kesakitan. "Apa, sih anjir. Lebay! Sakit goblok!" Ia mendangak, tangannya mendorong perut Sita agar menjauh.
"Ceritanya gue peduli sama lu, bego!" Tangan Sita membalas dengan mendorong kepala Sorai.
"Bacot." Ia lalu menekan tuts secara random, menciptakan nada yang aneh.
"Berisik, jingan!" Gina melempar lap piring dari bawah panggung ke arah Sorai, meskipun lemparannya itu meleset.
Toni naik ke atas panggung seraya membawa mikrofon. "Mending juga ganti dangdutan, yok!"
"Jangan, nanti goyang." Sorai berdiri manghampiri Toni, mengambil alih mikrofon yang dibawa pemuda itu. "JB 2 digoyaaang!" Sorai berteriak nyaring. Namun, semua teman-temannya tertawa setelah itu. Alunan musik dangdut pun berdendang. Toni menjadi teman duet Sorai kali ini.
Gadis itu menyanyikan lirik demi lirik, seolah kejadian beberapa waktu lalu tidak pernah ada.
"Teles kebes netes eluh!" Sorai menyorongkan mik pada teman-temannya yang mulai berkumpul di bawah panggung.
"CENDOL DAWET!" Sorak-sorai kian ramai. Mereka mulai asik dengan lagu yang dimainkan. Melupakan sejenak beban pikiran.
Keramaian mereka membawa murid lain penasaran kemudian memasuki kafenya. Hari sibuk pun dimulai.
[]
Kata kunci ketiga; Ganti
Kelamaan banget, ya updatenya. Whwhwh
Ampun dah aku kehilangan arah
Kek pas mikirin ending ini rasanya kok macam sinetron banget gituh halu drama gajelas /mnangis/Dah lah maap curhat.
Bandung, 02 Juli 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
I Give You My Heart
Teen FictionSesuatu yang sesungguhnya bisa dimiliki sebenarnya tidak bisa dimiliki. Termasuk pacar orang lain. Namun, Sorai akan berusaha untuk itu.