"Demi Tuhan! Gue sekelompok lagi sama mereka?! Anjing, rugi gue!" Aurel menggebrak meja, ia menatap Toni tak terima setelah pemuda itu habis membagikan kelompok. Perintah dari bu Geva, guru Indonesia yang mengajar di kelas XI JB 2.
Pemuda itu memeluk kertas yang dipegangnya, pura-pura ketakutan melihat ekspresi Aurel. Punggungnya beringsut ke arah papan tulis.
Aurel berdiri dari duduknya menghampiri Toni. "Ton. Pokoknya gue nggak mau sekelompok sama mereka bertiga. Titik!" Ia bertolak pinggang seraya menghentak-hentakan kakinya.
"Kenapa, sih? Harusnya seneng, mereka terkenal tau di sekolah. Nanti lu kecipratan." Toni menyilangkan tangannya.
"Ngga ngaruh goblok! Kerja kelompok sama mereka nggak ada untungnya, gue yang kerja mereka yang kelompok."
Toni menadahkan sebelah tangan. "Kerja kelompok, kan?"
Aurel semakin tak suka. Ia menonjok keras bahu Toni sampai lelaki itu menabrak papan tulis, Toni mengaduh karena bahu pun punggungnya tersakiti secara bersamaan. "Anying! Nyebelin lo!"
"Najis banget. Si Aurel makan apa sih dalam kandungannya dulu? Bisa-bisanya dia lahir kek nggak punya ahklak gituh." Sorai dari bangkunya bertopang dagu menyindir Aurel terang-terangan.
Sita yang sejak tadi bermain ponsel mulai menurunkan benda itu dari depan wajahnya. "Nggak boleh gitu Sorai, Aurel itu baik. Waktu itu dia kerja kelompok sama kita, dia yang kerjain tugasnya tau-tau kita print aja udah tugasnya. Kan enak." Gadis itu menatap Sorai yang duduk di sebelahnya penuh arti.
Sekonyong-konyong Helena duduk di meja Sorai dan Sita setelah membanting buku yang dibacanya daritadi. "Bener, Aurel itu baik, Rai. Kita harusnya bersyukur tuh punya teman kelompok kayak dia." Telunjuknya teracung ke arah Aurel yang masih berdiri di depan memperhatikannya.
Aurel tampak mengerutkan keningnya di depan sana sedangkan suasana kelas yang mula riuh berubah hening akibat percakapan tiga sekawan itu. Seakan-akan mereka menunggu sebuah drama baru akan tayang.
"Halah, baik. Pen dibilang susah sendiri, iya. Biar dikasihani. Padahal, dia yang nyusahin diri sendiri." Sorai dengan jelas mencemooh Aurel.
"Nggak boleh begitu Sorai, yang penting, kan kita bertiga untung. Nggak perlu capek-capek mikirin tugas." Sita menyahuti, jemarinya pura-pura sibuk dengan ponsel yang disandarkan di pinggang Helena.
"Idem, Ta." Helena memberi jempol tepat di muka Sita hingga gadis itu terlonjak dari duduknya.
Semenjak kelompok pertama mereka minggu lalu, Aurel dan Sorai memang sudah diketahui tidak berhubungan baik lagi.
Mungkin juga karena status yang pernah diunggah Aurel di sosial media beberapa hari lalu yang mengatakan dirinya sibuk sendiri di kelompok, sedangkan anggota lain tak ada pedulinya.
Karena status itu, satu kelas pun heboh. Beberapa teman yang dekat dengan Aurel memenuhi kolom komentar, dengan terang-terangan menyindir Sorai, Sita dan Helena. Pun sudah sejak beberapa hari ini, ketiganya acap kali mendapat sindirian di kelas.
Padahal, tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sorai, Sita dan Helena hanya diam saja saat disindir-sindir. Bahkan, ketika praktik di resto boga kemarin, Sorai kembali disindir sampai dipermalukan di depan anak kelas jurusan lain. Namun, gadis itu tetap diam saja. Tak membalas sepatah pun.
Untuk kali ini, Sorai tidak tinggal diam saat melihat Aurel merengek pada Toni agar tidak sekelompok dengannya. Ia tak peduli lagi seberapa banyak orang membencinya. Karena hal itu tidak memberi dampak yang berarti.
"Udah lah, Ton. Dia, kan nggak mau sekelompok sama gue. Ganti aja kali." Tatapan Sorai tak terlrpas dari Toni.
Alih-alih mengiyakan, Toni malah berkata lain. "Bukan gue yang bagi, Sor. Ini mah dari bu Geva. Sana, lu aja yang ngomong ke dia buat ganti kelompok. Lagian kan, ini juga kelompok yang minggu lalu."
"Gue chat bu Geva nanti. Kalem aja."
Toni menggaruk kepalanya padahal jelas-jelas tidak gatal. "Terus ntar nyang ganti lu sape?"
"Siapa aja yang mau. Gue mah tinggal nggak ngerjain tugas aja gampang. Paling kagak dapet nilai."
"Kalau Sorai nggak mau, gue juga nggak mau!" seru Sita dan Helena berbarengan.
Toni berdecak dan menggaruk kepalanya lagi semakin kasar. "Udah, gini aja. Kalian sekelompok bertiga. Aurel masuk sama kelompoknya Agung sama Juli. Jadi kelompok yang tiga orang ada dua. Nanti gue konfirmasi ke bu Geva."
"Ish, kok malah sama mereka berdua, sih! Kenapa nggak bagi kelompok ngikutin absen aja, sih? Biar adil udah."
"Banyak nawar banget, sih, lu! Orang ini udah dikasi bu Geva. Katanya kelompok yang lama nggak usah ganti biar nggak ribet! Balik duduk sana! Gue mau bagiin tugasnya buat masing-masing kelompok, nih!"
Toni mendorong pelah bahu Aurel agar anak itu kembali ke tempat duduknya.
Pemuda itu pun kembali membagikan informasi yang sudah diamanatkan bu Geva.Aurel kembali ke tempat duduknya dengan hati yang tak damai. Kondisi kelas kembali riuh, beberapa anak saling berbisik-bisik.
[]
Kata keempat; Alih
Aku kangen nulis:'
KAMU SEDANG MEMBACA
I Give You My Heart
Teen FictionSesuatu yang sesungguhnya bisa dimiliki sebenarnya tidak bisa dimiliki. Termasuk pacar orang lain. Namun, Sorai akan berusaha untuk itu.