Jam pelajaran ketiga sampai empat akan kosong, guru-guru pada rapat, itu kata Zilan si sekertaris kelas. Walaupun judulnya adalah 'Free Class', tapi enggak buat list tugas mereka. Tugas mereka terus mengalir dengan lancar, bahkan kali ini lebih banyak daripada biasanya.
Di tempatnya Arsya terlihat sangat fokus mengerjakan tugas yang diberikan guru piket melalui Zilan. Cewek itu memang selalu.
Sebenarnya Arsya sudah tau, tugasnya pasti tidak akan dikumpulkan hari ini. Tapi dia punya prinsip yang selalu dia jalankan sejak SMP, 'saat di rumah nanti dia tidak akan mengerjakan tugas sekolah—kecuali benar-benar ada tugas rumah'. Karena Arsya tidak suka ada tugas menumpuk di meja belajarnya.
Dan Arsya ingin memanfaatkan waktunya di rumah untuk leha-leha, nonton drakor sambil nyemil.
"Rajin banget?" Seseorang datang, lalu duduk di bangku kosong sebelah Arsya. Tanpa harus menoleh pun Arsya sudah tau siapa orang ini, dari suaranya.
"Iya dong, harus dan selalu," sahut Arsya, lalu menoleh untuk memastikan orangnya. Ternyata benar, dia Baskara.
"Nanti liat, ya?" Kedua alis tebal itu terangkat naik-turun, bibirnya melengkung membentuk senyum pemaksaan.
"Enak aja, kerjain sendiri!" Arsya mendelik, sedangkan Baskara malah haha-hehe seperti tidak punya dosa.
Baskara merebahkan pipi ke atas meja, dia menatap wajah serius Arsya. "Kan gue nggak ngerti," katanya.
Sekarang Baskara tersadar, bahwa Arsya benar-benar sempurna untuk dia miliki.
"Makanya belajar ..." Arsya membuka lebar-lebar matanya, alih-alih memperingatkan.
"Iya deh, yang abis juara satu olimpiade kimia kemaren mah beda," goda Baskara, sekarang dia bergerak menopang kepalanya dengan tangan kiri. "Ajarin dong," sambungnya dengan nada genit, seperti orang random yang tiba-tiba siul ke cewek yang lewat.
"Tunggu," gumam Arsya, meraih rambut Baskara yang hampir menutupi penglihatan cowok itu lalu merapihkan. "Ambil bukunya gih," suruhnya kemudian setelah selesai.
Kemudian dengan tiba-tiba Baskara berdiri tegak, menghentakkan kakinya ke lantai dan hormat ala-ala prajurit. "Siap, laksanakan!" ujarnya dengan lantang.
Nggak ada malu-malunya sama sekali memang.
Baskara pergi ke tempatnya yang ada di sebrang, untuk mengambil buku dan belajar bareng Mbak pacar pastinya.
Iya, mereka berpacaran. Jika diberi julukan, mungkin 'Si Anteng dan Si Barbar' sangat cocok untuk mereka.
Tapi, apakah Baskara merasa beruntung sudah berpacaran dengan Arsya?
Oh, jelas sekali iya!
Baskara sangat-sangat merasa beruntung dan bersyukur bisa menjadi pacar pertama dari seorang Arsyana Gantari.
Baskara juga sayang—banget—dengan Arsya, satu-satunya perempuan yang menurutnya bisa merubah pribadi seorang Baskara menjadi jauh lebih baik jika dibandingkan dengan yang lalu.
Namun ... entah. Sepertinya Baskara harus melepas itu semua.
Baskara nggak mau, Arsya yang nggak tau apa-apa malah akan sakit karena kelakuan buruknya yang sebentar lagi bakal kumat.
"Sya, pulang nanti ke kafe sebrang sekolah yuk, gue mau ngomong sama lo. Boleh, ya?"
"Ribet banget, di sini aja bukannya bisa?" Arsya menjawab disela-sela menghitung soal konfigurasi elektronnya. Nada bicaranya memang terdengar ketus, tapi menurut Arsya itu sudah mendingan dan nggak ketus.
Baskara bergumam, mempertimbangkan. "Yaudah, kalo itu mau lo. Pulang sekolah, di kelas ya."
Arsya menoleh ke Baskara, wajahnya tampak horor melihat Baskara yang kini cowok itu sedang membaca soal di buku paketnya. "Mau ngapain emangnya?"
Baskara ikut menoleh, lalu dengan tiba-tiba menyunggingkan senyum jahilnya. "Liat nanti aja."
"Apaan, nggak?" paksa Arsya, tangannya yang memegang pulpen terangkat seakan ingin menusuk cowok itu, dia mulai takut sama Baskara.
Kan 'takutnya' ...
Dia juga merasa seperti ada yang aneh. Belakangan ini Baskara selalu banyak omong, lalu ketika Arsya meminta tolong sesuatu pasti Baskara langsung sigap, dan cowok itu terlihat semakin ... manja.
Yaa, walaupun memang sering begitu, tapi kali ini merasa ada yang beda saja.
Tapi karena itu semua, Arsya menjadi ingin serius dengan hubungannya bersama Baskara. Yang awalnya Arsya selalu menanggapi Baskara acuh tak acuh, dan alasan mereka untuk bersatu tidak jelas, sekarang Arsya ingin membuat kejelasan di hubungannya ini.
Arsya nggak tau akan bertahan berapa lama, tapi setidaknya dia sudah berusaha untuk menunjukkan sikap 'sayang' layaknya seorang pacar pada kekasihnya.
"Tunggu nanti aja Arsyana Gantari ... yang cantik, yang pinter, yang bawel, yang pendek." Baskara mengacak-acak kecil ujung kepala Arsya, gemas.
"Ish, ngeselin banget sih!" Arsya mukul lengan Baskara menggunakan pulpen, kesal dia. Tapi aslinya sih kedua pipinya mulai memanas nggak karuan.
"Gue bener, kan?" tanya Baskara cengengesan.
Arsya mencebik, sorot matanya sangat tajam saat melirik Baskara, kemudian dia lanjut menulis lagi dan tertawa samar karena tingkah cowoknya itu. Kalau Baskara sih masih tertawa, tanda puas sudah berhasil menggoda Arsya, dan senang karena … dia bisa melihat rona merah itu.
Yang mungkin ... untuk terakhir kalinya di hubungan mereka yang terbilang cukup lucu ini.
Tapi bisa membuatnya selalu merasa senang, tertawa, bersyukur, pokoknya semua yang membuatnya bahagia.
"Sya." Arsya kembali menoleh, mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi dan memajukan bibirnya beberapa milimeter ke depan, kalo lagi males nyaut ya begini.
Baskara meraih tangan kanan Arsya yang menganggur—cewek itu kidal, kemudian punggung tangannya dielus dengan ibu jarinya. "Lo berhak buat bahagia, Sya. Lo harus tau itu."
"Gue tau itu." Lalu perlahan Arsya menepis tangan Baskara. Dia nggak bisa dengan sikap Baskara yang bikin anak perawan jejeritan kayak begini.
"O-ohya, Bas. Gue bawa nasi goreng buat lo. Nanti dimakan, ya?"
"Makan bareng aja gimana?"
"Enggak, Bas ... Ini kan buat lo."
"Yaudah, suapin gue aja kalo begitu."
.
.
.
.
.To Be Continued ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Askara [Tamat]
Fanfiction[LisKook Local AU & Twoshoot] "Lo berhak buat bahagia, Sya. Lo harus tau itu." -Baskara Ganendra. "Kalo lo emang ngerasa ... sekarang waktunya buat udahan, lakuin itu." -Arsyana Gantari. . . Cast: 🌟 Jeon Jungkook as Baskara...