Malam ini, Ana menyeret keempat sahabatnya menuju mall. Ia ingin berbelanja sepuasnya malam ini, dan itu sudah pasti dibelanjakan oleh Bastian.
Geano, Wildan, Bastian dan juga Geraldo menurut saja walaupun dengan tampang malas.
"Bagusan yang mana? Biru atau Putih?" tanya Ana dengan raut senang, ia memperlihatkan dress pilihannya.
"Putih bagus, cocok banget buat kulit Ana." itu pendapat Wildan.
"Nggak, nggak! Noda dibaju putih bakalan keliatan banget, bagusan biru!" Saut Geano kali ini.
Bastian mengangguk setuju, "Gue setuju sama Geano."
"Ral? Bagusan mana?" tanya Ana penuh harap.
"Putih." singkat dan padat.
Raut wajah Ana berubah seketika. Ia merenggut. 2suara memilih putih dan 2suara lagi memilih biru. Ia galau setengah mati.
"Terus gue pilih yang mana dong?" tanya Ana dongkol.
"Ambil aja dua-duanya," jawab Bastian sekenanya. Biar cepet.
"Tapi nanti gue pakai yang mana dong?" tanya Ana lagi.
"Pakai mana aja lo tetep cantik, Ana..." Geano sedikit geram.
"Emang lo mau kemana?" tanya Geraldo penasaran.
Bukannya menjawab, Ana hanya tersenyum lebar dan menaikkan alisnya, "Ada deh, haha!"
Ia berjalan menuju ke kasir. Meninggalkan keempat temannya yang masih memikirkan pertanyaan Geraldo.(mau kemana?)
****
"Omong-omong, Surat dari adik kelas itu yang pakai kain. Lo udah tau siapa dia, No?" tanya Wildan tiba-tiba teringat dengan surat itu.
Saat ini mereka tengah berjalan menuju tempat parkir mobil dengan tangan keempatnya penuh dengan paper bag belanjaan Ana.
Lagi-lagi Ana merampok rekening Bastian. Namun itu bukan masalah besar baginya.
"Udah, tadi gue langsung nyuruh Pak Bima buat cari tau siapa ER itu. Ternyata dia anak dari perusahaan yang ditolongin bokap gue. Namanya Erline. Dan bener kata Geral, dia cari sensasi." jelas Geano.
"Kebanyakan caper, makanya punya muka jangan ganteng-ganteng dong," celetuk Ana membuat keempatnya menoleh.
"Gue emang ganteng, dan terlahir seperti ini memang derita buat gue," puitis Geano yang dihadiahi adegan muntah mereka semua.
"Najis," desis Bastian.
"Omong-omong kalian kapan punya pacar? Cari pacar dong. Biar kita bisa date bareng! Muka doang ganteng!" sinis Ana, ia menyumpah serapahi teman-temannya ini yang sama sekali tak ingin dekat dengan perempuan lain selain dirinya.
Perkataan Ana membuat mereka semua terdiam. Ia tidak tau kalau itu berdampak cukup besar untuk keempatnya.
"Tsk! Ngomong doang lo bocil! Lo sendiri juga ga punya pacar!" ketus Geano sembari mengacak-acak rambut Ana.
Ana merenggut, "Gue punya pacar kok!"
Dan perkataan Ana itu semakin membuat mereka terkejut.
"Lo lagi deket sama orang?" Tanya Wildan hati-hati.
Ana hanya tersenyum lebar. Senyuman yang sama ketika Geraldo menanyakan 'mau kemana?' saat didalam mall itu.
"Sama siapa?" ini Bastian yang bertanya.
"Pfft! Sama kalian lah! Kalian itu pacar terbaik gue. Pacar yang dianugrahi tuhan buat gue. Love you pacar-pacarku," Ana menahan tawa melihat keempatnya menatapnya seperti ingin memakan hidup-hidup.
"Bukan temen gue," kata Geraldo.
"Temen lo tuh, No," lirih Bastian.
"Temen lo juga," sambar Geano.
Wildan mengerutkan keningnya, "Kok kalian ngomongnya gitu sih? Itu temen kita loh."
****
Ana diantar pulang dengan selamat oleh keempat sahabatnya. Ia mengucapkan terimakasih kepada Bastian karena telah mentraktirnya banyak barang malam ini.
Kata traktir itu membuat Bastian mendengus, "Bukan traktir! Lo ngerampok gue!"
Ana memasang tampang sinis, "jadi nggak ikhlas nih?"
"Enggak," saut Bastian dengan entangnya.
"Pelit!" Pipi Ana menggembung kesal. Dan itu membuat keempatnya gemas bukan main.
"Masuk sana, entar masuk angin," ujar Geraldo mengingatkan.
Bukannya menuruti Ana justru menyerahkan kembali tas-tas berisi belanjaannya kepada Bastian, "Nih, Ana balikin lagi kalo nggak ikhlas mah!"
Bastian menaiki sebelah alisnya, "Yakin."
Ana mengangguk tak rela.
"Gemesin banget sih, pengen gue culik jadinya," gumam Geano.
Bastian nampak berpikir, ia tak mengambil barang belanjaan yang disodorkan Ana, "Ambil aja deh. Gue nggak butuh, anggep aja pungutan."
Dan kalimat terakhirmya itu benar-benar membuat Ana marah, ia melempar tas berharganya kearah Bastian. Hal itu justru membuat Bastian tertawa puas.
"Gue ikhlas Ana," ujar Bastian pada akhirnya.
"Beneran?"
Bastian hanya mengangguk tanpa beban. Hanya 200 juta. Itu bukan masalah besar baginya.
Ana akhirnya bisa kembali tersenyum, ia melayangkam kiss bye untuk Bastian dan teman-temannya ketika hendak pamit.
Didalam mobil semua hening. Memikirkan hal yang sama. Hal yang mungkin akan menyakiti mereka.
"Lo suka sama Ana?" pertanyaan itu keluar begitu saja dari bibir Geano.
Hingga akhirnya Bastian menjawab sesuatu yang mungkin akan menghancurkan persahabatan mereka.
"Kalian udah tau jawabannya, dan gue pun tau kalo kalian juga punya rasa yang sama."
***
Bantu vote dan komen yuk! Kasih support terus buat cerita Famous!
KAMU SEDANG MEMBACA
Famous
Teen Fiction[Update setiap hari] Punya empat sahabat cowok tuh emang seru, apalagi mereka selalu terbuka buat lo. Sepertinya, Ana harus bersyukur atas kenikmatan tiada tara yang diberikan oleh tuhan. Wajah cantik yang membuatnya mendapat pusat perhatian, kedua...