Misi Rahasia

5 1 0
                                    

Setelah pulang dari resto tempat mereka makan tadi, Deva dan El memutuskan untuk singgah terlebih dahulu dimarkas mereka selepas mengantar Clairy pulang.

5 menit sudah hening membalut mereka. Hingga pada menit keenam, suara El memecah keheningan yang sedari tadi.

"Dev, kamu kenapa tadi? Kok ekspresi kamu berubah?"tanyanya yang sukses menarik perhatian yang ditanya

"Gapapa. Aku cuma keinget aja waktu itu. Waktu papi pergi ninggalin aku sama Ransyah. Hanya demi anak haram itu."jawabnya datar. Walaupun suaranya datar, El dapat menyaksikan perubahan raut muka temannya itu.

"Emm gitu. Oh ya jadi kita punya rencana apa Dev? Buat ngancurin dia?"tanyanya sekali lagi. "Aku sendiri gk tau, El. Pikirin nanti aja."jawabnya singkat.

Setelah itu, El hanya manggut mangggut saja. Setelah itu, mereka kembali dipeluk oleh diam. Tidak ada suara apapun. Hanya ada bunyi desiran angin malam. Sampai suara ponsel El berbunyi. Di ponselnya terterah satu nama.

Aurin

Awalnya El dan Deva bingung ada apa Aurin menelpon El? Karena bingun, ia pun langsung menggeser tombol hijau dilayar HP nya tersebut.

"Apa?"ujarnya datar.

"Gue mau ngomong sesuatu."

"Ngomong paan?" Soal rencana buat nyakitin Vei?"

"Bukan."

"Lah terus?"

"Cece gue mau gabung, boleh kan?"

"Hah? Cece kamu?"

"Iya. Ayolah ya. Boleh ya ya ya???"

"Entar deh aku tanya Deva dulu."ujarnya kemudian menutup telepon itu sepihak.

"Kenapa El?"tanya Deva datar. "Itu lho Dev. Cecenya Aurin katanya pingin gabung sama kita."jelasnya tentang apa yang dirinya dan Aurin bicarakan ditelepon.

"Suruh besok cecenya kesini aja."balas Deva.

El pun hanya mengangguk. Kemudian ia mengirimkan pesan kepada Aurin.

Aurin
Kata Deva besok cece kamu disuruh ke sini.

Send

○○○
Sementara disisi lain, Adrian kini tengah menunggui adiknya sadar. Sudah 3 jam lamanya Vei tidak sadar sadar. Tangisnya sudah pecah sedari tadi. Namun, ia terus menerus menghapus air matanya. Ia tak mau terlihat lemat didepan adiknya sendiri untuk saat ini.

"Lo harus kuat ya, Vei. Lo udah janji gk bakalan tinggalin gue."lirihnya.

Ia sudah berkali kali mengucapkan kalimat itu. Setidaknya ia ingin memberi semangat kepada adiknya. Meskipun sedari tadi usahanya gagal untuk menyemangati adiknya lewat ucapannya, kali ini sepertinya semesta memihak kepadanya.

Lihatlah, Vei kini tengah berusaha mengerjap ngerjapkan matanya. Adrian senang bukan main. Orang yang sedari tadi ia tunggu tuk membuka matanya, kini tengah berusaha membuka matanya seutuhnya.

Silaunya lampu ruangan rawat inap membuat Vei agak kepayahan. Ia terus mengerjap ngerjapkan matanya agar dirinya dapat segera beradaptasi dengan ruangan dirinya berada saat ini.

Orang pertama yang ia lihat setelah ia berhasil membuka matanya sepenuhnya adalah kokonya. Ko Adrian-nya. Orang paling penting dalam hidupnya. Orang yang selalu hadir dihidupnya saat ia senang maupun hancur.

"Lo dah sadar? Ada yang sakit? Lo mau apa? Perlu gue panggilin dokter nggak?"serentet pertanyaan langsung keluar dari mulut Adrian.

Vei terkekeh geli saat mendengarkannya. "A..aku gk butuh apa apa kok ko. Ga usah panggil dokter juga. Aku udah gapapa."jawabnya dengan lemah. Energinya belum sepenuhnya terkumpul.

Adrian hanya mengangguk. Kemudian tangannya beralih ke puncak kepala Vei. Ia mengusak puncak kepala anak itu pelan. Kemudian beralih pada keningnya. Ia mengecup kening itu sesaat. Sebelum dirinya mulai masuk ke pembicaraan yang lebih serius lagi.

"Siapa yang bikin lo kayak gini?"tanyanya berusaha untuk menetralkan suaranya tetap seperti nada tenang. Namun walaupun begitu, pertanyaan itu berhasil menarik perhatian Vei.

"Gue juga gatau. Yang jelas orangnya pakek baju serba item deh."tuturnya. Ia memang tak tau siapa 2 sosok yang menculik dirinya tadi. Yang ia ingat mereka berpakaian serba hitam.

"Pokoknya kita harus tau siapa yang udah giniin kamu. Karena kalok berani nyelakain kamu, berarti berani tanggung resiko untuk berurusan sama koko."ujar Adrian penuh dengan api membara.

Tanpa tau bahwa lawannya adalah orang yang benar benar bahaya untuk diajak ribut. Siapa yang mengajak ribut mereka siap siap aja habis.

○○○
Esok harinya di sekolah, Aurin berencana untuk menanyakan Vei kepada Adrian. Dan sepertinya hari ini keberuntungan memihak kepadanya. Di seberang tempat ia berada saat ini, ia dapat melihat Adrian bersama dengan wajah lesunya itu. Ia yakin Adrian masih bersedih atas kejadian ketika adik kesayangannya itu celaka.

"Adrian!!"teriaknya. Untungnya saja ini masih pagi jadi dirinya tidak terlalu menjadi pusat perhatian.

"Hm?"balas Adrian singkat sembari berjalan ke arah Aurin.

"Lo kenapa sih? Kok cemerut mulu!?"dustanya. Meskipun dirinya sudah tau kemungkinan terbesar mengapa Adria menjadi seperti ini.

"Gapapa guenya. Cuma adik gue..."lirih Adrian. Aurin yang mendengar hal langsung tersenyum sinis dalam hatinya. Namun dirinya justru menunjukkan raut pura pura khawatirnya.

Adrian tau bahwa Aurin tidak terlalu menyukai adiknya. Karena Aurin dan adiknya selalu saja tengkar. Dan ia tau bahwa Aurin paling suka jika diminta untuk menyematkan kalimat, 'anak haram' pada label status adiknya. Dan juga salah satunya adalah karena Aurin tau bahwa Vei adalah anak yang terlahir dari sebuah kesalahan. Tapi kenala harus Vei? Anak itu tidak salah. Orang tuanya yang salah bukan?

Lambaian tangan Aurin membuyarkan lamunan lelaki itu sedari tadi. "Woy! Orang ngomong tuh didengerin!"protesnya karena merasa diacuhkan.

"Iya iya, Rin. Bawel banget sih. Gue tuh lagi mikirin adek gue tau gk sih!?"balas Adrian sewot.

"Emang adek lo napa sih!? Tiap hari mikiri adek lo melulu. Kayak gk ada kerjaan lain aja. Belajar gitu misalnya. Nilai lo aja anjlok kan gara gara kebanyakan ngurusin tuh anak?"cerocos Aurin yang jujur membuat Adrian harus mati matian menahan emosinya agar tidak meluap luap.

"Gue gk suka ada orang yang ngejek ngejek adek gue. Dia di RS sekarang."jawabnya.

"Ohw. Kok bisa?"tanya Aurin memastikan jika rencananya kemarin itu berhasil.

"Gue gatau juga, Rin. Yang jelas kemaren gue nemuin dia digudang gitu. Katanya ada 2 orang pakek baju serba item gitu deh, Rin. Adek gue udah terkapaar disana. Kayaknya mereka lebih kejem deh Rin pada lo."jelas Adrian.

"Ya elah, Dri. Gue kan emang gk kejem."bela Aurin terhadap dirinya sendiri.

"Halah. Lo aja sering ngehujat adek gue."balas Adrian. Yang diajak bicara hanya terkekeh kecil. Yang diajak bicara hanya tertawa terbahak bahak.

"Yakan lo tau gue gk suka sama adek lo. Dan adek lo gk suka sama gue. Gue sama adek lo tuh musuhan."tutur Aurin.

"Ya tapi kan adek gue ga ngapa ngapain lo sih."protes Adrian tak terima.

"Terserah lo."ucap Aurin singkat kemudian langsung berjalan meninggalkan Adrian. Tanpa tau bahwa Adrian memandang sendu punggungnya.

'Kapan lo mau baikkan sama adek gue? Dan kenapa lo benci sama adek gue?'






Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mᴇ,ʏᴏᴜ,ᴀɴᴅ ʜɪᴍTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang